DBHCHT sebagai dana segar tiap tahun dari sektor tembakau yang diterima daerah sering disebut-sebut menjadi bancakan. Kata bancakan di sini konotasinya negatif. Mengingat di dalam aturan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) ada mekanisme peruntukan dan asas keterbukaan yang mestinya dikedapankan.
Sependek pengamatan, ada saja daerah-daerah penerima dana bagi hasil yang masyarakatnya merasa dikecewakan. Kita ambil contoh di Subang. Ketua LSM Bhineka H.Endang Supriadi, S.H.,MH meminta kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Subang untuk lebih transparan.
Peristiwa DBHCHT di Subang
Dalam hal ini terkait proses penyelidikan adanya laporan perkara terkait dugaan penyimpangan penggunaan anggaran Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT). Kejari Subang didesak untuk berpihak menjalankan amanat publik, yakni aspek transparansi.
Menurut Endang, keganjilan dalam melakukan penyelidikan tersebut ditemukan pada akun Instagram resmi Kejari Subang yang tak berapa lama postingannya hilang.
“Sebelumnya kan Kejari telah memposting beberapa poto lewat akun medsos Instragram (IG) resminya, bahwa sedang memintai keterangan sejumlah pejabat Subang, namun cukup disayangkan postingan tersebut telah hilang, nah itulah yang menjadi pertanyaan besar publik, ada apa dengan hilangnya postingan tersebut ?,” terang Endang kepada awak media.
Walaupun kata Endang, dalam postingan akun IG Kejari tersebut tidak menyebutkan sedang melakukan penyelidikan Perkara DBHCHT, secara pribadi Endang sudah menanyakan kepada salah satu pejabat yang ada dalam foto Instagram terkait apa sih, sehingga dimintai keterangan oleh Kejari. Artinya, Endang yang mewakili masyarakatnya telah melakukan proses konfirmasi kepada pihak pejabat terkait.
Peristiwa DBHCHT di Rembang
Pemkab Rembang diminta transparan terkait alokasi dan penggunaan DBHCHT yang ditransfer oleh Pemerintah Pusat. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No : 3/PMK.07/2023, nilai DBHCHT untuk Kabupaten Rembang pada 2023 ini adalah sebesar Rp 41.515.608.000.
Diketahui media, sebagian dana tersebut dialokasikan melalui kegiatan di Dinas Pertanian Pangan (Dintanpan) Rembang sebesar Rp 17.465.000.000. Untuk hal ini pihak Dintanpan menjelaskan rinciannya. Namun, di luar alokasi tersebut, pihak Pemkab sendiri belum memebri rincian penggunaan dananya.
Ketua Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) saat dikonfirmasi media, enggan menjawab dan meminta menanyakan itu ke Bagian Perekonomian. Kabag Perekonomian, Nugroho saat dikonfirmasi juga tidak memberikan kejelasan. Nah tuh, ada apa coba itu?
Aceh Tamiang yang Aneh
Selanjutnya, tuntutan senada terjadi di Aceh Tamiang. Sejumlah mahasiswa yang terhimpun dalam Aliansi Tamiang Memanggil (ATAM) menggeruduk Kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Tamiang terkait pengelolaan DBHCHT. Disesalkan, pada kesempatan Senin (25/9/2023) itu perwakilan mahasiswa tidak mendapatkan penjelasan yang terang. Terlebih, pimpinan BPKD sedang DL Derita Lawas Dinas Luar.
Menurut Kahirul, perwakilan massa yang berdemo. Selama ini pemerintah daerah tidak pernah menyampaikan alokasi DBHCHT, sehingga dicurigai telah disalah-gunakan. Harus dijelaskan berapa besaran anggaran dan sudah kemana saja alokasinya. Ini harus dipertanggungjawabkan.
Walhasil setelah orasi dan tak dapat menemui Kepala BPKD, Para mahasiswa ini menyodorkan 4 petisi. Yakni, meminta Kepala BPKD terbuka dan beretika secara admnistratif dan tatap muka, kemudian instansi terkait harus bertanggung jawab atas lemahnya informasi dan sosiaisasi terkait hadirnya dana DBH CHT dan pajak rokok di Aceh Tamiang. Petisi ketiga meminita data terkait realisasi anggaran DBH CHT dan pajak rokok di Aceh Tamiang harus dibuka.
Rincian Besar DBHCHT
Dari gambaran umum ini kita sudah dapat berkesimpulan, ada perkara alokasi yang tidak sepenuhnya transparan. Iya memang, kita bukan tidak dapat mengakses rincian besaran DBHCHT yang dikucurkan ke tiap daerah. Itu hal yang mudah. Namun transparansi tak hanya sebatas membuka tabel rincian alokasi untuk tiap daerah yang itu jelas bersifat wajib dilakukan pemerintah.
Namun halnya, sebagaimana tuntutan masyarakat dari tiga daerah yang kita angkat di atas, membuktikan adanya ketidakberesan. Terutama dalam mengedapankan asas keterbukaan serta kejelasan alur pengelolaan
Boleh jadi, jika ditilik lebih dalam lagi ada praktik yang tidak beres juga dalam mekanisme kucuran daripusat. Sebagaimana yang terjadi di Rembang, dikabarkan masih ada sisa alokasi yang belum diturunkan dan hal itu menimbulkan kegamangan antar perangkat kerja di daerah.
Dari sini kita sudah dapat menemukan sedikitnya jawaban terkait asas transparansi dalam pengelolaan DBHCHT. Ternyata jauh dari keterbukaan dan secara sepintas pengelolaan datanya pun tidak inklusif. Ada persoalan kunci yang sepertinya diekslusifkan, kalau tidak mau disebut disembunyikan.
Sejurus amanat regulasi, DBHCHT haruslah tepat guna tepat sasaran dan dapat terjelaskan sampai masyarakat terbawah. Mengingat dana dari sektor rokok ini adalah hak masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai karena ada praktik yang tidak beres, lantas ketika terciduk ditamengkan lagi ke oknum. Banal betul. Perbaiki dong.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024
Leave a Reply