Press ESC to close

Begini Cara Tepat Mengurangi Prevalensi Perokok Anak

Prevalensi perokok anak kerap kali menjadi dalih bagi para pihak termasuk pemerintah ketika menaikkan tarif cukai. Hal ini melulu dijadikan landasan untuk memerangi keberadaan rokok. Namun, dari tahun ke tahun tetap saja, meski cukai dibuat naik tak berpengaruh siginifikan terhadap angka perokok anak.

Jika kita tilik lebih dalam, apa sih sebetulnya yang menyebabkan prevalensi perokok anak terus saja ada.  Sementara, peraturan yang sudah ada, di antaranya pada PP 109/2012. Termakhtub di dalamnya tentang pembatasan jam tayang iklan rokok.

Pula tentang pembatasan umur, bahwa produk tembakau ataupula rokok hanya boleh diakses oleh yang sudah cukup umur, yakni usia 18 ke atas. Produsen rokok juga sudah mematuhi semua klausul itu. Mulai dari perkara jam tayang iklan, juga peringatan untuk tidak menjual rokok kepada anak yang tertera pada semua bungkus rokok.

Agaknya memang perlu perhatian ekstra dalam upaya mengurangi prevalensi perokok anak. Walau sebetulnya sederhana saja, kuncinya ada di edukasi dan pengawasan. Dimulai dari tingkat terkecil, yaitu di rumah.

Baca Juga:  Perempuan Merokok Sudah Pasti Nakal?

Pertama, orang tua jikapun merokok, sudah seharusnya tidak merokok di dekat anak. Ciptakan ruang merokok khusus, di beranda misalnya. Kedua, tak perlu pula membangga-banggakan aktivitas merokok lewat narasi apapun kepada anak. Kita sepakat, bahwa merokok bukanlah aktivitas prestisius. Biasa saja.

Ketiga, jika muncul pertanyaan kenapa orang dewasa boleh merokok, sementara anak-anak tidak boleh. Jelaskan dengan lugas, bahwa aktivitas merokok itu harus disertai tanggung jawab. Anak-anak belum mampu untuk itu. Jangan ditakut-takuti, boleh jadi mereka malah penasaran, lantas jiwa rebelnya muncul.

Sebagaimana kita tahu, keluarga adalah sekolah pertama bagi perkembangan anak. Jangan menyuruh anak untuk membelikan rokok. Bekali pemahaman secara arif, agar anak mampu berpikir objektif. Jangan tanamkan bibit kebencian terkait pilihan konsumsi manusia lain.

Keempat, tak kalah penting juga bagi ritel maupun warung rokok untuk berlaku tegas, jangan melayani anak-anak dalam mengakses rokok. Jika perlu, cantumkan keterangan atau sampaikan secara lisan, bahwa anak di bawah umur tidak boleh boleh membeli rokok. Bila perlu terapkan; di sini harus menyertakan KTP untuk membeli rokok.

Baca Juga:  Rokok, Nasi, dan Yang Mendadak Religius juga Adiktif

Kelima, untuk mengurangi prevalensi perokok anak, pemerintah dan para pihak mestinya turut membuat sistem pengawasan. Bukan melulu melakukan sweeping atau pelarangan mendisplay rokok, itu sih sama saja menutup akses usaha mereka.

Persoalan perokok anak ini, dapat diatasi jika semua pihak mampu objektif dan proporsional dalam memandang produk legal bernama rokok. Jangan melulu berdalih lewat isu kesehatan yang ujung-ujungnya mendiskreditkan rokok maupun perokok.

Jadi, kunci dari ini semua ada di sistem pengawasan dan penerapan edukasi yang dilakukan secara arif. Mulai dari diri sendiri dan penerapannya di rumah.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah