Press ESC to close

Kebodohan Bea Cukai Jakarta Soal Penerimaan Cukai Rokok Elektrik

Beberapa waktu yang lalu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) DKI Jakarta Rusman Hadi mengatakan rokok elektrik menjadi penyumbang penerimaan cukai lebih besar dibanding rokok konvensional khusus daerah Jakarta.

Ia juga mengatakan, penerimaan cukai rokok elektrik lebih besar di daerah DKI Jakarta karena anak muda di sana lebih banyak mengkonsumsi rokok elektrik daripada rokok konvensional, dan pabrik rokok di Jakarta juga sudah tidak banyak yang beroperasi. 

Dikarenakan hal tersebut, muncul anggapan bahwa anak muda di Jakarta banyak yang lebih doyan rokok elektrik? Benarkah begitu?

Perlu diketahui bahwa penerimaan cukai rokok itu dihasilkan dari pembelian pita cukai oleh produsen rokok atau pabrik rokok. Untuk Jakarta ini, pembelian pita cukai rokok dilakukan oleh produsen rokok elektrik karena produsen rokok elektrik lebih banyak beroperasi di Jakarta. 

Namun, tak banyak yang bisa dibanggakan dari hal di atas. Coba lihat penerimaan cukai rokok dari daerah lain di luar Jakarta. Sebutlah misal Jawa Tengah atau Jawa timur. Jawa Tengah bisa menyumbang sekitar 25% dari total penerimaan cukai nasional. Lalu ada Jawa Timur, pada 2020 Jawa Timur mampu menyumbang sekitar 101 triliun atau sekitar 60% dari total penerimaan cukai nasional.

Baca Juga:  Rokok Ilegal; dari Negara, oleh Negara, untuk Negara

Bahkan, dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022 lalu, Jakarta tidak masuk dalam 10 besar daerah dengan persentase konsumen rokok elektrik terbesar. Itu artinya, penerimaan cukai yang didapat di Jakarta tidak ada apa-apanya dibanding daerah lain

Dalam paparan data tersebut, disebutkan provinsi Jambi menduduki peringkat pertama sebagai daerah dengan konsumen rokok elektrik terbesar, lalu diikuti Jawa Barat, Riau, Jawa Timur, Kep. Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Kep. Riau, Banten, Kalimantan Selatan, dan terakhir Bengkulu.

Kalimat per kalimat yang disampaikan oleh Rusman Hadi terkesan membanggakan dan mempromosikan rokok elektrik. Padahal, penerimaan cukai dari rokok elektrik tidak bisa dibandingkan dengan rokok konvensional.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di aula Kanwil Ditjen tersebut, Rusman juga menilai bahwa masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang semakin dilarang maka semakin tertantang. Hal ini diungkapkan oleh Rusman ketika melihat fenomena banyak anak muda terutama perempuan yang terlihat membawa rokok elektrik.

Ungkapan tersebut tidak masuk akal. Rokok bukanlah barang konsumsi yang dilarang negara, rokok ini barang legal, peredarannya legal, dan konsumsinya juga legal. Dan merokok bukanlah aktivitas yang dilarang untuk perempuan. Merokok tidak ditentukan oleh gender. Siapapun boleh merokok, asal sudah memenuhi ketentuan hukum Undang-Undang yang berlaku.

Baca Juga:  Upaya Bea Cukai Memberantas Rokok Ilegal Dan Isu Naiknya Cukai Rokok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *