Search
corona dan rokok

Merokok Di Mobil Itu Gak Enak

Apa sih enaknya merokok di mobil? Pikiran itu kadang menggelitik. Memang sih ada juga saya dengar alasan beberapa gelintir orang, terutama mereka yang berprofesi sebagai supir. Bahwa aktivitas sebats saat berkendara itu dapat menghalau kantuk. Waduh.

Mestinya, kalau alasannya ngantuk ya melipir dululah, Bos. Cari rest area atau tempat-tempat yang worth it buat sebats. Dari sepenglihatan yang saya dapat, masih ada supir angkutan umum yang melakukan aktivitas merokok di balik kemudinya.

Ada yang saat parkir menunggu penumpang diarahkan para calo. Adapula saat sedang membawa penumpang di tengah kemacetan. Bagi sebagian besar masyarakat pinggiran, pemandangan semacam ini terbilang lazim ditemukan.

Sebagai sesama perokok saya ikut menyesalkan hal semacam itu terjadi. Bukan apa-apa, kita semua sama tahu bahwa ada faktor yang potensial merugikan orang lain dari situ. Iya bisa tebaran abunya yang terbawa angin ataupula percikan baranya. Pula potensi asapnya yang terpapar ke orang lain.

Aktivitas merokok di mobil ataupula melakukan aktivitas lain dengan smartphone saat di balik kemudi, pada titik tertentu, dapat mengganggu fokus berkendara. Potensi kecelakaan pun bukan tidak mungkin timbul akibat kelalaian semacam itu. Banyak sudah kejadian kecelakaan karena faktor pengendara yang tidak fokus, atau bahkan mengganggu pengendara lain.

Baca Juga:  Dinamika Rancangan Perda KTR Solo yang Alot Tapi Demokratis

Persoalan lainnya, iya tentu tentang pandangan publik terhadap perokok. Bukan mustahil, semua perokok akan disamaratakan akhlaknya begitu, tidak memiliki kesantunan dalam merokok. Padahal, iya masih banyak perokok lainnya yang tetap mengedepankan asas kesantunan. Memilih untuk merokok pada tempatnya, bukan saat berkendara.

Ironisnya, di tengah upaya kita mengedukasi sesama perokok, ruang-ruang merokok yang sudah seharusnya menjadi hak konsumen jauh dari kata terpenuhi. Peneyediaan ruang merokok sebagai kewajiban yang harus disediakan oleh para pengelola gedung lebih sering terabaikan.

Di beberapa gedung yang tak menyediakan ruang merokok, ada kesepakatan tak tertulis yang membuat para supir akhirnya merokok di area parkir kendaraan. Iya ini artinya, perokok memiliki konsensus yang berpijak pada asas tahu sama tahu, males repot untuk protes dan sebagainya. Akhirnya membanfaatkan area yang dianggap aman saja.

Jika ini terus dibiarkan, sangat mungkin terjadi hak dan kewajiban yang telah dijamin melalui Putusan MK nomor 57/PUU-IX/2011 tentang penyediaan ruang merokok semakin jauh panggang dari api. Asasnya sudah jelas, bahwa pengadaan ruang merokok untuk melindungi semua lapisan masyarakat. Tapi ini kerap terabaikan, hanya dipandang sebelah mata.

Beberapa peraturan daerah yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok (KTR), tidak sepenuhnya tegas untuk menjamin hak tersebut. Pengadaan ruang merokok dipandang mengakomodir hak perokok semata. Ketidaktegasan dalam konteks ini tentu menimbulkan kerancuan. Perda KTR ini sebetulnya didasari untuk menjawab problem semua masyarakat atau ada kepentingan lain sih?

Baca Juga:  162,6 Juta Penduduk Indonesia Mengidap Kanker, Paru-Paru dan Jantung?

Itu dari satu sisi. Di sisi lainnya, bagaimana mau mengedukasi perokok untuk tidak melanggar ketentuan tentang KTR, kalau ketersediaan ruangnya tidak dipenuhi? Tak ayal, pemandangan akan pelanggaran di KTR pun terjadi.

Terkait merokok di mobil, meskipun itu kendaraan milik pribadi, tetap saja merokok saat berkendara bukan suatu hal yang menguntungkan. Justru yang akan timbul dari situ lebih ke pandangan negatifnya.

Belum lagi hal-hal yang mengancam kebersihan kendaraan kita sendiri, iya memang sih tinggal dibawa ke salon khusus atau cuci sendiri saja nanti, namun, itu jelas memberi effort lebih dong. Maka, sebagai sesama, saya sampaikan rasa terimakasih kepada perokok santun yang tidak merokok saat berkendara.