Press ESC to close

Tembakau Lombok, Riwayatmu Kini

Tembakau Lombok telah dikenal sejak dahulu dengan berbagai jenisnya. Sebagai daerah penghasil, Lombok telah menjadi perhatian banyak perusahaan rokok terkait pasokan bahan baku. Tidaklah heran jika di Pulau Seribu Masjid ini, bukan hanya masjid yang banyak, tetapi juga lahan tembakau serta gudang-gudang tembakau.

Panen tembakau di Lombok setiap tahunnya ditampung di gudang-gudang milik perusahaan rokok tersebut. Daerah Lombok Timur dan Lombok Tengah adalah sentra penghasil komoditas emas hijau ini. Ribuan ton pasokan tembakau terserap untuk bebrapa perusahaan rokok.

Sistem kemitraan yang berlaku antara perusahaan rokok dengan petani ini telah manjadi sistem yang dijalankan sejak 80-an. Sistem ini dipercaya mampu memberi manfaat yang menguntungkan bagi petani.

Dalam konsep kemitraan ini, pabrikan akan langsung membeli tembakau dari petani, hingga petani yang bermitra tak perlu takut tembakaunya tidak terserap oleh pasar. Para petani juga mendapatkan pendampingan, penyediaan benih, serta ketersediaan pupuk. Bahkan pada kebutuhan bahan bakar pengovenan, mitra petani ini turut menyediakannya.

Sarana dan prasarana produksi itu disediakan perusahaan dalam bentuk kredit, dibayar saat panen disetorkan ke perusahaan mitranya. Melalui konsep kemitraan ini, petani mendapatkan modal produksi dan kepastian pasar. Karena hasil produksi petani wajib dijual kepada perusahaan. Demikian juga perusahaan, akan mendapatkan suplai tembakau dari petani.

Baca Juga:  Petani Tembakau Pamekasan Butuh Sistem Tata Niaga yang Berpihak

Sebagai gambaran pada tahun 2021 ini, PT. Bentoel hanya membeli sebanyak 7,3 ribu ton. Angka ini setara dengan 3,65 ribu hektar. Berdasar prediksi tahun 2021 ini, produksi tembakau Virginia FC Lombok sekitar 30 ribu sampai 36 ribu ton (setara 15 ribu-18 ribu hektar), asumsi rata-rata 2 ton per hektar.

Jika yang bermitra dengan petani ini hanya mampu menyerap 7,3 ribu ton kebutuhan, lalu akan dikemanakan sisanya, dari produksi 30 ribu sampai 36 ribu ton ini? Begitulah gambaran kegelisahan yang diungkap perwakilan petani.

Kelangsungan sistem kemitraan ini seiring waktu mengalami beragam dinamika, berubahnya kondisi pasar akibat pandemi menjadi faktor yang nyata. Kini tak ada lagi kepastian dari sistem itu, terkait pula serapan yang dibutuhkan. Ada sekitar 20 perusahaan rokok yang pada tahun lalu memberi kredit melalui kemitraan, kini tak lagi.

Sebagaimana kita ketahui, sektor pertembakauan di Lombok merupakan salah satu yang menjadi pilar program PEN melalui pembangunan KIHT. Hal ini dihadirkan pemerintah dalam upaya mengembalikan kondisi ekonomi masyarakat di masa pandemi.

Baca Juga:  Awas, Perda KTR Tangsel Sarat Kriminalisasi

Namun, menengarai persoalan serapan yang belum pasti ini, jelas akan berpotensi terhadap perekenomian tembakau Lombok. Sebagaimana kita tahu, selama ini komoditas tembakau memberi nilai lebih bagi pemasukan daerah juga negara.

Diperkirakan, jika tembakau petani tak seluruhnya terserap pabrikan, tentu saja ini akan mengancam kelangsungan ekonomi masyarakat. Sebagian besar masyarakat tani di Lombok, bergantung hidup dari sektor tembakau untuk memenuhi kebutuhan industri rokok.

Ancaman ini tentu akan mencipta gejolak yang berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial. Lebih prinsip dari itu, petani tidak lagi dapat melangsungkan produksinya ke depan, jika produksi pada tahun ini tak terserap pasar. Bisa kita bayangkan lebih jauh lagi, jika pemerintah tidak pula segera mengambil sikap dalam mengatasi kondisi pertembakauan di Lombok saat ini.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah