Press ESC to close

Ketika Petani Tembakau Membutuhkan Dukungan Negara

Dua tahun terakhir menjadi momen yang terbilang berat bagi para petani tembakau. Tahun lalu, tarif cukai termbakau naik signifikan. Sejak awal tahun telah diprediksi bahwa masa pembelian tak bakal menggembirakan. Baru dua bulan berjalan tahun 2020, dunia dilanda Pandemi VCovid-19. Hal ini makin membuat buruk nasib para petani tembakau.

Jika ada pihak yang menyatakan kalau petani tembakau tak bakal terdampak regulasi terkait rokok, maka orang itu hanya membual. Jelas sekali musim panen 2020 adalah salah satu musim panen terburuk yang pernah dialami petani. Meski tidak mengalami musim cuaca yang buruk, petani tembakau justru menghadapi musim buruk akibat regulasi.

Kenaikan tarif cukai memberikan sinyal bahwa tahun itu angka pembelian akan berkurang. Hal ini dikarenakan kenaikan tarif cukai serta harga rokok bakal membuat penjualan rokok menurun. Tentu saja, ketika penjualan turun, maka produksi rokok pun turun. Inilah yang kemudian membuat pabrikan mengurangi kuota pembelian dari hasil panen para petani.

Tidak hanya berkurang, jumlah pembelian hasil panen pun menjadi anjlok ketika pandemi Covid-19 berlangsung. Suka atau tidak, pandemi berdampak pada masyarakat keseluruhan. Jangankan membeli rokok, bisa tetap bekerja dan punya penghasilan saja sulit. Hal ini pun berdampak pada semakin turunnya penjualan rokok, dan semakin berkurangnya kebutuhan pabrik akan bahan baku.

Baca Juga:  Diskon Rokok Tidak Menyasar Pasar Pabrik Rokok Kecil

Sudah pembelian tembakau dari petani berkurang, kondisi mereka makin dipersulit dengan harga jual tembakau yang juga tidak bagus. Karena tembakau tidak terbeli, harga jual pun anjlok. Persis seperti hukum ekonomi, ketika permintaan minim dan stok berlebih, maka harga jual bakal jatuh. Keadaan ini pun menjadi semakin sulit untuk para petani tembakau mempertahankan hidupnya.

Meski begitu, sebagaimana tradisi, menanam tembakau adalah bagian dari hidup para petani. Meski tahun ini kebijakan cukai kembali tidak berpihak untuk Industri Hasil Tembakau, walau pun pandemi Covid-19 ini tak tahu kapan bakal berakhir, mereka tetap bertekad menanam tembakau. Walau kondisi tidak baik, mereka tahu bahwa tradisi ini tak boleh dibiarkan berakhir.

Karena itulah, para petani jelas membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk menghadapi kondisi sulit seperti sekarang. Jangan kemudian hanya golongan warga lain saja yang mendapat insentif, tetapi tak ada insentif khusus untuk petani tembakau. Dan bantuan yang diberikan pun jangan sekadar berbentuk uang atau kebutuhan pertanian, melainkan bantuan kebijakan untuk IHT secara umum.

Apalagi di kondisi cuaca yang tergolong baik, petani memantapkan harapan dengan menanam tembakau di musim ini. Setelah menghadapi kondisi cuaca yang basah hampir sepanjang tahun lalu, masuk di bulan Mei tahun ini kondisi cuaca menjadi semakin kering. Ini adalah kondisi iklim yang pas sekali untuk menanam tembakau.

Baca Juga:  162,6 Juta Penduduk Indonesia Mengidap Kanker, Paru-Paru dan Jantung?

Setidaknya, pemerintah kemudian bisa membuatkan peta jalan Industri Hasil Tembakau yang dulu digagalkan oleh kelompok antirokok. Peta jalan ini menjadi penting untuk para petani, karena memberikan kepastian dalam aktivitas budidaya tembakau di Indonesia. Kebijakan ini juga bisa mengurangi rasa khawatir jika tembakau mereka tak lagi dibeli oleh pabrikan.

Dengan setoran cukai rokok yang setiap tahunnya mencapai ratusan triliun, memberikan lapangan kerja bagi jutaan masyarakat Indonesia, sudah sepantasnya Industri Hasil Tembakau  memiliki peta jalannya sendiri. Agar ke depannya IHT bisa berjalan beriringan dengan kepentingan nasional, baik dari sisi kesehatan maupun dari segi ekonomi dan sosial.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit