Press ESC to close

Pembayar Pajak Diperlakukan Seperti Kriminal

Sistem perpajakan di Indonesia saat ini harus diperbaiki. Perlu adanya reformasi dan perbaikan sistem dari sektor perpajakan. Dari semenjak diberlakukannya pajak hingga saat ini, sistem perpajakan di Indonesia mengalami banyak sekali permasalahan. Mulai dari pelayanan yang buruk kepada wajib pajak (WP), kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, dll.

Sistem perpajakan di Indonesia ini terlalu kompleks dan sulit dipahami oleh banyak orang. Saya pribadi merasakan betapa ribetnya sistem pajak di Indonesia, karena saya pernah belajar perpajakan di bangku perkuliahan. Di luar rumus-rumus perpajakan dan hitung-hitungannya, banyak sekali komplemen-komplemen yang lumayan PR untuk dipelajari.

Contohnya seperti formulir SPT atau Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh wajib pajak (WP) untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak. Dalam formulir SPT sendiri, macamnya tidak hanya satu, tapi ada banyak. Ada yang khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) ada juga formulir untuk Wajib Pajak Badan. Itupun WPOP sendiri memiliki 3 macam formulir yang berbeda-beda dengan ketentuan yang berbeda-beda.

Belum lagi sistem pemungutannya. Ada yang melaporkan secara pribadi, ada yang dilakukan oleh petugas pajak, dan ada yang melalui pihak ketiga. 

Pajak ini sumber penerimaan negara loh. Pembangunan oleh pemerintah dan negara itu semua tergantung dari pajak. Bisa dibayangkan jika masyarakat di Indonesia ini banyak yang tidak paham dengan sistem perpajakan di negaranya sendiri? ini celaka.

Ya memang sekarang sudah ada aplikasi perpajakan DJP Online milik pemerintah yang bisa digunakan oleh WP untuk melaporkan dan membayar pajak secara online. Tapi di dalam aplikasi tersebut tidak memuat informasi yang lengkap mengenai apa itu perpajakan, mengapa setiap orang diwajibkan membayar pajak?, formulir apa yang sesuai?, kenapa tarif pajak ditetapkan segini? uang pajak digunakan untuk apa saja?.

Baca Juga:  Merokok Bersama Dalam Sebuah Demonstrasi

Walaupun informasi-informasi tersebut sebenarnya memang bisa di akses sendiri di internet, namun masyarakat awam apa iya langsung paham hanya dengan membaca begitu saja. 

Pemerintah harus memberikan pengetahuan yang layak untuk masyarakat tentang bagaimana sistem pajak berjalan selama ini.

Selain itu, banyak praktik kotor dalam sistem perpajakan Indonesia. Belum lama ini terdapat kasus yang menyebutkan adanya oknum Bea Cukai yang bekerja sama dengan pemilik pabrik rokok. Dalam kasus tersebut disebutkan bahwa oknum Bea Cukai melakukan kongkalingkong dengan pemilik pabrik rokok mengenai pengenaan pita cukai rokok SKT yang lebih murah untuk rokok SKM.

Dalam urusan kongkalingkong antara 2 bandar besar ini, tidak cukup kalau hanya memakai dana kecil dan tidak cukup juga jika tidak dibarengi kerjasama dengan pejabat-pejabat daerah setempat. Disini terlihat Bea Cukai melempem dihadapkan dengan pabrik rokok besar, tapi galak dengan pabrik kecilan.

Lalu ada Bea Cukai yang mematok pajak untuk piala yang dibawa oleh WNI yang didapat dari lomba di luar negeri. Padahal, piala tersebut tidak memiliki harga. Ini tidak masuk akal. Bea Cukai seharusnya memberikan keterangan yang jelas kepada semua orang mengenai barang apa saja yang dikenai/tidak dikenai cukai dan mengapa barang tersebut dikenai cukai?. 

Kalau ada masyarakat yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba ditodong oleh orang pajak untuk penagihan pajak, wah ini bisa menjadi sasaran empuk oleh pihak-pihak nakal. Seperti kasus terbaru yang datang dari seniman kondang, SOIMAH. 

Beberapa waktu yang lalu, Soimah menyatakan kemarahannya terhadap orang pajak melalui kanal youtube blakasuta. Ia mengaku seperti didatangi ‘debt collector’ saat orang pajak datang untuk melakukan pengukuran pendopo yang sedang dibangun Soimah. Berdasarkan penilaian petugas pajak saat itu, pendoponya ditaksir dengan nilai wajar Rp 50 miliar.

Baca Juga:  Nikotin dan Ganja Sama-sama Haram?

Layanan dari pihak berwenang dalam hal perpajakan di Indonesia masih tergolong buruk, baik dari segi kualitas maupun efisiensi. Di beberapa kasus memang terbilang tidak manusiawi. Masyarakat yang tidak membayar pajak sebab tidak tahu dianggap kriminal, padahal ya karena pemerintah tidak memberi informasi dengan baik.

Tarif pajak di Indonesia juga tergolong sangat tinggi. Warga dengan gaji UMR rendah saja dipatok pajak penghasilan. 

Kasus Soimah ini sebenarnya juga mirip dengan keadaan perokok di Indonesia saat ini. Para pemerintah di sana bekerja keras menaikkan tarif cukai rokok untuk membantu mencapai target penerimaan negara. Namun, perlakuan mereka terhadap semua pihak yang berada di Industri Hasil Tembakau, terutama perokok, tidak manusiawi. 

Cukai dinaikkan besar-besaran, kawasan merokok tidak layak, rokok dianggap sumber kemiskinan dan penyakit, pokoknya semua disalahkan ke perokok. Perokok dianggap kriminal.

Lha wong pajak ini hasil menghamba dari masyarakat, tapi kok nagihnya kesetanan gitu. Masyarakat juga tidak dihadirkan dengan baik sebagai pihak utama yang memberikan pemasukan besar untuk negara.

Hal-hal di atas menunjukkan masih rendahnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat terkait perpajakan. Atau pemerintah memang enggan memberikan edukasi pajak agar masyarakat tetap mudah dibodohi dengan diperas duitnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *