Press ESC to close

Tembakau Linting Jadi Primadona

Tembakau linting di masyarakat kini terlihat menjadi tren yang cukup marak terlihat. Aktivitas melinting tembakau menjadi lazim pasca kenaikan cukai ditetapkan. Jika ada beberapa teman yang perokok mulai terlihat melinting, itu tandanya popularitas mengnsumsi tembakau tak perlu dianggap tabu lagi.

Bila sebagian masyarakat, terutama di perkotaan yang menganggap itu hal lumrah sebagai respon dari kenaikan cukai rokok. Iya memang itulah adanya. Kenaikan cukai rokok 2022 adalah salah satu pemicu tren tersebut.

Beberapa jenis tembakau, sebut saja tembakau Gayo, yang dulu tidak begitu dikenal, kemudian menjadi populer di sejumlah kalangan. Tren popularitas tembakau Gayo ini merambah kota-kota besar di Jawa sejak tiga tahun kebelakang. Selain itu, popularitas tembakau golongan low nicotine dengan tarikan enteng dan tidak nyegrak, demikian diminati kalangan penikmatnya.

Biasanya, tembakau-tembakau ringan diisap itu berasal dari Madura dan Jawa Timur. Tak ketinggalan juga tembakau dari Lombok yang dikenal dengan tembakau Senang. Tembakau menjadi primadona di sebagian besar kalangan perokok. Perokok jika dihadapkan pada pilihan berhenti membeli rokok, iya lebih baik tingwe dari pada rokok ilegal.

Baca Juga:  Menteri Perindustrian Sebut Rokok dan Cerutu Sebagai Produk Kearifan Lokal

Tren membuat rokok secara mandiri ini tentu saja bukan hal baru, ada masa pasang surutnya juga. Di tiap pergantian tahun, tren ini kerap meningkat dan cukup merebut perhatian. Bisa dipastikan lantaran kenaikan cukai yang memberi efek domino, iya bagi pemerintah maupun stakeholder pertembakauan.

Sejak tahun 2016,  dapat kita tengarai sebagai titik awal naiknya tarif cukai di atas 10 persen. Fakta ini menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat, perokok banyak yang beralih ke rokok golongan murah ataupun tingwe. Banyak petani yang tembakaunya tak terserap pabrikan, hasil panen yang masih menumpuk kemudian dijual secara ecer di pasar.

Selain banyak perokok beralih ke tingwe, penikmat produk SKT pun mengalami peningkatan. Sebagaimana kita tahu, produk golongan rokok non filter ini relatif lebih terjangkau. Apalagi tembakau tingwe yang di pasaran kalau kita membeli setengah ons saja, sudah bisa buat merokok sebulan.

Jika dibandingkan dari sisi harga, katakanlah harga rokok putihan 30 ribu/bungkus yang habis diisap dalam sehari. Tembakau tingwe ataupula tembakau curah yang beredar marak di pasaran, sudah bisa bikin perokok ngebul dalam jangka waktu yang cukup panjang. Sebagian besar menyebut tingwe lebih hemat.

Baca Juga:  Kenaikan Tarif Cukai Mencekik Petani

Peningkatan konsumen tembakau linting ini dibarengi pula dengan bermunculannya toko-toko yang menjual tembakau. Untuk di Jogja saja, toko tembakau dan beberapa coffe shop turut menjadikan tembakau tingwe sebagai produk jualannya.

Maraknya penikmat tembakau yang jargon kerennya dikenal dengan roll your own ini bukan hanya dipandang sebagai konsekuensi dari kenaikan cukai. Tetapi juga menjadi alat perlawanan masyarakat terhadap rezim cukai. Inilah salah satu yang istimewa dari masayarakat kita, daya adaptif dan kemampuan memproduksi sendiri sesuatu yang menjadi bagian dari budaya sehari-hari.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah