Search
KTR Malioboro

Problematika Ruang Merokok di Malioboro

Diskursus soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) belakangan ini menjadi sorotan publik dan mengarah ke ruang merokok di Malioboro. Pasalnya, aturan KTR yang diberlakukan di destinasi wisata di Jogja ini memuat pula ancaman sanksi denda dan kurungan yang kemudian disiasati menjadi sanksi sosial.

Mengacu Perda No. 2/2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok, pelaksanaan KTR Malioboro demikian ramai diangkat media. Pihak Pemkot Jogja menetapkan ada 5 titik ruang merokok yang menjadi fasilitas pendukung terlaksananya aturan KTR, yakni untuk mencipta daerah wisata tersebut bebas asap rokok.

Sayangnya, masih terasa sekali adanya upaya mendiskreditkan perokok melalui sanksi sosial yang belakangan digaungkan. Dengan adanya sanksi semacam itu, para pelanggar KTR dianggap layak dipermalukan dengan cara mempublikasi foto pelanggar.

Sementara, jika kita tilik lebih rinci tentang aksesibilitas dari 4 titik yang berhasil kami sambangi, boleh dikata, sama sekali area tersebut jauh dari kata memadai. Satu hal penting, masyarakat sama sekali tidak terinformasikan melalui tanda petunjuk apapun yang mengarah di mana tempat-tempat itu tersedia.

Ruang merokok di Malioboro yang disediakan Pemkot Jogja tidak sepenuhnya memenuhi asas manusiawi. Bahkan terkesan mengucilkan perokok. Semisal, area merokok yang ada di samping Ramayana. Terkesan dibuat alakadarnya saja, tanpa atap pelindung. Hanya ada bangku besi dan plang bertuliskan Area Merokok. Posisinya di pojok parkiran sepeda motor.

Baca Juga:  Harga Rokok Naik, Kesejahteraan Meningkat?

Sementara di Pasar Bringharjo, pasar yang kini beralih wajah lebih kece, posisi area merokoknya ada di area parkiran lantai tiga, itu pun di gedung belakang. Jika kita masuk dari pintu utama, tak ada satu pun tanda arah atau petunjuk yang menginformasikan keberadaan area tersebut. Terasa sumuk jika aktivitas merokok dilakukan di situ.

Di titik lainnya, persisnya di zona parkiran Abu Bakar Ali, letak area merokok bersebelahan dengan toilet umum, berjajar dengan kantor petugas pengelola parkiran. Ruangnya tak seberapa luas, berupa bilik sederhana tanpa kursi. Menuju tempat ini pun, perokok mau tak mau harus bertanya ke petugas parkir atau pedagang.

Nah, dari ketiga titik area merokok yang disebutkan di atas, ada satu area merokok di samping Mal Malioboro. Spot ini terbilang kece dan layak secara visual, memiliki atap pelindung dan berhubungan langsung dengan udara. Terdapat bangku klasik panjang, layaknya bangku ruang tunggu. Dilatari nuansa hijau dedaunan dari tanaman merambat, posisinya di bawah tangga.

Baca Juga:  Kita Hanya Tiada Mengerti: Kampanye Kesehatan Anti-Rokok

Berdasar pengakuan salah seorang petugas keamanan di dekat area itu, keberadaan area merokok di zona 2 KTR ini sudah ada sebelum gaung tentang sanksi KTR seramai sekarang. Biasanya sopir taksi dan beberapa pelancong yang memanfaatkan area merokok di zona itu.

Jika area merokok di Malioboro ini tidak didasari semangat memanusiakan perokok, maka sebetulnya upaya menertibkan perokok untuk merokok pada tempatnya menjadi tidak efektif. Sebagai infrasturktur penunjang KTR agar terlaksana dengan baik, seharusnya ketersediaan area merokok dilandasi semangat memanusiakan perokok.

Poin penting terkait kurangnya pendukung keberadaan area merokok yang ditemui di Malioboro sangat rentan memicu terjadinya pelanggaran. Entah, apakah memang ini yang diinginkan pihak penyelenggara KTR Malioboro, untuk membingkai antagonisme perokok?