Press ESC to close

Konsumen Rokok Ilegal di Surabaya Terancam Hukuman 5 Tahun Penjara?

Kebijakan terkait rokok kerap kali dirasa sangat menekan konsumen rokok. Misalnya terkait kenaikan cukai rokok, biasanya kerap dibarengi pula dengan maraknya peredaran rokok ilegal. Naiknya harga-harga rokok dan kebutuhan pokok di masyarakat ini tak pula diiringi dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Pemerintah selama ini seakan-akan hanya menjadikan masyarakat maupun perokok sebagai objek perahan belaka. Sebagaimana kita ketahui, jargon pengendalian konsumsi dan prevalensi selalu direpetisi sebagai dalih atas kenaikan cukai. Sedangkan pemerintah juga menjadikan rokok sebagai sektor andalan pendapatan negara, targetnya terus naik.

Di dalam konteks kebijakan yang berkaitan dengan rokok, pemerintah tidak pernah secara serius dan intensif melibatkan stakeholder Industri Hasil Tembakau sebagai entitas penghasil. Apalagi halnya ini berkaitan dengan produk konsumsi yang diakses masyarakat.

Tiba-tiba jelang akhir tahun, masyarakat disuguhkan pengumuman kenaikan cukai rokok. Begitupula di dalam konteks produk kebijakan tentang KTR, pemerintah daerah dan kota kerap menggunakan tafsir manasuka dalam penerapannya.

Masyarakat awam yang tidak paham, bisa tiba-tiba menjadi pelanggar KTR saat merokok di area Kawasan Tanpa Rokok, lantas kena sanksi Tipiring saja. Begitupula kaitannya dengan perokok yang terpaksa beralih konsumsi, mengingat harga rokok di pasaran terus naik, akhirnya mengonsumsi rokok polosan.

Lucunya di dalam fenomena maraknya rokok polosan ini, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, Eddy Christijanto, dalam satu kesempatan setelah memberi arahan dan sosialisasi tentang rokok ilegal. Dijelaskan pula sejumlah upaya Pemkot Surabaya dalam melaksanakan proses tersebut ke masyarakat.

Baca Juga:  Rokok sebagai Penanda Kedewasaan

Sebagaimana kita ketahui, kegiatan sosialisasi ataupula penyadaran masyarakat tentang rokok ilegal di banyak daerah didanai melalui DBHCHT. Dana tersebut berasal dari sektor industri rokok, gampangnya ya dari perokok sebagai pembayar barang kena cukai.

Nah, Pak Eddy ini menyatakan bahwa apabila setelah dilakukan sosialisasi masih ada masyarakat atau pedagang yang membeli dan menjual rokok ilegal, maka akan dikenakan sanksi pidana. Hukuman lima tahun penjara. Ck ck ck

Padahal nih ya, kalau kita tilik pada Undang-undang No 39 Tahun 2007 Pasal 54 tentang Cukai menyebutkan, menawarkan atau menjual rokok polos atau rokok tanpa cukai terancam pidana penjara 1 sampai 5 tahun, dan/atau pidana denda 2 sampai 10 kali nilai cukai yang harus dibayar.

Di dalam pasal tersebut tidak ada kosa kata yang merujuk kepada yang membeli rokok polos. Sependek penalaran saya, ancaman hukum itu tidak ditujukan atau tidak berlaku untuk konsumen.

Maka di dalam konteks pernyataannya, ada upaya penafsiran yang serampangan atas produk hukum jika menyasar akan mempidana masyarakat yang kedapatan membeli ataupula mengonsumsi rokok ilegal.

Konteks saya mengkritisi ini soal logikanya, bukan untuk membenarkan perokok untuk mengonsumsi rokok tanpa cukai. Biar bagaimanapun, rokok ilegal itu produk yang tidak lolos standar mutu, jelas merugikan. Jelas posisinya.

Baca Juga:  Membantah National Geographic yang Menulis Artikel Rokok dengan Sembarangan

Hal-hal yang berkaitan dengan penafsiran terhadap produk kebijakan semacam itu, telah banyak terjadi pada isu yang berkaitan dengan produk tembakau. Baik soal KTR, soal hak konsumen dalam mengkases produk, intinya, perkara tata niaga rokok yang berdampak ke konsumen ini sudah sering terjadi.

Mestinya, Pemkot Surabaya ataupun Kepala Satpol PP, jika memang ingin membuktikan kesungguhan dalam penegakkan hukum secara serius dan jitu, dan dijamin moncer nih, coba layangkan surat kepada Ibu Sri Mulyani.

Jelaskan bahwa maraknya peredaran rokok ilegal di masyarakat hanya akan berhasil ditekan, dengan cara jangan menekan pelaku usaha melalui pungutan cukai yang kelewat wajar. Efek dari kebijakan cukai yang tidak berpihak kepada rakyat akan menimbulkan iklim yang kontraproduktif bagi masyarakat dan dunia usaha.

Tepuk tangan penuh hormat saya, kalau Pak Eddy berani mengambil langkah canggih itu.

 

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *