Karena nilai ekonomis yang tinggi, tembakau sering disebut dengan istilah emas hijau. Dengan fakta itu, maka tidak heran jika segala aspek yang berkaitan dengan tembakau kental dengan nuansa kepentingan. Segala aspek, termasuk suara petani tembakau.
Pertanyaannya: Suara yang bagaimana? Apakah dengan demikian berarti suara keluhan petani tembakau di Indonesia sangat diperhatikan? Apakah berarti pendapat petani di Indonesia itu penting?
Pertanyaan-pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh otoritas. Maksudnya, pemerintah yang bertanggungjawab membuktikan kalau memang pandangan serta pendapat petani dianggap penting. Semua bisa dilihat dari produk kebijakan yang mengenai hajat hidup petani. Keberpihakan pemerintah tentu dimanifestasikan dalam regulasi.
Dari sejarah beberapa tahun belakangan, ketika kebijakan tarif cukai diumumkan, ada banyak suara penolakan dari elemen petani. Mereka butuh didengar. Mereka butuh diperhatikan. Mereka butuh diberi kesempatan menyampaikan apa yang harus dan apa yang jangan versi mereka. Faktanya, tak tarif cukai terus naik secara gradual.
Masalahnya, petani tembakau jadi salah satu elemen dalam mata rantai pertembakauan yang cukup kompleks. Kebijakan tarif cukai, pada titik tertentu, jelas berdampak pada dapur kehidupan mereka bersama sanak keluarganya. Serapan tembakau mereka menurun seiring dengan regulasi cukai yang makin hari makin mencekik stakeholder pertembakauan. Hasil panennya menumpuk di gudang.
Tembakau yang begitu “seksi” juga menyita perhatian para tokoh politik dalam negeri. Terutama dalam periode pembahasan RUU Pertembakauan, tidak sedikit politisi yang terang-terangan menyampaikan pendapatnya tentang tembakau, baik pro maupun kontra. Politisi pro petani mengejar simpati. Politisi kontra bergeming.
Dalam kontestasi elektoral seperti Pilkada, ada banyak calon yang tebar pesona ke petani, terutama daerah yang menjadi sentra tembakau. Sebagai contoh, Ana dan Wawan menjadikan isu tembakau sebagai salah satu program unggulan dalam kampanye pemilihan Bupati di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2018 silam. Mereka bahkan mewacanakan bantuan tunai Rp 10 juta untuk modal tanam bagi para petani termasuk petani tembakau di Bojonegoro dengan alokasi yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Para petani dan pekerja tembakau dihadapkan pada janji kesejahteraan.
Kini Indonesia tengah mendekati tahun politik nasional. Ada banyak tokoh politik yang mulai membedaki diri. Dan, lagi-lagi, elemen petani tembakau jadi salah satu yang paling seksi untuk direbut simpatinya.
Ketua Koordinator Petani Tembakau Madura, Abdul Halim menilai Menteri BUMN, Erick Thohir adalah salah satu sosok pemimpin yang layak menjadi presiden meneruskan kepemimpinan Presiden Jokowi. Tak tanggung, beliau menyebut Erick sebagai presidennya petani, khususnya petani tembakau di Madura. Petani tembakau dalam pusaran politik nasional.
Sepintas tidak ada yang salah dengan dukungan terbuka dari rakyat. Tapi, jika ditilik, gerakan dukungan politik semacam ini sarat dengan transaksi janji-janji. Pada konteks ini suara petani penting bagi para politisi. Iya, suara-suara dukungan. Kalau bisa, dikapitalisasi dalam bentuk suara di balik bilik pencoblosan kelak.
Kita tidak bisa menyalahkan kaum kecil yang berharap pada orang gede di negeri ini. Para penggede itulah yang harus bertanggung jawab. Dengan segala kapasitas yang dimiliki, mereka harus merealisasikan apa yang pernah mereka janjikan dalam kampanye-kampanyenya.
Ada banyak juga momen petani marah, kecewa, dan sesak, akibat dilupakan begitu saja. Harapan demi harapan perlahan berubah jadi penyesalan. Realisasi dari janji-janji ditagih. Tapi, suara mereka mendadak tidak terdengar. Hal semacam ini tidak boleh terus berulang. Isu tembakau tidak bisa disederhanakan jadi dagangan politik.
“Ikrar pada hari ini, kami Petani Tembakau Madura tegaskan untuk memberikan dukungan dengan segenap harapan, kesungguhan serta kerelaan untuk mendukung Bapak Erick Thohir menjadi Presiden 2024-2029,” ujar petani.
Kita tidak bisa menebak hari esok, tapi mari berandai-andai Erick Thohir jadi presiden selanjutnya. Kira-kira, apakah dukungan para petani di Madura masih melekat dalam benaknya ketika antirokok global menawarkan dukungan politik? Jujur, saya ragu.
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022
Leave a Reply