Search
rokok elektrik

Rokok Elektrik Bisa Cegah Kanker?

Isu rokok dan kesehatan kerap menjadi kontroversi di masyarakat. Media memiliki andil yang masif dalam merangsang opini publik. Termasuk halnya dalam mengangkat isu rokok elektrik yang merupakan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lain (HPTL).

Informasi yang disuguhkan media menjadi semacam pembentuk alur berpikir publik dalam menentukan pilihan. Dalam konteks ini, ketika memaknai produk legal berupa rokok serta yang setara. Penyakit kanker dan penyakit mengerikan lainnya tersemat pada berita-berita yang tersebar menyoal isu yang terbilang click bait; rokok dan kesehatan.

Meski, persoalan kesehatan masyarakat dan rokok adalah dua hal berbeda. Temuan saya di realitas aktual, masyarakat awam tak semua paham fenomena post truth yang dimainkan melalui media. Di lain pihak, adapula masyarakat bernalar kritis yang berupaya mempertanyakan logika yang digunakan media dan penghambaannya. Saya adalah satu di antara sekian lainnya.

Kata kunci rokok dan kesehatan yang kontroversi ini kerap dimanfaatkan media untuk mendulang ketertarikan pembaca. Melalui teori filter bubble effect yang merupakan penjara baru bagi konsumen informasi berbasis internet, kini apapun yang diakses melalui internet mampu membentuk orientasi publik.

Mulai dari memaknai gaya hidup dan kepenganutan, serta orientasi lainnya. Sebagaimana kita tahu, rokok elektrik atau yang kerap disebut vape ini, merupakan produk alternatif yang kerap disandingkan dengan rokok konvensional. Sudah pernah saya angkat terkait yang melatari kontroversi keduanya. Yakni soal agenda pengendalian tembakau dan kepentingan bisnis nikotin di baliknya.

Baca Juga:  Menelisik Lebih Dalam Penyebab Defisit BPJS Kesehatan

Sudah bukan rahasia lagi, media arus utama menjadi senjata yang digunakan untuk menyukseskan agenda di balik isu tersebut. Mulai dari rokok elektrik yang digadang-gadang lebih aman, rokok konvensional musuh kesehatan, serta pernyataan-pernyataan kontroversi dari tokoh publik yang mendiskreditkan rokok.

Dalam konteks ini, media kerap pula mengandalkan judul pemberitaan yang boombastis hanya untuk mendulang klik. Media seakan meninggalkan proses verifikasi data yang seharusnya dilakukan, sebagai upaya menyuguhkan berita yang bermutu dan berimbang.

Salah dua di antaranya adalah pemberitaan media yang mengarahkan pembaca untuk ke satu pilihan produk melalui tajuk solusi alternatif mengurangi kebiasaan merokok dan bisa cegah kanker dan paru-paru. Tentu ini akan ditangkap cepat oleh pembaca sebagai sesuatu yang informatif—oleh publik yang notabene dikuasai hal-hal normatif. Iya, apalagi menyangkut persoalan kesehatan sih ya.

Dari judulnya saja, tertangkap sudah satu hal yang didesakkan secara implikatif. Yakni penawaran produk. Dimaksud penawaran, indikatornya terdapat pada frasa ‘solusi alternatif’. Kemudian, dikaitkan dengan persoalan normatif kesehatan, menyoroti penyakit kanker dan paru-paru.

Jika itu adalah ‘solusi alternatif’ untuk mencegah risiko kesehatan, iya tentu jawaban normatifnya adalah dengan menjaga pola hidup sehat. Di antaranya dengan istirahat dan makan secara teratur, olahraga yang cukup. Termasuk mestinya rekomendasi untuk melakukan self healing; dengan tidak bergajet ria secara berlebihan. Tahu sendiri lahya, apa yang bikin warganet jadi overthingking di hadapan smart phone.

Iya, setidaknya itulah gambaran umum untuk kita terhindar dari keluhan-keluhan kesehatan. Namun ternyata, isi pemberitaannya justru mengarahkan alur pikir konsumen untuk ke satu premis terkait vape yang diinfokan lebih aman. Waduh, promotif sekali. Semakin jelas saja dong ini, bahwa  isu pengendalian tembakau selama ini tak lain hanyalah upaya mencipta pasar baru nikotin. Alih-alih mengingatkan publik untuk mengurangi kebiasaan merokok, kok ya malah promosi vape lebih aman dibanding rokok konvensional. Jadi overthingking kan saya, ehe..

Baca Juga:  Blokir Iklan Rokok di Internet atau Blokir Kebebasan Berekspresi?

Intinya, tidak ada pilihan yang lebih aman dan mampu mencegah penyakit yang bla bla bla itu. Produk berbasis nikotin sama-sama memiliki faktor risiko. Dari ulasan ini, kita bisa menyimpulkan, bahwa media daring bukan satu-satunya corong kebenaran.

Kerja pengetahuan bukan melulu dari apa yang didefinisikan dunia di luar diri. Namun pula, dari apa yang dialami melalui proses-proses berpikir secara empiris. Sikap hidup ditentukan oleh kita sendiri dalam memaknai apa yang perlu dan tidak, mana yang berimbang dan timpang. Sober banget gak tuh. Ehe.