Tidaklah keliru jika peneliti Thailand belakangan ini mengembangkan sebuah penelitian berbasis daun tembakau. Pasalnya, memang sudah sejak jauh lampau diketahui bahwa tanaman tembakau memiliki manfaat medis. Bahkan terkait kebutuhan vaksin covid-19, beberapa peneliti dari negara lain telah lebih dulu memulainya.
Banyak sumber literatur yang menjelaskan berbagai manfaat yang didapat dari tanaman dari jenis vegetasi ini. Misalnya saja, ketika tembakau dimanfaatkan proteinnya untuk menstimuli antibody sebagai penangkal virus human papilloma. Virus ini adalah penyebab terjadinya kanker Rahim.
Selain untuk protein antikanker, kandungan protein penting yang ada pada tembakau mampu berfungsi sebagai stimulator perbanyakan sel tunas (stemcell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak.
Tidak hanya itu, beberapa ilmuwan Eropa pada Maret 2013 silam, dikabarkan telah mempublikasikan suksesi penelitian mereka dalam memproduksi obat diabetes dan kekebalan tubuh. Seturut semangat yang sama, sejumlah ilmuwan yang tergabung dalam proyek pharma-planta membuat tembakau transgenik yang memproduksi interleukin, yang merupakan cytokine antiradang yang ampuh.
Di lain penelitian, pada tanaman yang kerap dikenal sebagai bahan baku rokok ini telah dikembangkan juga protein yang disebut griffithsin sebagai penangkal HIV, protein ini sekali lagi berfungsi untuk mengaktifkan kekebalan tubuh. Bedanya, bukan tembakaunya yang menghasilkan protein, melainkan virus tembakaunya. Unik juga kan.
Pada masa selanjutnya, ketika virus covid 19 mewabah di seluruh dunia. Sehingga berdampak terhadap stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat di berbagai negara dunia, tak terkecuali di Indonesia. Beragam polemik terjadi di Indonesia terkait penyelesaian pandemi.
Di antaranya soal pengadaan vaksin dan proses distribusi yang ketergantungan pada ketersediaan vaksin yang dibeli dari perusahaan farmasi dari negara lain. Untuk mengatasi kebutuhan akan vaksin covid, negara menanggung hutang sampai ratusan triliun rupiah.
Satu hal yang mengejutkan di tahun 2020 itu, ternyata tanaman berjuluk emas hijau ini telah diteliti dan dikembangkan sebagai vaksin peningkat imunitas tubuh, yang tentu saja fungsinya untuk menangkal serangan virus covid yang menyerang sistem tubuh.
Hasil temuan vaksin covid tersebut dilakukan oleh sejumlah ilmuwan dari Prancis. Dikabarkan, ada dua perusahaan bioteknologi yang sudah mulai mengembangkan vaksin COVID dengan menggunakan bahan dasar tembakau. Kedua perusahaan tersebut adalah Kentucky BioProcessing (KBP) dan Medicago yang berbasis di Kanada.
Pengembangan vaksin ini menggunakan tembakau jenis Nicotiana Benthamiana untuk menghasilkan protein kunci yang dapat digunakan dalam pembuatan vaksin yang diduga dapat membungkus protein virus corona.Tidak hanya ilmuwan dari Prancis, para peneliti di China pun telah mengembangkan vaksin yang sama. Bahkan, jauh sebelum temuan itu, penangkal virus Ebola juga dikembangkan dari tembakau.
Lalu belakangan ini, ketika ancaman virus covid 19 tak lagi sesanter tahun-tahun sebelumnya. Dunia dihebohkan lagi oleh varian covid baru bernama Omicron. Kemudian, muncul kabar yang juga menjadi angin segar yang baik dari Thailand, terkait pengembangan vaksin penangkal varian Omicron itu.
Pengujian vaksin nabati di Tahiland ini dimulai pada tahun 2020, dengan rencana melakukan uji klinis pada musim semi. Menurut rencana, vaksin paling awal akan diizinkan untuk digunakan pada akhir 2022 dengan melewati berbagai regulasi.
Seperti yang saya sampaikan di awal paragrap, tidaklah keliru jika negara Thailand mengembangkan daun tembakau yang di Indonesia sendiri masih sebatas pemanfaatannya untuk bahan baku rokok. Sementara di Thailand, sudah meningkat untuk pembuatan vaksin.
Padahal, kalau mau bicara tembakau lebih dalam lagi, Indonesia sudah sejak lama dikenal memiliki banyak jenis tembakau. Sebagaimana kita ketahui, pemanfaatan beragam jenis tembakau di Indonesia hanya sebatas diserap devisanya dari sektor cukai rokok.
Inilah kemudian yang memicu munculnya pertanyaan, kenapa penelitian dan pemanfaatan tembakau untuk medis lebih dahulu dilakukan negara lain, kenapa buka Indonesia yang jelas-jelas sumber penelitiannya berlimpah?
Tahu sendiri lah ya, di negeri kita komoditas strategis ini justru berkutat pada perkara stigma sebagai biang kerok masalah kesehatan. Berulang kontroversi tentang tembakau dan rokok dicap sebagai momok yang melemahkan generasi, memiskinkan masyarakat, penyumbangpolusi, bahkan disebut-sebut pemicu prevalensi stunting di masyarakat.
Namun, ada satu hal yang perlu kita cermati lagi, dari berbagai sumber yang mengangkat proses pembuatan vaksin asal Thailand itu. Bahan bakunya merupakan varian tembakau berkadar nikotin rendah yang bukan untuk bahan baku rokok. Kabarnya lagi, varian tembakau tersebut berasal dari Australia.
Lalu, apakah artinya tembakau kita memang tidak layak diteliti dan diangkat pemanfaatannya seperti yang dilakukan negara-negara lain? Saya rasa sampai di sini kita dapat menarik kesimpulan masing-masing, tak perlu kejauhan juag dipikir soal ada apa di balik itu semua.
Di negeri ini, cukuplah tembakau dijadikan sumber devisa selain pula sebagai sumber perdebatan antar kalangan. Perkara itu dijadikan sebagai lahan bagi antirokok untuk tetap punya bahan nyiyiran ke perokok. Anggap saja iman perokok memang perlu terus mengalami ujian dari para haters tembakau. Tak perlulah bahas hal-hal lain yang lebih mutakhir, apalagi soal konspirasi global terkait pengendalian tembakau. Selamat sebats selamat terbebas dari bahaya overthinking.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024