Press ESC to close

Harga Rokok Naik, Perokok Anak Berkurang?

Fenomena perokok anak terus jadi polemik. Kelompok antirokok sangat sering memainkan narasi perokok anak dalam agenda pengendalian tembakau. Karena memang begitulah cara kerja mereka (baca: antirokok); membangun citra buruk pada rokok. Harga rokok pun didorong untuk terus naik.

Padahal, peredaran rokok di Indonesia terikat pada regulasi yang sangat ketat. Mulai dari pembatasan usia konsumen, pembatasan ruang bagi perokok, hingga pembatasan iklan, adalah beberapa bukti bahwa rokok dan perokok cenderung disudutkan.

Antirokok, melalui isu kesehatan, kerap kali mengait-ngaitkan keberadaan iklan rokok dan display rokok di ritel sebagai faktor utama meningkatnya angka perokok pemula. Publik dipaksa percaya akan adanya kebenaran bahwa iklan rokoklah penyebab tunggal atas munculnya beberapa kasus terkait anak di bawah umur yang merokok.

Persoalan perokok anak pada akhirnya ditindaklanjuti dengan wacana menaikkan tarif cukai rokok, yang secara otomatis turut mendongkrak harga jual rokok. Bahkan, sudah ramai wacana bahwa cukai dan harga rokok tahun 2022 akan kembali naik. Dan salah satu argumentasi pemerintah ya untuk mengendalikan prevalensi perokok anak.

Baca Juga:  Buruh Linting Dihantui Virus dan PHK, Negara Bertanggung Jawab

Selain harga, solusi lain yang dipilih adalah menutup display rokok dengan tirai. Maksudnya agar anak-anak tidak melihat produk rokok.

Ada beberapa langkah lain yang sebenarnya lebih bijak untuk diambil. Di antaranya adalah dengan memperketat pengawasan dalam distribusi rokok ke masyarakat. Misal, dengan memberlakukan larangan menjual rokok pada anak.

Langkah bijak tersebut sudah pernah dilakukan oleh lebih dari 120 ribu toko klontong yang tergabung dalam SRC. Di toko-toko mereka terpampang pengumuman sosialisasi Program Pencegahan Akses Pembelian Rokok oleh Anak-anak (PPRA). Pengumuman tersebut berwujud stiker dengan kalimat-kalimat peringatan.

Ini tentu perlu diapresiasi. Perlu juga dicontoh oleh berbagai warung yang menyediakan rokok sebagai salah satu produk dagangannya. Bahwa anak memang bukanlah target pasar rokok, bahwa anak adalah kelompok rentan yang belum layak merokok, tentunya perlu jadi komitmen bersama. Para perokok santun wajib memegang komitmen itu.

Dengan demikian, kampanye antirokok yang senang merawat polemik bisa diredakan pelan-pelan.

Di samping para pedagang harus mencegah penjualan rokok pada anak, ada juga elemen orang tua dan keluarga yang perlu memainkan peran. Edukasi harus dikedepankan. Anak-anak harus diberi tahu kalau mereka boleh merokok, kelak ketika mereka sudah berusia 18 tahun, tidak sekarang.

Baca Juga:  Cara Negara Memainkan Narasi Bahaya Rokok

Intinya, tindakan pencegahan harus dijadikan instrumen utama, alih-alih terus menaikkan tarif cukai dan harga jual rokok.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd