Search
kenaikan cukai rokok

Nahdliyin Turut Menyoroti Wacana Revisi PP 109/2012

Wacana revisi PP 109/2012 terus menuai penolakan. Tak hanya dari kalangan yang berhubungan langsung dengan sektor pertembakauan, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) juga turut menyatakan sikap kritisnya terhadap pemerintah.

Sebagaimana diketahui, wacana revisi peraturan yang berisi tentang pengendalian tembakau ini didorong oleh gerakan antitembakau di Indonesia. Mereka menganggap regulasi tersebut tidak efektif dalam upaya menekan konsumsi rokok masyarakat.

Faktanya, selama pandemi ini, ketika harga-harga rokok mengalami kenaikan secara gradual akibat regulasi cukai, konsumen banyak yang beralih. Peredaran rokok ilegal yang marak di pasaran, tak dipungkiri menjadi pilihan bagi sebagian perokok selain melinting rokok secara mandiri.

Sebelum adanya dorongan wacana revisi PP 109/2012 ini saja IHT harus mengambil siasat efesiensi. Siasat tersebut berimbas pada serapan tembakau dari petani. Kenaikan cukai yang terus digenjot pemerintah saja begitu berdampak sistemik.

Pihak Lakpesdam sendiri meminta pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak ke petani. Bukan kebijakan yang mengarah pada matinya industri rokok dalam negeri. Industri rokok terutama kretek, merupakan sektor padat karya yang telah menjadi gantungan hidup masyarakat.

Baca Juga:  Harga Rokok Sudah Mahal, Antirokok Tidak Juga Puas

Sebagian besar para pelaku di sektor pertembakauan ini adalah nahdliyin, kehidupan mereka sangat bergantung dari sektor kretek. Petani ini golongan masyarakat paling rentan, harusnya pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan petani, bukan malah membuat mereka sengsara. Krisis akibat pandemi saja sudah membuat petani menjerit, ditambah lagi wacana revisi yang berpotensi mematikan industri.

Sebagaimana yang telah kita bahas pada beberapa tulisan sebelumnya, dorongan revisi ini sarat kepentingan politik ekonomi, kaitannya dengan agenda rezim kesehatan global dalam upaya menghapus rokok dari budaya masyarakat dunia melalui FCTC.

Ditegaskan pula melalui juru bicara Lakpesdam, seharusnya pemerintah memberi angin segar untuk perbaikan ekonomi masyarakat. Apalagi di masa yang serba sulit seperti sekarang, untuk bisa bertahan hidup dari tembakau buka perkara mudah. Petani membutuhkan biaya produksi dan pemeliharaan sampai nantinya bisa dijual ke pabrikan.

Kurun tiga tahun terakhir, petani tembakau tercatat mengalami penurunan pendapatan. Sebagian besar tembakau yang tak terserap, banyak dijual ke pasaran dengan harga di bawah rata-rata. Bicara soal bahan baku rokok di Indonesia tentu bukan semata-mata tembakau saja.

Baca Juga:  Kenaikan Tarif Cukai Menyengsarakan Petani

Sebagaimana kita tahu juga, rokok kretek sebagai komoditas yang mendominasi 90% pasar dalam negeri, membutuhkan bahan baku cengkeh. Andil industri rokok dalam menyerap cengkeh dalam negeri sangatlah besar. Ini sesuatu yang menguntungkan tentunya bagi petani.

Jika wacana revisi peraturan itu terlaksana, di hulu industri yang terkena imbasnya tidak hanya petani tembakau. Para petani cengkeh juga akan mengalami pukulan yang sama akibat regulasi yang tidak berpihak.