Press ESC to close

Memang Kenapa Kalau Punya Pacar Perokok?

Jangankan orang lain, orang tua saja tak sepenuhnya berhak menentukan jodoh. Perkara memilih pasangan itu urusan masing-masing individu. Setiap orang punya standarisasi personal soal kenyamanan. Mau punya pacar perokok, alim, genit, atau preman sekalipun, ya itu hak personal.

Kelompok antirokok, pada titik tertentu, justru terlihat kebablasan dalam memainkan kampanye kepentingannya. Mereka pernah membuat kampanye “Tolak Pacar Perokok“. Alasannya? Ya, biar perokok dan rokok dibenci. Titik.

Kalau ditanya alasan logis ya hampir tidak ada. Karena seperti yang sudah disebut di awal, memilih pasangan itu urusan masing-masing individu, tak perlu sampai dibuat kampanye segala. Oiya, saat itu mereka juga mengembangkan kampanye lain bertajuk “Tolak Mertua Perokok”. Bagaimana, lucu kan?

Selain tidak logis, kampanye serupa kerap kali terlalu dipaksakan. Maksudnya, narasi yang dibangun sering berlebihan dan terkesan mengada-ada. Misalnya, hidup dengan seorang perokok dicitrakan sebagai hidup yang penuh marabahaya, terancam penyakit mengerikan yang berujung kematian.

Kalau mau membangun narasi bahwa perokok berpotensi menderita penyakit, ya silakan saja. Toh, isu semacam itu sudah turun-temurun dilariskan oleh kelompok yang berkepentingan dalam agenda pengendalian tembakau. Memang begitu cara main antirokok. Tapi, menyebut hidup bersama perokok juga terancam hal yang sama adalah sesuatu yang kelewat absurd.

Baca Juga:  Pengamanan itu Bagi Kami adalah Penindasan

Model kampanye seperti itu sudah pasti akan berujung pada narasi perokok pasif. Kami sudah berulang kali menjelaskan kenapa narasi perokok pasif itu tidak valid. Salah satu artikel terkait bisa kalian baca di sini.

Di atas semua itu, perlu diingatkan kembali, rokok adalah barang legal. Peredarannya diregulasi oleh negara. Membeli dan mengonsumsinya tidak melanggar hukum. Konsumennya bukan pelaku tindak kriminal. Sama seperti mengonsumsi mie instan atau minuman bersoda, perkara merokok harusnya jadi perkara yang biasa saja. Tak ada yang istimewa.

Jadi, untuk hal yang sederhana seperti itu, tak perlulah pakai kampanye absurd. Apalagi menentukan siapa yang layak dijadikan pasangan hidup. Kalau ke anak sendiri, ya silakan saja. Tapi kalau sudah dikampanyekan ke publik, ya ngawur.

Lagian, punya pacar perokok seru lho. Gak percaya? Coba saja.

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd