Press ESC to close

Begini Saran Wantimpres Soal Kebijakan Tarif Cukai

Kebijakan tarif cukai di Indonesia tidak pernah lepas dari konflik kepentingan. Maksudnya, ada tarik-ulur, lobi-lobi, juga perang narasi dalam proses pembahasan dan penyusunan regulasi soal cukai rokok. Ya, maklum saja, rokok adalah komoditas seksi di negeri ini.

Rokok menjadi seksi karena banyak yang menyukai, juga punya banyak kontribusi pada pendapatan negara, khususnya dari sektor cukai. Betapa tidak, triliunan rupiah secara konsisten masuk ke kas negara tiap tahun. Target penerimaan cukai pun seringkali dinaikkan. Seksi sekali.

Oleh karena itulah kebijakan tarif cukai jadi sesuatu yang tidak bisa tidak, harus dibahas mendalam, komprehensif dan bijaksana. Kenapa? Ada jutaan orang yang menggantungkan hajat hidupnya pada sektor ini. Satu kebijakan kontraproduktif, jutaan kehidupan terusik.

Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, tidak boleh sembarangan dalam mengambil keputusan. Setiap pihak yang berkepentingan harus didengarkan dan dipertimbangkan pendapatnya. Kepada petani, kepada buruh, kepada pabrikan, kepada pedagang, juga kepada para konsumen, harus ditanyakan sikapnya sebelum menentukan kebijakan tarif cukai.

Di Indonesia, tarik-ulur soal kebijakan cukai sangat alot. Maksudnya, pihak-pihak yang membenci rokok selalu menuntut tarif cukai dinaikkan setinggi-tingginya. Kalaupun sudah terpenuhi (tarif cukai naik tinggi), tahun depan pun tetap diminta naik lagi. Terpenuhi lagi, menuntut lagi, terpenuhi lagi, menuntut lagi. Terus begitu. Pertanyaannya, mengapa mereka terus menuntut kenaikan tarif cukai? Mengapa tidak sekalian menuntut agar pabrik rokok ditutup saja?

Baca Juga:  Rokok Ilegal; Jangan Hanya Pedagang, Awasi Juga Oknum Aparat

Padahal, fakta di depan mata sudah terlihat, bahwa ketika tarif cukai terus melambung, harga jual akan terkerek. Konsumen kesulitan, banyak yang beralih ke tingwe dan rokok ilegal. Mau tidak mau, sektor produksi akan menurunkan serapan bahan baku. Hasil panen petani tembakau tak terjual, menumpuk di gudang. Demikian pula dengan petani cengkeh yang menjual hampir seluruh hasil panennya pada industri ini. Belum lagi pedagang asongan, warung rokok, dan segenap stakeholder pertembakauan yang jutaan jiwa banyaknya.

Apalagi jika berbicara soal Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor industri padat karya, dimana mayoritas pekerjanya adalah perempuan, para ibu, tak sedikit pula yang merangkap jadi tulang punggung keluarga. Kenaikan tarif cukai pasti akan berdampak luar biasa.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Soekarwo juga menyampaikan pendapatnya soal problematika tarif cukai rokok khususnya kategori SKT. Harapannya, tarif cukai tidak dinaikkan. Beliau menilai menaikkan tarif cukai di tengah pandemi COVID-19 akan memukul sektor padat karya.

“Kalau cukai SKT dinaikkan, pengangguran akan luar biasa,” kata Soekarwo.

Baca Juga:  Tembakau dan Jawa Timur Dua Hal yang Tak Terpisahkan

Wantimpres adalah pembisik resmi Presiden. Dan sebagai anggota Wantimpres, pandangan serta perhitungan Soekarwo layak dipertimbangkan. Apalagi opininya lahir setelah berdialog dengan para pekerja/buruh linting SKT.

Beliau juga menyatakan bahwa apa yang jadi pandangannya saat ini akan dijadikan masukan pada Presiden sebelum memutuskan. Apakah tarif cukai akan naik secara eksesif (lagi)? Tinggal kita lihat ujung dari polemik ini; kebijakan macam apa yang lahir kelak.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd