Press ESC to close

Berat Badan Perokok Itu Aneh

Aktivitas merokok seringkali diklaim memberi dampak bagi berat badan perokok. Klaim ini didukung oleh hasil studi para ahli kesehatan yang didasari pada kepentingan mendiskreditkan rokok. Pada titik tertentu, hal itu menimbulkan kerancuan yang patut dicurigai.

Rancu dalam arti di sini, terkait narasai yang inkonsisten ketika dihadapkan pada hasil studi lain yang menyebut rokok sebagai pihak yang bertanggung jawab atas munculnya penyakit obesitas seseorang.

Sebagaimana yang saya temukan di lingkar pergaulan yang menuding badan saya yang tidak pernah mengalami kegemukan. Padahal ya makan relatif teratur, meski tidur tak selalu sama teraturnya. Asupan makanan yang dipantang oleh teman penyintas obesitas, ya justru itu tidak saya pantangkan.

Singkatnya, saya tidak sampai pada titik gemuk seperti orang-orang yang merasa horor akan berat badannya. Kalaupun berat badan saya naik, paling banyak naik tiga kilogram. Tak lebih. Kemudian muncul tudingan, yang bikin saya tidak terlihat gemuk itu karena kebiasaan merokok dan begadang. Baiklah.

Dulu, bahkan sampai saat ini pun masih banyak yang percaya kalau kebiasaan merokok itu dapat menyebabkan badan kurus. Sebagian besar masyarakat percaya akan narasi kesehatan yang terus bergulir itu. Kononnya dipengaruhi oleh kandungan nikotin di dalam rokok yang bisa mengganggu perilaku makan.

Hasil studi termutakhir tentang tudingan merokok bikin kurus itu tersampaikan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Yale University, Amerika Serikat. Tidak jarang orang-orang yang mengalami obesitas menjadikan rokok sebagai cara untuk diet menurunkan berat badan.

Profesor Marina Piccotto sebagai ketua penelitian tersebut menyebutkan, bahwa “para perokok rata-rata memiliki berat badan yang 2,5 kg lebih ringan dibandingkan dengan non-perokok”. Hasil studi kesehatan ini berasal dari hasil uji coba pada beberapa ekor tikus. Haelah, lucu belaka jika alam tubuh manusia disamakan dengan tikus.

Baca Juga:  Merokok Dalam Pesawat Itu Konyol

Hasil studi itu justru bertubrukan dengan hasil studi selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti lainnya. Iya studi yang sama-sama mengarah pada upaya mendiskreditkan rokok. Asal tahu saja sih ini, ada beberapa kasus, dari lingkar pertemanan yang memiliki berat badan 90 kilo ke atas, mereka getol merokok pun tidak kunjung kurus.

Ada orang yang merokok didasari keinginan menurunkan berat badan, adapula ya memang dasarnya ia dikenal perokok sejak dulu. Rokok sebagai produk konsumsi yang oleh sebagian orang dijadikan pencetus turunnya berat badan tidak selalu berbanding lurus.

Salah satu buktinya adalah hasil studi dari International Agency for Research on Cancer di Lyon, Prancis, menyebut merokok memengaruhi komponen genetik yang membuat lemak lebih mudah terkumpul di bagian pinggang. Tak hanya itu, merokok justru membuat seseorang mengalami peningkatan nafsu makan, terutama makanan tinggi lemak dan garam.

Penelitian ini juga membantah mitos merokok dapat menurunkan nafsu makan. Di satu sisi, nikotin memang membuat porsi makan berkurang. Namun di sisi lain, lemak justru bertambah karena asupan makanan hanya yang berlemak dan berkalori tinggi.

Menurut Robert Carreras-Torres, ilmuwan dari tim penelitian tersebut menyebutkan bahwa, “diet dengan merokok adalah ide buruk. Anda justru menambah lemak, dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke, dan lain-lain,” ujarnya.

Dari dua hasil penelitian yang saling bertubrukan itu, kita dapat menyimpulkan bahwa rokok memang biang kerok betul ya. Sampai-sampai kewarasan kita dikecoh oleh hasil studi kesehatan yang jangan-jangan bisa bikin kita mampus dikuasai ketakutan. Merokok salah tidak merokok salah. Nah tuh.

Sementara, perkara produk konsumsi lain sebagai pihak yang berkontribusi terhadap perkara obesitas sama sekali tidak di-framing sedemikian masif. Unsur pemanis pada makanan, pengawet, pewarna makanan.

Baca Juga:  Seandainya PB Djarum Tidak Pernah Ada di Indonesia, Bagaimana Nasib Bulutangkis Kita?

Sementara, produk junk food penyumbang glukosa tinggi mana disebut. Selalu saja, rokok adalah biang kerok masalah kesehatan. Pokoknya, perokok harus dibuat ketakutan, itu intinya. Waduh. Adakah di antara Anda yang memilih mati ditindas oleh ketakutan? Jika iya, segeralah bertobat.

Kembalilah pada jalan keyakinan. Bahwa, urusan hidup-mati maupun sehat-sakitnya seseorang ditentukan oleh konsep keseimbangan. Jaga pola hidup seimbang. Ada kuasa takdir yang berdasar narasi keyakinan manapun. Ada yang lebih berkuasa atas umur dibanding rokok ataupula para ahli kesehatan itu.

Seabagai penegas, tulisan ini jelas didasari tendensi karena saya perokok, tetapi bukan berarti saya anti atau tidak menghargai kerja-kerja penelitian kesehatan Hanya saja, yang kemudian yang saya sesalkan kok ya studi yang menjelekkan rokok demikian masif sehingga menguatkan kesan bahwa rokok layak dijadikan sebagai musuh bersama. Ckckckck…

Biar bagaimanapun, mana ada sih produk konsumsi yang tak memiliki faktor risiko. Dari hasil penelitian yang saling bertubrukan itu, wajar jika kemudian muncul kesimpulan, kalau berat badan perokok itu kok bisa seaneh itu ya. Katanya rokok bikin kurus di narasi lain katanya bikin gemuk, tapi ternyata ya tak selalu berbanding lurus premis para ahli dengan fakta yang saya alami maupun yang perokok lainnya ketahui.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *