Press ESC to close

Bekasi Darurat Rokok Ilegal?

Wakil Gubernur Jawa Barat, Uul Ruzhanul Ulum menyatakan daerah Bekasi saat ini dalam kondisi darurat rokok ilegal. Pernyataan itu disampaikannya beberapa waktu lalu saat melakukan kunjungan ke daerah Bekasi. Salah satu kota penyangga ibukota Jakarta ini mendapat sorotan khusus dalam menduduki peringkat tertinggi se-Jawa Barat terkait peredaran rokok non cukai.

Maraknya peredaran produk tembakau yang tak bercukai merupakan konsekuensi dari kebijakan cukai rokok yang eksesif memukul industri. Dari tahun ke tahun sejak 2016 sampai tahun 2022 ini, telah berakibat pada meningkatnya peredaran rokok ilegal di banyak daerah, kondisi ini cukup merisaukan para pihak terutama pemerintah.

Dengan mengusung jargon Gempur Rokok Ilegal. Pihak Bea Cukai sendiri dalam upayanya telah mengambil tindakan razia di mana-mana secara serentak. Upaya keseriusan dalam menekan kerugian negara tersebut pada tahun 2022 ini dilaksanakan di sejumlah daerah, sejak Juni yang lalu.

Maraknya rokok tanpa cukai yang beredar di pasaran memang tak pernah tuntas diberantas dari tahun ke tahun. Meski terakhir kabarnya puluhan ribu bungkus atau sebanyak 1.934.860 batang rokok dimusnahkan di halaman kantor bea cukai Ketapang, pada 21 Juni yang silam.

Tak ketinggalan dalam melaksanakan operasi gempur rokok ilegal itu, berhasil dijalankan juga di sejumlah daerah. Seperti di Palopo, Bengkulu, Palu, Maros, Bandung dan Kediri. Sungguh hal ini menjadi gambaran betapa seriusnya upaya pengejawantahan amanat yang diemban Bea Cukai dalam penegakkan hukum.

Sebagian besar rokok tersebut disita dari para penjual rokok eceran di daerah-daerah yang telah diketahui marak akan persebaran rokok tanpa cukai. Biasanya, mereka akan melakukan proses pengintaian terlebih dahulu serta melakukan penyamaran ketika harus memastikan di lokasi mana mereka menargetkan agenda razianya.

Kondisi yang kontraproduktif ini menjadi isyarat bahwa rokok yang beredar tanpa cukai itu telah menjadi momok yang harus dimusnahkan. Jika ditilik dari sisi pasar, peredaran rokok ilegal ini meskipun telah mendapatnkan pasarnya. Namun, dari sisi keamanan produk tidak dapat dipastikan aman. Dengan kata lain dapat berakibat buruk dan merugikan masyarakat. Sebagaimana halnya yang terjadi di Bekasi.

Baca Juga:  Edukasi Budidaya Tembakau ala Pemkab Probolinggo

Bekasi sebagai sebuah kota yang tergolong bagi dari metropolitan Jabodetabek ini memiliki penduduk 2.464.719 jiwa. Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50% sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90% kawasan perumahan, 4% kawasan industri, 3% kawasan perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya. Bekasi  menjadi kota dengan label terparah jika dibandingkan dengan kota sekit

Dari hasil pengamatan singkat saja, kota ini tercatat sebagai salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki angka tertinggi dalam kurun tahun terakhir. Wakil Gubernur menyatakan langsung kepada warga dan jajaran kota Bekasi untuk dapat bekerjasama mengurangi beban pemerintah.

Pada kunjungannya kali itu, ia juga menyatakan dalam upaya pemberantasan rokok tanpa cukai pada sejumlah titik, dengan melakukan pendekatan yang terukur. Pada praktik penindakan para petugas akan melakukan penyamaran terlebih dahulu, barulah selanjutnya meringkus dan menyita produk tembaku yang mereka incar di pasaran Bekasi.

Upaya gempur rokok ilegal yang marak di Bekasi, pihak Pemkot Bekasi melalui petugas Satpolnya juga turut bekerjasama dengan pihak Bea Cukai dengan cara yang cukup hati-hati. Mengingat upaya merazia rokok gelap tersebut tidak ingin dilakukan secara serampangan.

Namun, jika kita tilik sebab musabab akan meningkatnya peredaran rokok gelap ini ya berasal dari pemerintah juga sebagai penentu kebijakan. Telah sama kita ketahui, naiknya tarif cukai rokok yang pada tahun 2020—2021 sangatlah tinggi di atas 23%.

Ya lagi-lagi, jika kita nicara soal kebijakan cukai rokok di Indonesia adalah bicara kontroversi. Dikenal sebagai negeri berjuluk gemah ripah loh jinawi, salah satu bagian dari kekayaannya adalah komoditas ’emas hijau’, namun dalam konteks kebijakan mengenai tembakau, yang dibuat pemerintah seringkali justru menyulitkan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Tarif cukai dibuat naik secara gradual. Terakhir kali pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok adalah tahun 2019, saat momentum pemilu berlangsung. Di akhir tahun 2019 (usai pemilu), pemerintah menaikkan tarif cukai rokok hingga 23 persen, berlaku untuk tahun 2020. Kenaikan tarif tersebut adalah yang tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia.

Baca Juga:  Menilik Kontribusi Besar Perokok untuk Pelayanan Kesehatan

Sebagian besar pabrikan rokok terpukul oleh kebijakan cukai yang sama sekali tidak berpihak kepada sektor strategis berbasis tembakau. Terutama produk kretek yang memiliki nilai keistimewaan dari sejarah budayanya dan pasarnya.

Akibat kebijakan cukai yang demikian mencekik, ditambah tahun ini rata-rata naik 12,5% telah berakibat pada bertambahnya jumlah pabrikan kretek skala kecil-menengah terseok dalam melanjutkan nafas produksinya, tidak sedikit pula yang akhirnya gulung tikar.

Jika saja pemerintah dapat menggunakan empati dan nalar kritisnya dalam melihat kesulitan rakyatnya yang ditekan agenda pengendalian.. Kebijakan cukai tentu tak hanya perkara kenaikan tarif yang berimbas luas, ditambah lagi dengan dijalankannya agenda pneyederhanaan tarif. Tak ayal, kondisi itu turut membuat stakeholder bertambah marah.

Maraknya peredaran rokok non cukai sebagai imbas dari agenda pengendalian konsumsi rokok masyarakat, justru menimbulkan kondisi yang kontraproduktif. Seperti yang kita lihat dari waktu ke waktu. Argumen  pemerintah dengan dinaikkannya tarif cukai hasil tembakau, didasarkan pada dalih yang sama. Untuk mengurangi prevalensi merokok di masyarakat. Naumn, faktanya, angka perokok tidaklah berkurang.

Justru banyak yang beralih ke produk ilegal. Ini satu kondisi yang tidak menguntungkan tentunya bagi siapapun. Secara prinsip, mestinya pemerintah mampu mengambil pertimbangan yang lebih matang, tidak hanya sekadar mengejar target pengendalian. Ini juga kan yang merepotkan dari kebijakan cukai, banyak pelaku usaha rokok pada akhirnya mengambil ceruk rokok ilegal. Dan akibatnya, ya kondisi tersebut menjadi bumerang bagi pemerintah, sampai-sampai harus memproduksi jargon Bekasi darurat rokok ilegal. Miris.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *