Palu sudah diketuk, tarif cukai rokok naik dengan rata-rata 12%. Kenaikan dialami semua golongan rokok seperti: SKM, SPM, SKT. Kebijakan ini menimbulkan efek domino yang tentunya akan buruk bagi industri tembakau. Salah satunya yang sudah pasti terjadi adalah melambung tingginya harga rokok.
Bagi perokok, ada beberapa yang mengakali naiknya harga dengan memilih untuk tingwe (linting dhewe). Beberapa di antara yang lainnya, terpaksa lebih memilih untuk membeli rokok ilegal. Masih baik kalau banyak perokok memilih untuk melakukan yang pertama. Tapi, ketika orang banyak melakukan hal yang kedua—beli rokok ilegal, bukan hanya merugikan bagi industri, namun juga bagi pemerintah.
Negara akan merugi besar jika tak berhasil memberantas peredaran rokok ilegal. Oleh sebab itulah kebijakan naiknya tarif cukai biasanya diiringi dengan masifnya pemberantasan rokok ilegal.
Kasus rokok ilegal masalah klasik yang tak kunjung terselesaikan. Sepanjang tahun 2021 saja sudah ada banyak kasus penyelundupan rokok ilegal. Kasus terbaru, yaitu penangkapan atas penyelundupan 312.000 batang dengan nilai barang sebesar Rp 318,24 juta. Bukankah itu angka yang fantastis? Itu baru satu kasus, masih ada kasus-kasus rokok ilegal lainnya. Belum lagi kasus penyelundupan yang tak terungkap.
Persoalan naiknya tarif cukai dan maraknya rokok ilegal seperti paradoks. Kebijakan naiknya tarif cukai dimaksud untuk mengurangi prevalansi perokok anak–yang padahal tak pernah berhasil–dan sebagai suntikan dana untuk memberantas rokok ilegal. Sementara rokok ilegal justru semakin marak karena kebijakan cukai itu sendiri. Siklusnya hanya akan begitu-begitu saja.
Sejujurnya, tak bisa ditampik bahwa rokok ilegal memang menggoda. Secara harga, sangat jauh perbedaannya. Itu bisa terjadi karena rokok ilegal tidak membayar pita cukai seperti rokok-rokok legal yang beredar di pasaran. Makanya harga produknya jauh lebih murah. Kalau begini terus setiap tahunnya, dikhawatirkan rokok ilegal akan jadi pilihan bagi banyak perokok akibat kekecewaan pada kebijakan cukai.
Lagi pula, soal rasa, tak jauh beda. Perokok bisa dengan mudah menurunkan ego selera. Dari yang sebelumnya mengonsumsi rokok bermerek akan mengakali dengan membeli rokok ilegal dengan rasa yang hampir mirip. Memilih membeli rokok ilegal bagi mereka akan lebih masuk akal atas melambung tingginya harga rokok legal.
Bisa saja nantinya penyebaran rokok ilegal malah semakin masif dan lebih terang-terangan. Andaikan saja 50% dari jumlah perokok di Indonesia lebih memilih rokok ilegal, bisa dibayangkan berapa kerugian yang bakal ditanggung oleh negara?
Saya tidak menyarankan siapapun untuk mengonsumsi rokok ilegal karena jelas perbuatan itu akan menabrak regulasi yang berlaku di negara ini. Tapi, pemerintah mestinya lebih menyadari situasi kalau keputusan menaikkan tarif cukai rokok di masa-masa seperti ini hanya akan menimbulkan kerumitan. Namanya saja kebijakan, mestinya harus diputuskan sebijak-bijaknya.
- Panduan Lengkap: Cara Melembabkan Tembakau dengan Benar - 26 September 2023
- SPG Rokok, Penyambung Lidah Pabrikan dan Perokok - 5 August 2023
- Soal Ruang Merokok Di Mandalika Yang Diprotes Susi - 28 March 2022