Press ESC to close

Rokok Ilegal, Pukulan Balik Bagi Rezim Cukai

Konsumsi rokok illegal menjadi ancaman paling nyata yang merugikan Negara. Hal ini merupakan konsekuensi logis yang harus ditanggung pemerintah. Dengan naiknya angka cukai yang terus menggila, tentu saja konsumen akan mencari solusi untuk tetap sebats.

Dua hal yang paling mudah diketahui dari dampak kenaikan cukai adalah lonjakan perokok tingwe, serta siasat konsumen beralih ke rokok murah. Umumnya rokok murah ini rokok yang bersatus tanpa cukai. Sebagai catatan, pabrikan baru bisa memproduksi rokok jika cukainya sudah dibayarkan sesuai ketentuannya.

Lonjakan perokok tingwe menjadi keniscayaan yang sedikit menyelamatkan, setidaknya sebagaian panen petani tembakau masih bisa diecer. Artinya, ketika pabrikan terdampak regulasi cukai sehingga harus efesiensi bahan baku, petani bisa menjual tembakaunya secara ecer ke pasar.

Namun, ada satu kondisi yang ini terbilang menjadi pukulan balik bagi pemerintah. Yakni terkait peredaran rokok ilegal yang kian meningkat. Ditangarai akibat dari naiknya cukai pada tahun 2021, lonjakan rokok ilegal menambah kerepotan pemerintah.

Konsekuensi logis ini kerap terjadi dari tahun ke tahun, meningkatnya konsumsi rokok ilegal di masyarakat bukan hanya karena kebijakan cukai. Situasi pandemi yang tak kunjung tuntas, tentu kita tahu dampak pandemi ini terhadap ekonomi masyarakat. Krisis lapangan kerja pun terjadi.

Baca Juga:  Bahaya Merokok Dalam Bingkai Media

Masyarakat banyak yang menganggur, baik yang sekadar dirumahkan ataupula yang terkena PHK lantaran perusahaannya bangkrut. Aktivitas merokok sebagai satu sarana relaksasi otomatis meningkat, iya hanya itu hiburan termurah. Jelas tak terelakkan.

Brengseknya pemerintah, sudah tahu krisis di masyarakat akibat pandemi belum mereka tuntaskan, justru malah menambah beban baru dengan menaikkan cukai, jelas menimbulkan bumerang. Walhasil, muncul sekian konsekuensi logis yang merugikan negara sendiri.

Meningkatnya konsumsi rokok ilegal di masyarakat tak bisa dituntasi hanya dengan cara pemberantasan. Secara hukum kausalitas, jika pemerintah menginginkan masyarakat sehat alih alih membuat rokok tambah mahal. Iya bukan dengan membuat rokok tambah mahal.

Di sini ngeheknya pemerintah, pandemi covid ini saja semrawut secara penanganan, vaksin yang dibeli secara berhutang saja pakai dibikin gimmick segala; antara digratiskan dan berbayar. Itu tak lain hanyalah manuver politik pencitraan. Eh ini malah menambah beban masyarakat dengan cukai.

Terus terang saja, manuver semacam itu sama dengan produk tontonan yang mengeksploitasi perasaan publik. Kalau pemerintah tidak mau menanggung kerugian akibat maraknya cukai ilegal, iya jangan sok-sokan berdalih kesehatan kalau ujungnya butuh tambalan dana dari target penerimaan cukai.

Baca Juga:  Alasan Pasal Larangan Iklan Rokok di Televisi Harus Ditolak

Bagi perokok santun, mengonsumsi rokok ilegal tentu bukan pilihan yang bijak. Selagi masih bisa tingwe, lacur saja kalau rokok ilegal yang dipilih. Artinya, perokok santun di sini punya sikap politik yang jelas. Biar bagaimanapun, kita punya pilihan yang elegan, asasnya; agar tak ada pihak yang dirugikan. Jayalah petani tembakau!

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah