Press ESC to close

Kenaikan Cukai Rokok Dari Tahun ke Tahun

Akhirnya tahun telah berganti, dan dampak dari kenaikan tarif cukai rokok akan terasa bagi kita. Meski baru akan mulai efektif berjalan di kisaran Februari atau Maret, tapi tetap saja, kenaikan tarif cukai tahun ini bakal segera kita hadapi. Terutama bagi para penikmat kretek mesin di semua golongan.

Jika melihat dari kejadian di masa lalu, kenaikan tarif cukai rokok ini memang memberikan dampak yang besar bagi stakeholder. Baik itu perokok, pabrikan, bahkan hingga petani tembakau maupun cengkeh serta juga para buruh. Karena, dasar dari aturan soal rokok ini memang di perkara cukai ini.

Nah, inilah besaran kenaikan tarif cukai rokok yang pernah terjadi dari tahun ke tahun. Tidak usah panjang-panjang, setidaknya dalam 5 tahun terakhir saja.

2017

Pada tahun ini, kenaikan tarif rata-rata ada di angka 10,5%. Baik itu SKM, SPM, juga SKT, mendapatkan kenaikan tarif yang cukup signifikan. Di tahun tersebut, kenaikan tarif dirasakan cukup berat. Mengingat di tahun tersebut, kondisi cuaca membuat hasil panen tembakau jelek, dan panen cengkeh buruk. Curah hujan yang tinggi kala itu membuat keadaan tidak baik.

Kualitas tembakau tidak terlalu baik, harga pun jatuh. Padahal para petani telah mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Itu pun kebanyakan petani kesulitan mendapat pinjaman modal dari Bank ataupun pemerintah. Hal ini kemudian diperburuk kenaikan tarif cukai yang membuat harga jual jadi semakin tidak pasti.

Bahkan, buat petani cengkeh, tahun ini adalah tahun yang benar-benar buruk. Secara keseluruhan, petani cengkeh mengalami gagal panen. Total produksi cengkeh nasional tahun itu hanya ada di kisaran 20%. Harga jual memang agak naik, tapi tak ada cengkeh yang bisa dijual. Dan kenaikan tarif membuat kondisi ini semakin buruk bagi mereka.

Baca Juga:  Walikota Tangerang dan Upaya Melindungi Masyarakat dari Paparan Asap Rokok

2018

Pada tahun ini, kenaikan tarif ada di kisaran 11%. Setelah mengalami mimpi buruk di siang bolong tahun lalu, petani harus dihadapkan pada kenaikan tarif yang lebih besar di tahun ini. Jadi, sekalipun panen yang didapat mereka bisa dikatakan lumayan, tapi harganya ya tidak bagus-bagus amat karena kenaikan tarif lumayan tinggi.

Selain itu, keputusan Menteri Keuangan untuk mengalokasikan DBHCHT dan Pajak Rokok untuk kepentingan Jaminan Kesehatan Nasional juga mengabaikan kepentingan petani. Sudah tidak ada aturan saja, DBHCHT tidak mengalir pada petani. Lah ini minimal 50% dana tersebut digunakan untuk jamkesnas, ya makin kecil lah jatah petani.

2019

Di tahun ini, keadaan pemilu membuat pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok. Ya, di musim kontestasi macam begini, tentu pemerintah hendak mencari muka pada petani dan stakeholder. Eh maksud saya, partai penguasa yang menaungi presiden ingin mendapatkan suara, jadi jika tarif cukai tak naik, mereka bakal dikira baik dan akan dipilih oleh stakeholder.

Nyatanya, di tahun 2019 basis petani tembakau juga cengkeh kompak memenangkan Presiden Joko Widodo untuk kedua kalinya. Partai presiden pun menjadi pemenang dalam pemilu legislatif. Kantong suara mereka di Jawa Tengah yang diantaranya banyak petani tembakau dan buruh rokok terlibat dalam kemenangan ini.

Sayangnya, semua itu hanya ilusi belaka, karena bom waktu akan pecah di tahun berikutnya.

2020

Ini adalah tahun yang benar-benar buruk bagi stakeholder rokok. Sudah dihancurkan oleh kenaikan tarif cukai sebesar 23% di awal tahun, kondisi pandemi telah membuatnya menjadi benar-benar lebur. Hal ini diperburuk dengan sikap pemerintah yang tidak banyak memberi relaksasi bagi industri rokok.

Baca Juga:  Puntung Rokok Jadi Formula Pembasmi Hama

Kenaikan cukai di tahun 2020 ini adalah implikasi dari sikap cari muka pemerintah pada tahun politik kemarin. Karena harus kejar setoran, tarif cukai dinaikkan setinggi-tingginya. Akhirnya industri dan stakeholer lah yang dirugikan. Itu pun belum ditambah keadaan pandemi yang membuat semua semakin runyam dan tidak jelas bagi stakeholder.

2021

Tahun ini, kenaikan cukai rata-rata ada di angka 12,5%. Meski begitu, kenaikan tarif untuk setiap golongan sebenarnya terbilang besar, karena khusus SKT tidak ada kenaikan tarif. Misalnya untuk SKM golongan 1 yang naik hingga 16,9%. Ini jelas angka yang sangat besar, apalagi dalam kondisi pandemi seperti ini yang mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat.

Jadi, sekalipun SKT tak naik tarifnya, tetap saja kenaikan cukai tahun ini membuat stakeholder bakal kesulitan. Petani bakal merasakan hasil panennya tidak dibeli seperti tahun kemarin. Pun kalau dibeli, harganya bakal jatuh atau setidaknya tidak bakal tinggi. Buruh bakal kena PHK karena ada pabrik ayng bakal tutup. Sementara konsumen, ya begitulah nasibnya karena tak pernah dipikirkan negara.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit