Setelah memastikan akan menaikan tarif cukai untuk tahun 2021, sepertinya pemerintah juga masih mengkaji kemungkinan melakukan penyederhanaan golongan tarif cukai atau simplifikasi cukai. Padahal, berbagai kalangan telah menyatakan kalau kebijakan ini hanya merugikan. Bukan hanya bagi pengusaha, tetapi juga petani, buruh, dan negara.
Dua hal yang harus dicermati pada perkara simplifikasi cukai adalah bakal terjadinya oligopoli di industri rokok serta bergugurannya pabrikan kecil menengah. Kedua hal ini pasti bakal terjadi jika memang kebijakan siplifikasi cukai diterapkan, mengingat pihak yang bakal langsung terdampak adalah pabrikan kecil menengah. Sementara, nantinya pabrik asing besar yang diuntungkan.
Dengan melakukan penyederhanaan golongan tarif cukai, pemerintah kemudian bakal memaksa pabrikan-pabrikan kecil untuk membayar tarif cukai lebih tinggi dari biasanya. Hal ini terjadi karena tarif cukai yang bakal dibayarkan oleh mereka kemudian disetarakan dengan golongan yang lebih tinggi.
Jika begitu, maka nantinya pabrik kecil akan membayar tarif cukai yang disamakan dengan pabrik yang lebih besar. Begitu seterusnya, pabrikan menengah bakal membayar tarif cukai yang sama dengan pabrikan besar. Sementara nantinya, pabrikan besar asing dengan modal besar bakal diuntungkan karena hanya membayar cukai di angka yang sama dengan pabrikan lokal.
Hal ini jelas menunjukkan jika kemudian negara sama sekali tidak memperhatikan keberadaan pabrikan lokal, baik besar mau pun kecil, yang memberikan penghidupan bagi ratusan ribu buruh di industri rokok ini. Sementara itu, pabrikan lokal kecil kemudian bakal tidak mampu membayar tarif cukai hingga akhirnya bangkrut. Hingga akhirnya, PHK bakal terjadi karena banyak pabrik bangkrut.
Padahal, walau tidak langsung besar jumlahnya, pabrikan kecil menengah ini juga menyerap tenaga kerja yang lumayan besar. Tidak hanya itu, pabrikan kecil menengah turut menyerap hasil panen yang didapatkan petani tembakau dan cengkeh. Jika kemudian pabrikan ini mati, tentu bakal mengurangi jumlah serapan, baik pada tenaga kerja juga produksi cengkeh dan tembakau.
Tidak hanya itu, kematian banyaknya pabrikan kecil menengah ini kemudian hanya menyisakan pabrikan besar yang punya kekuatan modal untuk membayar tarif cukai. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan terjadinya pasar yang oligopolistik di sektor rokok. Padahal, walau pabrikan besar menguasai penjualan rokok, pabrikan kecil tetap memiliki pasar tersendiri di daerah tertentu.
Begitu beragamnya perokok, baik dari segi kelas dan kulturnya, membuat rokok yang dikonsumsi pun beragam. Tentu tidak semua orang bisa mengisap rokok mahal macam LA Lights atau Sampoerna Mild. Karena itu, beragam rokok kelas menengah murah dari pabrikan kecil menengah menjadi solusi bagi mereka yang tak mampu.
Sayangnya, hal ini nanti bakal tidak lagi terjadi. Mengingat simplifikasi cukai memaksa pabrikan kecil menengah membayarkan tarif cukai yang besar, hal ini dapat memaksa mereka untuk tutup atau bangkrut. Hasilnya, pasar tinggal dikuasai mereka yang punya modal besar. Perokok pun tak punya banyak pilihan untuk mendapatkan rokok sesuai kemampuan kantong masing-masing.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024