Press ESC to close

Tentang Larangan Merokok di Rumah Makan

Larangan merokok bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan pada semua lokasi dan kondisi. Di rumah sakit, misalnya, ketentuan dilarang merokok menjadi tepat karena memang berkaitan dengan kenyamanan dan kondusifitas pelayanan publik. Lain hal dengan larangan merokok di gunung.

Di alam terbuka, rasanya tidak masalah untuk merokok. Yang terpenting adalah memastikan puntung dan limbah rokok tidak dibuang sembarangan. Tapi ternyata pernah ada wacana melarang api unggun dan merokok di jalur pendakian gunung. Kasian sekali perokok.

Di Bali, dalam rangka menuju Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan Central Udayana turun ke lapangan melakukan pembinaan ke sejumlah restoran dalam penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Salah satu poin yang disosialisasikan adalah tentang pembatasan aktivitas merokok di rumah makan atau restoran.

Dalam konteks pelarangan, saya merasa ini kelewatan. Saya pribadi jelas menolak wacana pelarangan aktivitas merokok di ruang terbuka (restoran outdoor). Adapun yang bisa disepakati adalah win-win solution dengan membagi ruang. Pengelola restoran menyediakan area bagi para tamu yang merokok. Area yang dimaksud bukan sekadar ruang merokok semacam yang ada di stasiun, tapi ya meja makan seperti restoran pada umumnya, hanya saja di area tersebut diperbolehkan untuk merokok.

Baca Juga:  Ramadhan di Tengah Pandemi dan Pelajaran Saling Menghargai

Dengan demikian, para tamu yang non perokok bisa tetap nikmat menyantap hidangan tanpa terpapar asap rokok. Para tamu yang perokok pun bisa merokok sehabis makan tanpa harus dipersulit dengan mencari-cari tempat yang diperbolehkan. Tinggal sediakan saja fasilitas asbak di sana. Sederhana sekali. Non perokok tidak terganggu, perokok tidak kehilangan hak.

Selama ini, pendekatan yang dilakukan dalam penerapan Perda KTR kerap mengesampingkan hak para perokok. Eksekusi Perda KTR di beberapa daerah sering kebablasan jadi ajang mengebiri hak perokok. Padahal, semangat yang harusnya diusung ya kesetaraan hak antara masyarakat perokok dan non perokok.

Lagipula, tidak semua perokok itu bebal. Ada banyak perokok yang punya kesadaran tinggi soal ruang dan etik. Mereka tidak akan merokok dalam situasi dan kondisi tertentu meski tidak ada larangan di sana. Ya, balik lagi, yang harusnya diasah adalah akal sehat, bukan ego.

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd