Press ESC to close

Perempuan Merokok Dan Kerentanan Ganda

Membaca berita tentang kejahatan-kejahatan kepada perempuan akhir-akhir ini sungguh bikin dada saya panas. Ternyata benar, sampai detik ini, belum ada tempat yang benar-benar aman bagi perempuan. Posisi perempuan seringkali terjebak pada situasi-situasi yang rentan di kultur sosial. Segalanya seakan telah terdikte, mereka harus melakukan ‘ini-itu’, menjauhi ‘ini-itu’, tanpa punya kebebasan atas dirinya. Sampai pada titik mereka didikte perkara mengonsumsi sebatang rokok. Bagi masyarakat kita, perempuan merokok dianggap sebagai perilaku yang tabu dan hanya dilakukan oleh perempuan nakal.

Stigma-stigma semacam itu sungguh bikin saya mual. Apalagi kalau itu datangnya juga dari teman terdekat saya, yang juga seorang perokok. Laku-laku adil sejak dalam pikiran memang jauh dari masyarakat kita. Kebiasaan mendikte dan melabeli seseorang bagi masyarakat kita seakan jadi laku yang mendarah daging. Sulit dihindari.

Apa yang salah dari perempuan merokok?

Mau bilang kalau perempuan merokok itu mencerminkan perilaku yang nakal? Sejak kapan sebatang rokok itu jadi cerminan sifat dan perilaku seseorang? Apa dasarnya? Stigma semacam ini harus segera disingkirkan jauh-jauh. Sebab, hanya akan memperburuk posisi perempuan dalam kultur masyarakat sosial.

Baca Juga:  Kemenkes Perlu Mendengar Suara Petani Tembakau

Mau bilang kalau berbagai penyakit akan menyerang perempuan yang merokok? Memang sih merokok itu mempunyai faktor resiko. Tapi, tak bisa kita juga men-judge kalau segala penyakit itu disebabkan oleh rokok. Dan tak ada alasan untuk kita mengatur tentang apa-apa yang orang lain konsumsi.

Kenapa perempuan merokok selalu disudutkan? Padahal rokok bukanlah produk terlarang dan tak ada aturan soal gender. Apalagi jika perempuan tersebut mengenakan hijab. Wah, makin banyak nyinyiran yang akan menimpanya. Perilakunya yang merokok bukan hanya dianggap seakan tak bermoral, tapi juga sudah menodai agama. Ngeri betul..

Perlu diketahui bahwa rokok bukan diciptakan untuk laki-laki saja. Siapapun boleh merokok, asal sudah berusia 18 tahun dan paham soal faktor resiko. Baik perempuan ataupun laki-laki mempunyai hak yang sama untuk mengonsumsinya. Tak ada undang-undang yang melarangnya.

Di masyarakat kita, butuh keberanian besar bagi perempuan untuk bisa merokok di depan umum. Sebab, akan banyak yang berperan sebagai polisi moral yang seakan peduli namun nyatanya ‘standar ganda’. Picingan mata-mata tajam dari orang sekitar akan tertuju kepadanya. Pandangan-pandangan miring bagi perempuan merokok jadi semacam makanan sehari-hari.

Baca Juga:  Para Pekerja di Seluruh Dunia, Sebats Dulu Lah!

Sudah saatnya kita memandang sesuatu dengan jernih. Tak ada yang salah saat perempuan memutuskan untuk merokok. Merokok itu adalah sebuah pilihan dan haknya harus dilindungi. Bukan tugas kita untuk menilai baik buruknya seseorang. Perempuan harus benar-benar mendapatkan ruang teraman, kemerdekaan atas hidupnya, tanpa lagi mendapatkan picingan-picingan mata tajam dari orang-orang.

Saya sadar betul, menjadi perempuan di bangsa patriarki itu benar-benar sulit. Menjadi perempuan yang biasa saja (tanpa menjadi perokok) sudah rentan terhadap berbagai ancaman, apalagi menjadi perempuan yang merokok. Stigma negatif bertambah. Kerentanan berganda.

Fahrizal Afdillah

Perokok setia