Search
wacana kenaikan tarif cukai

Kelompok Ritel Menolak Wacana Kenaikan Tarif Cukai

Wacana kenaikan tarif cukai untuk 2023 terus mendapatkan gelombang penolakan. Setelah Komunitas Kretek, serikat buruh, petani dan pabrikan. Kali ini masyarakat yang terhimpun ke dalam Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) turut menolak wacana tersebut.

Kenaikan cukai rokok sejak satu dekade terakhir ini, kerap menimbulkan gejolak di pasaran. Naiknya tarif cukai yang disusul dengan naiknya harga-harga rokok selalu diiringi dengan kenaikan harga-harga kebutuhan lain. Rokok sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat, tak pelak pula memicu kontroversi.

Kalangan kesehatan tak henti menebalkan bahaya rokok, berkampanye dari sisi normatif kesehatan. Sudah bukan rahasia lagi, jika gerakan anti tembakau global sering kali saja menggunakan personifikasi rezim kesehatan. Menyebut rokok sebagai biang kerok kesehatan dan kemiskinan.

Sedangkan dari sisi ekonomi, baik pemerintah maupun masyarakat luas yang beririsan dengan rokok mendapatkan manfaat yang dapat menunjang kelangsungan hidup. Dari sisi pemerintah, pemasukannya melalui pungutan pajak dan cukai telah menjadi sumber devisa andalan. Begitupula masyarakat pedagang yang hidup dari bisnis produk konsumsi.

Naiknya harga rokok di pasaran dari tahun ke tahun, tidak selalu menguntungkan bagi pedagang, begitupun bagi konsumen. Produsen rokok bahkan lebih terbebani biaya produksinya ketika cukai kembali di naikkan. Brengseknya, pemerintah kerap mengulang jurus yang sama tanpa peduli pada dampak dari kebijakan cukai yang dimainkannya.

Sebagaimana kita ketahui, pasca dipukul pandemi, semua sektor usaha harus berusaha bangkit untuk memulihkan bisnis mereka yang rebah terkena efek pembatasan dan penurunan daya beli. Sejak tahun 2020, ketika kenaikan cukai rokok mencapai 23%, bahkan mampu memenuhi target penerimaan, konsumen dituding sebagai beban negara akibat tomboknya BPJS yang secara sistem belum juga membaik.

Baca Juga:  Nasionalisme Dalam Sebatang Kretek

Di tahun ini, di tengah lesunya ekonomi akibat inflasi global akibat naiknya berbagai harga komoditas penting. Pemerintah kita berupaya menyiasatinya justru dengan kebijakan yang memberatkan masyarakat.

Di antaranya dengan kenaikan harga BBM, mengalihkan subsidi ke BLT. Dicabutnya subsidi pupuk tembakau, sementara perkara kegagalan pemerintah dalam pengelolaan subsidi justru diabaikan. Malah belakangan cenderung menyalahkan masyarakat. Beban ekonomi masyarakat saat ini seperti tidak menjadi perhatian pemerintah.

Seperti juga masyarakat konsumen, buruh, petani, dan pabrikan, pihak Akrindo menyatakan kenaikan cukai rokok akan berimbas pada inflasi dan menurunkan daya beli pasar. Apalagi saat ini, kondisi global tengah dirundung persoalan resesi. Sementara proses pemulihan ekonomi belum juga tuntas, ditambah lagi kenaikan cukai rokok yang telah mengakibatkan terhadap penurunan omzet.

Kondisi buruk akibat kebijakan cukai yang tidak akomodatif itu kian diperparah dengan maraknya peredaran rokok ilegal di pasaran. Naiknya harga rokok telah mencipta disparitas harga yang mendorong perokok untuk membeli rokok ilegal, karena dari sisi harga yang sangat murah sekali.

Perlu diketahui, rokok ilegal di pasaran ini sudah bisa dipastikan tidak terjamin secara mutu. Tidak melalui lolos uji BPOM, sehingga tidak terjamin kemanannya. Ini satu kondisi yang kontraproduktif akibat dari kegagalan pemerintah.

Betapa celakanya pemerintah, hanya demi mengejar target penerimaan dan pengendalian konsumsi sebagai argumen kenaikan cukai tiap tahun. Justru ini malah mendorong terjadinya kondisi pasar rokok ilegal yang semakin luas. Dari sisi ini dapat kita simpulkan, bahwa pemerintah gagal dalam menciptakan rasa aman serta makna kesejahteraan bagi masyarakat.

Baca Juga:  PBNU Merespon Wacana Kenaikan Cukai Rokok 2022

Tuntutan Akrindo tersebut disampaikan atas dasar kondisi faktual sepanjang tahun 2022 ini masyarakat sudah mengalami banyak kenaikan harga, mulai dari kenaikan BBM, kenaikan bahan pokok dan dampak kenaikan cukai rokok.

Di tengah kondisi yang serba tidak menguntungkan tersebut, apalagi dengan maraknya peredaran rokok ilegal, pemerintah sudah seharusnya menghentikan rencana kenaikan cukai rokok untuk 2023. Mengingat beban hidup yang dialami masyarakat, serta kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik amat ini.

Mestinya pemerintah fokus saja sudah pada upaya pemulihan ekonomi. Bukan malah menambah beban hidup bagi masyarakat, jika memang pemerintah tidak mau dikatakan gagal, maka pemerintah harus segera mengambil siklap konkret melalui kebijakan yang melindungi amanat kepentingan rakyat.

Bukan dengan menaikkan tarif cukai, yang melulu dijadikan cara untuk menyiasati perkara fiskal negara. Ini jelas keliru belaka, kalau fokus pemerintah hanya untuk bersiasat menutupi kegagalannya. Jelas semakin membuat jauh dari makna kesehjateraan bagi seluruh rakyat Indonesia.