Press ESC to close

Wajib Hukumnya, Kenaikan Tarif Cukai 2024 Dibatalkan!

Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10% untuk tahun 2023 dan 2024. Seperti biasa, landasan kenaikan ini adalah untuk membantu negara mencegah prevalensi merokok anak. 

Padahal kita sama-sama tahu, jika kenaikan tarif cukai digenjot terus menerus sebab negara sedang butuh uang banyak dan instan untuk berbagai keperluan (untuk tidak menyebut foya-foya “oknum” pejabat Kemenkeu).

Sialnya, Desember tahun lalu Sri Mulyani mengumumkan kenaikan cukai untuk dua tahun sekaligus, ya 2023 dan 2024. Dalam sejarah, ini langkah progresif Sri Mulyani untuk menjadi eksekutor pembunuh lini pendapatan negara paling produktif, yakni industri hasil tembakau. Tidak tangung-tanggung, dalam satu pengumuman merapel hingga 2024. Sebuah pandangan masa depan yang baik oleh Menteri Keuangan terbaik di dunia.

Namun, pada awal-awal tahun 2023 ini, banyak kejadian yang membuat masyarakat Indonesia mengelus dada. Salah satunya adalah 300 T yang diungkap Prof Mahfud MD dan menyeret “oknum-oknum” kemenkeu yang layak ditabok mulutnya oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Betapa sedih dan gemasnya, uang pajak yang dirampok dari masyarakat, ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jahatnya, malah digunakan untuk memperenak hidupnya sendiri. Sungguh jabatan menjadi bahan bakar neraka cocok untuk diberikan kepada oknum-oknum ini di akhirat kelak.

Maka, rasanya kenaikan cukai untuk 2024 sungguh tidak relevan. Pun tidak ada oknum-oknum nakal di Kemenkeu, kenaikan tarif cukai rokok hanya memberikan madlarat bagi kelestarian industri hasil tembakau dalam negeri, apalagi ditambah perkara nir-akhlak dan nir-kejujuran pegawai Bea Cukai?

Berikut adalah beberapa alasan, kenapa tarif cukai rokok adalah bahaya laten bagi IHT yang menjadi tulang punggung pemasukan negara:

Penerimaan negara dari cukai rokok pasti menurun

Data terakhir menunjukkan penerimaan negara dari cukai rokok pada Februari 2023 ini turun hingga 0.01%, walaupun secara angka turunnya tidak terlalu signifikan, tapi ini sudah merugikan negara. Jika tahun depan cukai naik 10% lagi, maka hanya nafas Sri Mulyani yang bisa dirasakan oleh negara.

Baca Juga:  Bungkus Rokok Baru Dengan Cacat Logika yang Lama

Logikanya, menaikkan tarif cukai maka penerimaan negara juga akan naik/meningkat. Namun, dalam kenyataannya bisa menurun. Karena apa?

Pendapatan dari sektor rokok didominasi oleh merek rokok-rokok premium yang bertarif cukai tinggi. Semakin hari, kenaikan tarif cukai rokok juga mengatrol HJE suatu produk. Artinya, harga yang tinggi juga akan memengaruhi serapannya di pasar. Sementara, para perokok pasti akan mencari alternatif rokok-rokok yang lebih murah, sebab rokok premium tak lagi terjangkau.

Jika serapan rokok premium menurun, maka pabrikan pun akan mengurangi produksi batang rokoknya. Artinya, negara sudah kehilangan potensi pendapatan dari batang-batang yang berkurang itu. 

Jika ini terjadi, maka efek pararelnya akan langsung terasa pada hulu industri hasil tembakau, yaitu petani tembakau dan cengkeh.

Tembakau dengan grade bagus tidak terbeli

Hal lain yang menjadi alasan agar pada 2024 kenaikan cukai lebih baik dibatalkan adalah tidak terbelinya tembakau kualitas bagus atau tembakau dengan grade E ke atas.

Ini terjadi dikarenakan rokok golongan 1 atau rokok merek besar yang enak dengan kualitas bagus kebanyakan terbuat tembakau yang bagus juga. Tembakau dengan mutu bagus ini biasanya tembakau dengan grade E ke atas. 

Jika produksi pada rokok golongan 1 menurun pesat akibat kenaikan cukai, maka tembakau dengan kualitas paling bagus juga tidak terbeli. Padahal tembakau ini memiliki nilai jual yang tinggi. 

Alhasil petani mau tidak mau beralih untuk menanam tembakau biasa dengan anggapan yang penting laku di pabrikan atau beralih ke tanaman lain. 

Yang mana, bisa saja terjadi dampak penurunan penghasilan dari petani tembakau.

Tidak hanya petani tembakau yang tergerus ekonominya, petani cengkeh juga. Karena cengkeh merupakan bahan yang digunakan untuk campuran rokok kretek. Kalau produksi rokok pada golongan 1 menurun akibat dari penekanan biaya produksi oleh pabrikan, cengkeh juga ikut menurun

Baca Juga:  Kenapa Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Berbeda Pandangan soal Rokok?

Rokok Ilegal semakin banyak

Ini dampak dari kenaikan cukai yang paling kentara. Walaupun rokok murah (rokok gol 2 &3) itu banyak, namun banyak juga perokok yang beralih ke rokok ilegal. Bukti di pasaran sangat banyak.

Menurut pengakuan beberapa konsumen rokok ilegal, mereka tentu lebih memilih rokok ilegal karena harga rokok terasa sangat mahal dan sulit dijangkau. 

Pendistribusian rokok ilegal juga sudah meluas, jadi mudah untuk menemukan rokok ilegal. Merek dan varian rasanya juga banyak. 

Mereka juga mengaku, beli rokok marlboro merah 2 bungkus saja sudah bisa dapat 1 slop rokok ilegal, itu sangat menggiurkan dan bisa ngirit.

Walaupun sudah ada gempur rokok ilegal dimana-mana, tapi kalau cukai rokok terus dinaikkan ya sama saja. 

Rokok ilegal ini mudah sekali tumbuhnya. Sekali kena gempur, tinggal ganti nama merek, langsung bisa dijual bebas lagi. Selain itu, adanya peran oknum pemerintah dalam melindungi beberapa pabrik yang memproduksi rokok ilegal juga sangat disayangkan. Padahal seharusnya mereka sadar kalau rokok ilegal sangat merugikan negara. 

Kita sebagai perokok santun, mungkin tidak terlalu bermasalah dengan kenaikan cukai. Karena kita bisa masih bisa mengeluarkan uang untuk membeli rokok yang lebih murah atau tingwe. Tapi kita harus memikirkan hal lain juga. Ada petani yang tidak terbeli tembakaunya, rokok ilegal yang bisa membunuh pasar rokok golongan 2/3, dll.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *