Press ESC to close

Membandingkan Cukai Rokok dan Rokok ELektrik

Dua tahun terakhir adalah masa-masa yang berat untuk industri rokok. Bukan hanya karena dunia saat ini tengah menghadapi pandemi Covid-19, tetapi juga karena kenaikan cukai rokok dalam rentang tersebut yang tergolong tinggi. Kenaikan tarif dua digit selama dua tahun berturut jelas membuat industri harus bekerja lebih keras.

Sayang, hal yang sama justru tidak berlaku pada rokok elektrik. Tidak hanya di-anak-kanan-kan oleh beberapa pihak, bahkan dalam urusan cukai produk rokok elektrik pun seakan mendapatkan perlakuan yang berbeda. Jika tahun ini cukai rokok naik di kisaran 13% rarata, maka cukai vape tidak naik tahun ini. Hal yang jelas memperlihatkan betapa tebang pilihnya pemerintah dalam kebijakan.

Kalau mau ditilik, memang ada banyak kegilaan tentang rokok elektrik. Hanya dengan kontribusi sedikit, yakni 0,3%, tuntutan dari kelompok industri baru ini terlalu banyak. Misalnya, permintaan agar tarif (cukai) rokok elektrik tak naik di tahun 2021. Dan hal ini terkabul, cukai vape tak naik, sementara tarif untuk rokok kretek tetap naik tinggi.

Selain itu, perkara regulasi mengenai produk ini masih tak jelas hingga sekarang. Mengingat belum ada aturan real terkait rokok elektrik hingga hari ini. Selain itu, jika pun memang negara tak ingin membuat perbedaan regulasi antara rokok dan yang elektrik, kebijakan tentang rokok di regulasi pun tak diterapkan oleh negara.

Baca Juga:  Tidak Merokok Bukan Berarti Hemat

Jika kemudian membicarakan prevalensi perokok di bawah umur, vape sebagai produk olahan tembakau turut memberikan kontribusi dalam permasalahan ini. Hanya saja, hingga hari ini tetap belum ada regulasi yang mengatur tentang pembelian produk tersebut di negara ini. Padahal, aturan pembelian ini selain untuk mengatasi masalah di atas, juga dibutuhkan untuk melindungi konsumennya.

Kembali ke perkara cukai, tidak naiknya tarif cukai vape atau rokok elektrik tahun ini katanya disebabkan oleh batas maksimal 57% tarif cukai berdasarkan UU Cukai. Jika memang persoalannya adalah itu, maka tinggal dinaikkan saja harga jual dari produknya, baru kemudian ikut dinaikkan tarif cukainya. Sebuah hal yang sebenarnya biasa dilakukan di industri rokok.

Pada kebijakan cukai rokok di hampir setiap tahun, selain kenaikan tarif untuk cukainya, pemerintah juga menaikkan batasan harga jual untuk produk rokok. Hal ini bisa dilihat dengan kenaikan harga jual eceran pada Peraturan Menteri Keuangan yang membahas soal kenaikan tarif cukai ini. Hanya pada tahun 2020 dan 2021 saja harga jual eceran tak naik, meski tahun ini tarif cukainya tetap naik.

Seandainya negara memang benar-benar membuat kebijakan cukai sebagai upaya untuk menekan angka konsumsi rokok, harusnya produk vape sebagai barang kena cukai juga mendapatkan perlakuan serupa. Untuk menekan konsumsi produk rokok elektrik, jelas tarif cukai perlu dinaikkan setiap tahun. Tinggal naikkan harga jual produk, lalu ikut naikkan tarif cukainya.

Baca Juga:  THR PT Djarum Kudus adalah Bukti bahwa Pekerja Rokok juga Dimanusiakan

Hanya saja, mengingat kontrribusi produk vape terhadap pemasukan negara, atau cukai khususnya, amat minim sekali, bisa jadi pemerintah merasa tak perlu menaikkan tarifnya karena ya tidak berguna juga untuk pemasukan negara. Ya namanya kontribusi cuma 0,3%, mau dipake apa juga bingung kan.

Toh penerimaan cukai vape di tahun 2020 saja hanya ada di kisaran Rp 680,3 miliar. Berbanding jauh, tentu saja, dengan penerimaan cukai rokok yang ada di angka Rp 164,9 triliun. Bedanya ya cuma 242 kali lipat saja sih. Beda yang, bukan hanya jauh, tapi jauh banget.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit