Press ESC to close

Ketidakjelasan Pemerintah Menyoal Aturan Resmi Cukai Rokok Tahun Depan

Pemerintah hingga saat ini belum juga menerbitkan aturan resmi cukai rokok. Aturan tersebut berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Padahal, pengumuman tentang kenaikan cukai rokok untuk dua tahun kedepan 2023 dan 2024 sudah disampaikan pada 3 November lalu.

Hal ini tentunya menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat dan pemangku kepentingan. Bahkan, secara terbuka Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pengusaha Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengungkapkan keresahan para pelaku usaha rokok.

Saat ini para pengusaha rokok mengalami dilema akibat ketidakjelasan aturan pemerintah, mengingat aturan resmi yang belum terbit ini membuat mereka khawatir akan pemesanan pita cukai untuk tahun depan.

Ditambah lagi, saat ini para pelaku IHT (Industri Hasil Tembakau) masih merasakan kekecewaan akibat kenaikan tarif CHT yang dirasa sangat tinggi di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak jelas.

Sebagaimana kita ketahui, kenaikan cukai rokok dalam tiga tahun terakhir telah sangat memukul masyarakat yang hidup dari sektor kretek. Turunnya serapan bahan baku, tembakau dan cengkeh dari petani. Ditambah lagi kenaikan cukai untuk dua tahun kedepan kenaikannya sebesar 10 persen.

Tentu hal ini menimbulkan bayangan buruk bagi kelangsungan IHT. Mengingat beban produksi rokok bertambah berat akibat cukai yang dipatok pemerintah sangat tinggi. Hal ini akan berimplikasi pada PHK massal terhadap banyak tenaga kerja yang bergantung hidup dari sektor rokok.

Baca Juga:  Menyoal Iklan Rokok di Internet

Implikasi dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada sektor IHT ini akan berdampak pada iklim ekonomi di masyarakat. Setiap tahun cukai rokok naik dan harga-harga rokok naik secara gradual, para pelaku IHT harus menanggung dampak dari merosotnya daya beli konsumen.

Sejauh ini, ketika harga rokok mengalami kenaikan di pasaran, banyak konsumen yang memilih beralih. Tidak hanya beralih dari rokok yang mahal ke rokok yang murah, peredaran rokok ilegal mendapatkan konteksnya pada kondisi buruk ini.

Maraknya peredaran rokok ilegal dari tahun ke tahun, menandakan adanya nilai kerugian yang harus ditanggung pemerintah, kondisi ini tentu kontraproduktif pula di masyarakat. Pemerintah harus menelan ‘pil pahit’ atas kebijakan cukai yang kerap dibarengi dengan meningkatnya rokok ilegal.

Pada gilirannya, masyarakat menengarai kebijakan pemerintah melalui kenaikan cukai yang didasarkan pada pengendalian konsumsi dan pendapatan negara, tidak bermakna positif di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu pasca dihantam pandemi.

Semua sektor usaha kini tengah berangsur menjalani pemulihan. Pemerintah justru menambah pukulan kebijakan yang kontraproduktif bagi pemulihan ekonomi.

Diprediksi oleh sejumlah pengamat ekonomi, bahwa Indonesia salah satu negara yang juga terancam resesi akibat dari inflasi pangan global. Pemerintah boleh saja merasa aman dengan hitung-hitungan di atas kertas, namun faktanya, di masyarakat banyak yang mengeluhkan kondisi ekonomi yang semakin tidak jelas akibat paket kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada nasib riil masyarakat.

Baca Juga:  Mendukung Langkah GAPPRI Soal Kebijakan Cukai

Sebagaimana kita ketahui, pasca subsidi BBM dicabut dan dialihkan ke BLT tidak lantas menjadi solusi yang tepat bagi ekonomi masyarakat. Inflasi kebutuhan pokok terjadi di mana-mana. Dicabutnya subsidi pupuk untuk tembakau dan sejumlah komoditas pertanian lainnya, pada gilirannya menambah beban produksi petani.

Sementara, di tengah kondisi seperti ini, pendapatan masyarakat tidak juga ikut meningkat.  Daya beli terus merosot, lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah selain menghembuskan angin surga tentang investasi dan sekian basa basi ekonomi. Sementara masyarakat dan para pelaku usaha tengah dirundung ketidakjelasan.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *