Search

Dua Aktivis Anti Rokok Berseteru Demi Advokasi Anak?

Dua aktivis anti rokok yang selama ini dikenal membela hak anak-anak di Indonesia sedang mengalami perseteruan. Pasalnya, persengitan keduanya didasari kasus pelecehan seks terhadap anak di bawah umur. Hal ini bermula dari Arist Merdeka Sirait yang tidak terima Kak Seto berada di gerbong terdakwa yang dikenal predator seks yang korbannya adalah anak di bawah umur.

Perlu diketahui, Seto Mulyadi pada beberapa waktu lalu hadir sebagai saksi di persidangan terdakwa Julianto Eka Putra. Terdakwa dikenal sebagai pebisnis kaya raya sekaligus seorang motivator. Ia kerap disapa dengan sebutan Ko Jul.

Ia adalah pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Batu, Malang, Jawa Timur. Pada agenda sidang tuntutan atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan Ko Jul terhadap dua peserta didiknya di SMA SPI. Belakangan mencuat di media, dan mejadi perbincangan hangat di media. Sementara dalam hal ini, Kak Seto hadir sebagai saksi yang meringankan terdakwa.

Sebelum itu, sidang terakhir kasus tersebut menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa. Betapa kagetnya Arist Merdeka Sirait mendapati Kak Seto yang duduk di kursi saksi tersebut. Kebetulan, selain sebagai Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait juga adalah Tim Litigasi dan Advokasi Perkara Pelecehan Seksual di SMA SPI Batu. Di sinilah titik api perseteruan kedua aktivis antirokok tersebut.

Arist mengaku tak menyangka Kak Seto yang selama ini dinilai sebagai sahabat anak-anak berada di barisan yang sama dengan terdakwa menyangkut pelecehan seksual yang korbannya adalah anak-anak.

“Itu yang membuat saya marah. Kok bisa-bisanya orang yang bertahun-tahun mencitrakan dirinya pembela anak, tetapi untuk kasus predator kejahatan seksual, dia di situ hadir jadi saksi  untuk meringankan dan membela predator kejahatan seksual,” ujar Arist pada satu sesi di Podcast Deddy Corbuzier.

Pada kesempatan lain, Kak Seto sebagai Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menolak dirinya disebut membela terdakwa. Menurutnya, ia dan kelompoknya mendesak, bila memang Ko Jul terbukti di sidang pengadilan terdakwa melakukan kejahatan seksual, maka harus mendpatakan hukuman setinggi-tingginya. Demikian keterangan pembelaan Kak Seto atas tuduhan Arist.

Hal senada juga diutarakan oleh Samsul Ridwan sebagai Wakil Ketua Umum LPAI yang juga hadir dalam persidangan kasus tersebut. Ia menilai kehadiran Kak Seto sebagai ahli. Menurut Ridwan, Kak Seto hadir sebagai ahli, bukan saksi bukan juga sebagai saksi ahli. Di dalam keterangnannya, ahli itu sama sekali tidak ada kepentingan untuk meringankan atau pun memberatkan siapa pun.

Baca Juga:  Asal! Bahaya Merokok vs Bahaya Pengangguran

Perseteruan kali ini justru ada di bidang yang seharusnya memperlihatkan semangat yang seharusnya sama. Tapi kak Seto dan Arist Merdeka Sirait yang selama ini sama-sama berjuang untuk anak-anak di Indonesia malah menciptakan iklim yang kontraproduktif. Potret semacam ini tentu tidaklah elok dijadikan sebagai teladan dari gerakan advokasi yang melindungi hak anak.

Selain mereka biasanya hadir untuk anak-anak yang mengalami masalah di keluarganya. Kehadiran mereka juga dinantikan ketika anak-anak menjadi korban kekerasan. Ditambah pula, keduanya merupakan orang tua yang menjadi figur dari gerakan antirokok berbasis perlindungan anak.

Entah dari sisi mana publik memaknai mereka yang selama ini dikenal membela hak anak, tapi justru mengalami back fire terkait audisi pencarian bakat yang diselenggarakan PB Djarum. Isu ini sempat heboh, lantaran KPAI, sebagai lembaga advokasi anak yang dulu diketuai Seto Mulyadi yang belakangan duduk di gerbong predator seks, sehingga terasa jauh dari marwah advokasi yang membela anak-anak Indonesia.

Di dalam kasus terdahulu, KPAI terlihat begitu arogan. Mereka selalu bilang agenda audisi PB Djarum adalah eksploitasi. Hal yang dibantah bukan oleh PB Djarum, tapi oleh para atlet binaan dan atlet yang sedang mereka bina. Atletnya loh yang membantah tuduhan eksploitasi itu.

Orang-orang yang ada di luar lingkaran PB Djarum pun, menyatakan kalau pandangan KPAI terkait eksploitasi anak itu halu, delusional, dan tidak masuk akal. Kak Seto mengatakan kalau sikap PB Djarum seperti anak kecil yang ngambekkan, tidak paham konteks.

Karena bagi mereka yang salah itu segala sesuatu yang berbau Djarum. Padahal, dalam kondisi dan sikap KPAI, mereka lah yang melakukan playing victim agar tidak melulu dirisak oleh masyarakat. Sebagaimana kita tahu, arogansi KPAI menuduh PB Djarum melakukan eksploitasi hingga menghentikan audisi dan kemudian menuai amukan masyarakat netizen.

Tidak hanya itu, aktivis antirokok yang kerap mengatasnamakan anak dalam mendiskreditkan rokok. Sering kali pula mendorong pemerintah untuk meratifikasi traktat FCTC, alih-alih demi menjauhkan anak dari rokok, menuding industri rokok menyasar segmen anak dalam promosinya. Ini jelas pandangan yang ngawur, anak-anak bukanlah pasar yang disasar produsen karena rokok bukan produk jajanan anak.

Baca Juga:  Menteri Perindustrian Menyebut Kretek Sebagai Produk Budaya Bangsa

Secara concern advokasinya, lembaga yang menaungi persoalan anak-anak Indonesia ini bukanlah untuk fokus pada isu rokok. Melainkan pada perkara kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi anak. Masih banyak persoalan anak di isu tersebut yang harus diselesaikan.

Namun, belakangan, kedua aktivis yang turut bicara di gerbong antirokok itu justru bersengit soal keberadaan mereka pada perkara pelecehan seksual anak. Tidakkah mereka (Seto-Arist) mampu Bersatu dalam konteks tersebut seperti halnya selama ini terhadap rokok, mestinya mereka sama-sama mengecam tindakan terdakwa Ko Jul yang belakangan diketahui kena vonis 10 tahun penjara.

Publik justru disuguhkan friksi antar keduanya yang jauh dari kata solusi atas kasus serupa yang kerap terjadi. Bahkan, dari situ jelas memberi contoh yang tidak baik bagi anak-anak, lebih jauh akan menimbulkan preseden buruk bagi cita-cita advokasi. Apakah dalam perkara ini ada motif lain yang membuat mereka berseteru? Bukankah dengan hadir sebagai ahli di barisan terdakwa sama dengan membantu meringankan terdakwa?

Pertanyaan terakhir, jangan-jangan di balik ini semua sama halnya dengan watak aktivis antirokok pada umumnya, karena isu rokok adalah isu kontroversi, dan ada cuan yang mengongkosi gerakan mereka, apakah karena ada cuan Kak Seto menggadaikan marwah advokasinya. Who knows.

Jika memang ya, berarti selama ini dalam konteks merecoki isu rokok dan anak tidaklah jauh berbeda. Artinya, suara yang mereka sumbangkan dengan dalih membela anak dengan mendiskreditkan industri rokok hanyalah kepentingan semu berbasis ‘suntikan’. Apakah perseteruan kedua aktivis itu memberi solusi yang baik bagi nasib anak Indonesia yang butuh perlindungan?