Press ESC to close

Semangat Komisi IX DPR RI Menggantung Leher IHT dengan RUU Kesehatan

Senyum sumringah mayoritas anggota Komisi IX DPR RI pada Rapat Kerja Pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di Senayan Senin lalu membawa duka amat mendalam di sanubari rakyat tembakau Indonesia.

Di dalam RUU Kesehatan yang menuai banyak kritik itu, ada beberapa pasal yang menjadi jerat lebih keras di leher Industri Hasil Tembakau (IHT). IHT yang selama ini sudah terhimpit berbagai regulasi dan manuver-manuver antirokok yang menjijikkan, ternyata dibawa semakin dekat ke jurang kematian oleh para anggota dewan terhormat, yang mengaku mewakili rakyat.

Sejak kemunculan RUU Kesehatan yang tidak masuk akal ini, muncul pihak-pihak dan sejumlah lembaga besar yang mengecam. Banyak alasan logis yang bisa menjelaskan mengapa RUU Kesehatan ini dirancang dengan penuh kebodohan. 

Namun, bukannya kritik tersebut dijadikan pertimbangan dan evaluasi terhadap isi RUU yang bobrok, anggota komisi IX DPR ini malah melakukan raker atau rapat kerja dalam rangka Pengambilan Keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law tingkat I di Gedung DPR, Jakarta 2 pada 19 Juni lalu. Sudah bodoh, bebal lagi.

Sudah banyak dijelaskan mengapa RUU Kesehatan ini tidak masuk akal. Penyusunan draft RUU Kesehatan ini pun juga melanggar banyak pasal Perundang-undangan, namun masih saja mereka nekat ingin mengesahkan. 

Pada rapat tersebut, Ketua Komisi IX sekaligus Ketua Panja RUU Kesehatan, Melkiades Laka Lena, menjelaskan bahwa pembahasan RUU Kesehatan ini telah melalui tahapan konsultasi publik, serta dibahas secara intensif dan hati-hati.

Baca Juga:  Tembakau, Kekuatan Ekonomi Indonesia

“Pembahasan RUU tentang kesehatan telah dilakukan secara intensif, hati-hati dan komprehensif dengan menggunakan landasan berpikir bahwa adanya urgensi penguatan sistem kesehatan nasional melalui transformasi kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia serta meningkatkan daya saing bangsa di mata internasional,” tegas Melki.

Tahapan konsultasi publik merupakan tahap awal dimana seharusnya relasi antara warga negara dan pemerintah dikembangkan menjadi hubungan yang lebih erat, sejajar dan saling memerlukan satu sama lain. Namun, melihat dari sisi kebodohan para anggota komisi IX DPR RI, tahapan konsultasi dan pembahasan intensif macam apa yang bisa melahirkan ide cacat seperti ini. 

Tidak mungkin jika sudah dilakukan tahapan konsultasi yang baik dan transparan, eh malah melahirkan peraturan bobrok. Lagian, dengan lampiran draft RUU Kesehatan yang bobrok ini, memangnya ada masyarakat atau pihak-pihak di bawahnya yang akan menyetujui RUU ini? Ya kecuali pihak-pihak yang sama bodoh dan bebalnya.

Ketua Komisi IX juga mengaku bahwa pembahasan RUU Kesehatan dilakukan dengan landasan berpikir bahwa adanya urgensi penguatan sistem kesehatan nasional melalui transformasi kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. 

Urgensi kesehatan macam apa yang membuat organisasi-organisasi kesehatan di bawahnya ikut mengecam dan melakukan aksi demo untuk menolak RUU Kesehatan ini?. Masalah internal kesehatan saja mereka tidak bisa menangani dengan baik. 

Masih banyak akses kesehatan yang perlu diperbaiki oleh Kemenkes, tapi mereka malah sibuk ngerecokin yang lain yang sebenarnya bukan ranah mereka.

Baca Juga:  Tembakau Linting Jadi Primadona

RUU Kesehatan Sah, Jerat Tali di Leher Petani Tembakau Semakin Kencang

Sial bukan kepalang, tujuh dari sembilan fraksi yang menyetujui RUU Kesehatan lanjut ke rapat paripurna terdiri dari fraksi yang mendaku diri memperjuangkan hak-hak wong cilik. Namun pada kenyataannya, merekalah yang mencekik IHT dengan kuat dan kencang.

Artikel yang ditulis oleh Jibal Windiaz berikut ini, Catatan Kritis Menyoal RUU Kesehatan, menguak secara mendalam, kenapa RUU Kesehatan akan menjadi ujung tombak untuk membunuh IHT di Indonesia. 

Saya tidak tahu, otak anggota DPR itu terbuat dari apa, sehingga tidak bisa menggunakan nalar berpikir dengan baik. Serampangan dalam mengambil keputusan dan ceroboh terhadap hal-hal yang penting.

Apa mereka tidak tahu, ada jutaan orang yang bergantung hidup terhadap IHT. Dan negeri ini masih mengandalkan IHT untuk pemasukan negara. Pemasukan-pemasukan yang juga digunakan untuk menggaji pejabat-pejabat yang lebih sering berkhianat kepada rakyat.

Tapi pada akhirnya kita harus menerima, sebab kebanyakan DPR terbuat dari bahan baku kebodohan dan kebebalan. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *