Merokok sambil berkendara sejatinya dapat menimbulkan risiko fatal bagi orang lain. Baik di atas motor maupun saat di dalam mobil, orang-orang yang merokok saat di kendaraan itu bukanlah perokok santun.
Bermula dari cuitan seorang pengendara yang terkena bara rokok orang yang merokok di kendaraan. Di dalam cuitannya dia mengecam perilaku perokok yang tidak bertanggung jawab itu.
Jika ditilik dari sisi peraturan berkendara, ada 10 jenis pelanggaran lalu lintas yang bisa ditindak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Meski dari 10 jenis pelanggaran tersebut, merokok tidak masuk di dalamnya, artinya tidak ada ancaman tilang bagi perilaku merokok. Tetapi bagi saya, perilaku perokok bandel yang egois merokok saat berkendara tetap tak bisa dibenarkan.
Bukan apa-apa, perilaku merokok semacam itu jelas-jelas merugikan orang lain. Jelas akan berbuntut kecaman dari pihak manapun. Sudah barang tentu akan menambah stigma buruk yang ditimpakan ke semua perokok.
Istilah pukul rata terjadi dalam konteks ini. Meski kita tahu, tidak semua perokok berlaku egois merokok di kendaraan. Artinya, diluar perkara itu banyak perokok yang sejatinya mengedepankan kesantunan dalam merokok.
Tidak jarang perokok saat di jalanan memilih untuk menepi dulu untuk sebats. Iya, barang dua-tiga jenak di warung kopi seperti yang juga saya lakukan saat ngantuk di jalan.
Dinilai secara sekilas, memang merokok sambil berkendara bukanlah satu masalah besar. Kemungkinan orang lain terpapar asap rokok sebenarnya kecil, karena dilakukan di ruang terbuka. Beda hal jika orang yang benci asap rokok itu adalah orang yang dibonceng misalnya.
Hanya saja masalahnya, potensi ancaman tentu bukan pada asap, justru abu/bara rokoklah yang paling mengganggu. Seperti yang dialami pengendara yang mencuitkan kejadian tak menyenangkan itu.
Kepolisian pun sejak belakang hari menaruh perhatian pada fenomena ini. Disebutkan bahwa aktivitas merokok saat berkendara berpotensi mengganggu konsentrasi. Meski, kita sebagai perokok punya pembenaran subyektif, bahwa merokok dapat meningkatkan fokus berkendara. Tetap saja tidak dibenarkan.
Kejadian tidak menyenangkan akibat abu/bara rokok ini tentu dapat menjadi amunisi bagi antirokok. Terlebih itu dicuitkan di media sosial, lagi-lagi akan menambah tebal stigma yang dialamatkan ke perokok. Semua perokok akhirnya mendapat cap biang kerok.
Semakin tebal saja pandangan buruk publik terhadap perokok. Kecaman demi kecaman akan menjadi bebunyian yang gaduh, sehingga rokok sebagai produk legal serta konsumennya seperti layak untuk didiskreditkan. Pastilah ini bukan hal menyenangkan bagi perokok, terlebih masyarakat umumnya.
Untuk itu itikad untuk berlaku santun sebagai perokok harus sudah kita tanamkan. Jika kita berharap diperlakukan adil sejak dalam pikiran oleh masyarakat, maka itikad perokok santun sudah semestinya lebih dikedepankan.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024