Press ESC to close

Sejak Cukai Naik, Banyak Rokok Aneh Bermunculan

Sore itu langit Jogja sedang murung. Selepas siang yang sangat menyengat, awan mendung bergelayut. Namun, hujan tak kunjung turun, membuat gerah tak tertahankan. Rasanya janggal sekali. Seperti kondisi hari-hari ini bagi kretekus, ketika rokok aneh mulai bermunculan, terima kasih kepada kenaikan cukai yang menyebalkan itu.

Di antara rasa cemas akan turunnya hujan deras, saya dan istri mengunjungi dua toko tembakau. Toko yang pertama adalah Tobeko di daerah Nologaten. Toko kedua bernama Bima Sakti, yang bisa kamu temukan di daerah Bima Kroda, selatan kampus UIN Jogja. Saya sedang berburu rokok Geo Mild.

Beberapa hari sebelumnya, saya mengunjungi tidak kurang lima toko Madura dan tiga kelontong. Namun sayang, semua jujugan itu sudah tidak mempunyai stok Geo Mild. Salah satu teman saya yang bernama Kang Eko mengusulkan Tobeko dan Bima Sakti sebagai jujugan selanjutnya. Kata Kang Eko, sepertinya, Bima Sakti masih punya stok rokok aneh itu.

Maka, sore itu, saya menuju dua titik yang disarankan Kang Eko. Namun, Geo Mild, rokok aneh di telinga itu tidak bisa saya temukan. Penjaga Tobeko mengaku kalau Geo Mild sudah lama tidak muncul. Jawaban yang sama saya terima ketika ngobrol sebentar dengan Bapak Anton, pemilik Bima Sakti.

Popularitas rokok aneh yang mulai menanjak

“Geo Mild sudah lama sekali tidak ada stoknya, Mas,” kata Bapak Anton menjawab permintaan saya. Sungguh sedih hati ini. 

Melihat raut muka saya yang mungkin terlihat menyedihkan, Pak Anton lalu menyodorkan beberapa merek sebagai alternatif. Bapak yang murah senyum itu menawarkan rokok Kerbau, Bagas, dan Gudang Baru. Kebetulan, sore itu, ada seorang driver ojol yang membeli Kerbau sebagai alternatif naiknya harga rokok andalannya.

Deretan rokok aneh di atas sebetulnya tidak asing untuk saya. Salah satu teman di Komunitas Kretek biasa menikmati Gudang Baru sebagai alternatif. Kebetulan, katanya, Gudang Baru dan Aspro itu menjadi pesaing Gudang Garam Surya. Yah, kenaikan cukai memang memberi dampak besar.

Baca Juga:  Ketika Rokok Dijadikan Alat Kampanye, Apakah Tanpa Pita Cukai?

Berkat kenaikan cukai, banyak rokok aneh mulai sering kita dengar. Fenomena ini mengiringi popularitas tingwe yang terjaga setelah pandemi usai, disusul kenaikan cukai. Pada titik ini, yang namanya “alternatif” itu mahal sekali harganya. Apalagi ketika bisa menemukan satu rokok aneh yang rasa dan sensasinya bisa menjadi substitusi rokok andalan.

Sisi negatif yang menguar dari kenaikan cukai 

Indonesia tidak pernah tenang ketika kabar kenaikan cukai mengemuka. Sebuah kebijakan yang kontraproduktif ini kok ya selalu dipilih di tengah gempuran kepada industri rokok. Sungguh sikap munafik. Nafsu sekali dengan duit cukai, tetapi tidak pernah memberi apresiasi kepada industri rokok, salah satu sumber devisa dengan nilai fantastis.

Moddie Alvianto, penulis dan seorang peneliti menulis seperti ini: “Rokok, yang acap kali dituding sebagai penyebab tunggal manusia kehilangan hak sehat, justru menjadi juru selamat karena sebagai penyokong jaminan kesehatan. Penerimaan cukai rokok yang selalu melampaui target dari awal hingga kini, menjadi cuan yang lezat bagi pemerintah, khususnya program jaminan kesehatan.”

Itu satu hal positif dari “rokok aneh” yang selalu diremehkan. Namun, di sisi lain, kenaikan cukai melahirkan beberapa hal yang jauh dari kata “sehat”. Salah satunya adalah munculnya, dan rasanya seperti dibiarkan, peredaran rokok ilegal.

Baru-baru ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membongkar tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penyelundupan rokok ilegal. Tidak tanggung-tanggung, dalam kasus ini kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun.

Terungkapnya kasus pencucian uang dari rokok ilegal ini merupakan rangkaian panjang pengungkapan kasus penyelundupan rokok Ilegal dari Vietnam diamankan di perairan Berakit, Bintan oleh Kanwil Bea dan Cukai Kepri.

Maraknya rokok ilegal paling utama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang semakin tidak masuk akal dari tahun ke tahun. Sejak itu pula, sebenarnya pemerintah telah menyadari jika implikasi dari kenaikan cukai, salah satunya adalah bertambah meluasnya peredaran rokok ilegal. Sebuah implikasi yang akan merugikan negara.

Baca Juga:  Ariel Tatum Merokok Saja Kok Heboh?

Apresiasi tinggi untuk rokok aneh yang diremehkan

Negara sudah pasti tidak mungkin tidak tahu kalau rokok ilegal ini merugikan banyak stakeholder industri rokok legal, termasuk industri kecil. Banyak industri skala kecil yang gulung tikar karena jahatnya kenaikan cukai. Celah ini diisi dengan sangat cerdik oleh distributor rokok ilegal. Kok kayaknya mereka dibiarkan, ya, sama negara?

Di tengah masifnya serangan rokok ilegal, masih banyak kretekus yang lebih memilih rokok aneh tadi. Meski dibilang rokok aneh, nyatanya mereka tetap “membayar peser” kepada negara. Meski rasa dan sensasinya (mungkin) tidak bisa menandingi rokok andalan, rokok aneh ini memberi kesempatan kepada kretekus untuk tetap tertib dan tidak ikut menyabung dosa.

Namun, ada satu keprihatinan di tengah semakin populernya rokok aneh ini. Pak Anton, pemilik Bima Sakti mengeluhkan permainan harga rokok aneh ini dari para distributor. Kenaikan harga dari agen untuk beberapa merek kadang kurang masuk di nalar. Toko-toko kecil akan sulit untuk bersaing jika harga rokok aneh ini tidak diawasi.

Ingat, semakin tinggi demand, maka supply juga harus mengiringi. Kalau supply gagal mengikuti, yang terjadi adalah kenaikan harga. Jika kondisi tersebut diiringi dengan langkanya stok, maka harga nggak cuma naik, tapi melambung.

Sore yang lengas itu saya tutup dengan sebuah keprihatinan. Begini beratnya nasib kretekus yang tidak sanggup sekadar “self reward” dengan menikmati sebatang kretek. 

Harga rokok andalan melambung, rokok aneh jadi semacam penyambung. Kelak, ketika stok lenyap, yang mereka rasakan adalah senyap. Sedih hari-hari kretekus, ditekan orang-orang rakus, yang ternyata gerombolan tikus. Itu. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *