Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani telah mengumumkan bahwa pemerintah menetapkan adanya kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2023 dan 2024 beberapa waktu lalu. Untuk rokok golongan golongan I dan II SKM dan SPM akan terjadi kenaikan tarif cukai rata-rata sebesar 10 persen. Kenaikan tarif ini berlaku per tahun 2023. Sialnya, tarif cukai baru belum berlaku, namun kenaikan harga rokok sudah terjadi pada beberapa merek rokok di pasaran.
Bahkan kita jelas bisa melihat pita cukai 2022 pada rokok yang beredar, tapi rokok produksi tahun 2022 yang belum habis itu sudah dijual lebih mahal. Fenomena semacam ini jelas merugikan konsumen sebagai end user. Hal-hal semacam ini yang sepertinya luput dari perhatian pemerintah kala gelap mata menghisap IHT.
Sebagaimana kita tahu, masa freshness rokok berdasar keterangan yang tercantum berkisar tiga-empat bulan sejak diproduksi. Lha ini freshness-nya saja belum tentu masih baru, harganya sudah kebelet naik.
Di beberapa daerah kenaikan harga rokok tak lagi terelakkan. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, konsumen sudah menemukan adanya lonjakan harga rokok yang dijual di ritel seperti Indomaret, Alfamart, dan lainnya. Terutama di kawasan Jabodetabek, kenaikan harga ini sudah sangat terasa.
Sebagai contoh, di salah satu Indomaret di kawasan Lenteng Agung, per Senin (7/11) kemarin telah mulai berlaku harga rokok baru yang tentu mengalami kenaikan atau lebih mahal.
“Dari 7 (November). Tapi beda-beda sih, kadang di Indomaret sini sama Indomaret di mana (tempat lain) beda (harga). Baru tiga ini yang naik,” ujar seorang kasir Indomaret di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dikutip dari CNN Indonesia.
Dikabarkan ada 3 (tiga) produk rokok yang sudah mengalami kenaikan harga, yakni Sampoerna Mild naik dari Rp 28.500 per bungkus menjadi Rp 29.500 per bungkus. Rokok Gudang Garam Filter naik dari Rp 22.500 menjadi Rp 23.200 per bungkus. Kemudian juga rokok Juara yang kini dibanderol Rp1 4.200 dari sebelumnya dijual dengan harga Rp 13.500 per bungkus.
Sementara itu, masih dikutip dari CNN Indonesia, ritel Alfamart juga menaikkan harga jual di tokonya. Beberapa di antaranya adalah: Sampoerna Mild naik dari Rp 28.500 per bungkus menjadi Rp 29.500 per bungkus; Gudang Garam filter naik jadi Rp 23.100 per bungkus dari sebelumnya Rp 22.500 per bungkus; Djarum Super juga naik dari Rp 22.000 menjadi Rp 22.200 per bungkus; Marlboro Ice Burst naik dari Rp 36.500 menjadi Rp 38.800; Camel Purple Isi 12 menjadi Rp 16.800 per bungkus dari Rp 15.000 per bungkus; dan Sampoerna Kretek naik dari Rp 14.000 menjadi Rp 14.900 per bungkus.
Konsekuensi logis dari kebijakan naiknya tarif cukai rokok memang akan membuat harga jual eceran (HJE) rokok per bungkus turut merangkak naik. Sayangnya, kebijakan yang belakangan diumumkan oleh pemerintah adalah tarif untuk tahun 2023 dan tahun 2024. Rokok-rokok yang beredar hari ini masih dililit dengan tarif cukai lama (tarif CHT 2022), artinya tetap harus mengacu pada HJE tahun 2022.
Pihak ritel juga mengaku hanya mengikuti arus sebagai dampak dari kebijakan yang baru diumumkan oleh pemerintah. Mereka berdalih bahwa kenaikan harga tersebut dilakukan sebagai wujud penyesuaian dari kenaikan harga yang dilakukan oleh perusahaan rokok.
Kalau pasar sudah berantakan begini, pihak yang paling dirugikan jelas konsumen. Sektor ritel bisa melakukan penyesuaian harga, sedangkan konsumen hanya bisa menerima mekanisme pasar bekerja. Di samping itu, masih ada pedagang kecil yang terdampak, konsumen mulai turun grade atau bahkan beralih mengonsumsi tembakau tingwe, itu akan mengurangi pendapatan para asongan penjual rokok pabrikan. Semua dikarenakan satu kebijakan.
Leave a Reply