Press ESC to close

Salah Kaprah JK Menyoal Industri Rokok

Industri rokok di Indonesia memiliki karakter bisnis yang unik. Seunik varian produk kretek yang dari sinilah mencirikan kejeniusan dari daya cipta masyarakat. Ada rokok klobot, rokok klembak menyan, rokok kretek non filter, kretek mild dan bold. Belum lagi jika kita bicara soal varian tembakau dari berbagai daerah, pula teknik pengolahannya.

Dari secuil ini saja kita sudah bisa menyimpulkan, khazanah literasi menyangkut pertembakauan ini. Artinya, terkandung sistem pengetahuan yang berlimpah yang berasal dari kekayaan budaya kretek. Industri rokok yang hadir diawali oleh kemunculan Nitisemito, telah melahirkan babak baru bagi kelangsungan ekonomi masyarakat juga pendapatan bagi negara.

Maka akan sangat konyol, untuk tidak menyebutnya bodoh, jika ada pihak yang menyindir keberadaan industri rokok sebagai salah satu penghambat kemajuan bangsa. Apalagi itu ternyatakan dari seorang tokoh publik yang dikenal sebagai mantan wakil presiden, Jusuf Kalla.

Membandingkan Indonesia dengan kemajuan di Amerika atau negara lain di Asia, lantas menyandingkannya dengan daftar nama orang terkaya. Artinya, kalau AS maju karena teknologinya, maka crazy rich di sana berasal dari sektor tersebut, itu tentu hal yang lumrah saja. Karena AS bukan negara agraris yang memiliki kekayaan komoditas pertanian, semisal tembakau, cengkeh, kopi, dlsb.

Baca Juga:  Catatan Kritis Kenaikan Cukai Rokok

Implikasi dari sindiran itu sebetulnya lebih ke mengolok-olok perokok yang seakan-akan bebal dalam memaknai pesan kesehatan terkait rokok. Padahal, mestinya JK dan bahkan negara ini patut berbangga, karena konsumen rokok telah menjadi penyumbang devisa triliunan rupiah tiap tahun.

Kasar kata, gaji para pejabat negara ya di antaranya berasal dari serapan pajak industri serta cukai rokok. Kok ya jadi seperti menghinakan pahlawan devisa bangsanya sendiri ya sindiran itu? Jelas itu tidaklah pantas terlontar dari seorang tokoh yang dikenal juga sebagai pengusaha hebat, serta memiliki banyak aset. Tak perlulah kita sebut beliau salah satu crazy rich karena asetnya di berbagai sektor usaha.

Hal yang tidak tepat pula, disebut bahwa orang terkaya di negeri ini, maksudnya menyindir duo sultan Hartono, sebagai orang yang bertanggung jawab atas persoalan kesehatan yang dikaitkan dengan rokok. Padahal, crazy rich yang disindirnya itu bukan kaya karena bisnis Djarum, melainkan dari sektor perbankan (BCA).

Dari sisi itu saja sudah keliru, bermaksud menyindir pengusaha lain tapi malah terjeblos pada kebodohan sendiri. Mestinya di sini JK merasa malu, pertama, dengan mengisyaratkan kelangsungan industri rokok sebagai salah satu aib bangsa ini. Kedua, bermaksud menyindir sesama pengusaha, tapi kok jadi terkesan dengki gitu.

Baca Juga:  Merokok Saat Berkendara Kena Tilang Elektronik?

Indonesia memang bangsa yang unik, hanya si bebal saja yang memaknai keunikan Indonesia dengan kacamata linear. Baik dari sisi ekonomi, politik, budaya, bahkan karakter masayarakatnya, Indonesia tidak bisa disamakan dengan AS atau negara dunia lainnya.

Keunikan itulah kekayaan yang Indonesia punya. Tidak melulu kemajuan suatu bangsa diukur dari suksesi pada bisnis tertentu, tak bisa pula digeneralisir bahwa orang menjadi miskin dan pesakitan karena merokok.

Memangnya para koruptor yang sakit jiwanya itu gara-gara merokok? Bagaimana tidak sakit jiwa, duit Bansos Covid diembat dan jelas-jelas itulah senyata-nyatanya aib, wahai mantan.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah