Press ESC to close

RPP Kesehatan: Biang Masalah bagi Industri Hasil Tembakau

Aturan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang diinisiasi oleh KemenKes beserta jajaran anti-rokok telah memicu sejumlah kerusuhan bagi beberapa pihak. Terdapat pasal terkait tembakau yang ikut diatur dalam susunan draf RPP Kesehatan. 

Draf RPP Kesehatan terutama pasal pertembakauan ini akan sangat berbahaya apabila disahkan. Ada beberapa pasal yang utamanya akan mengancam hajat hidup pihak-pihak yang menggantungkan hidupnya di rokok. 

Pemerintah beserta Kementerian Kesehatan terlalu ikut campur terlalu banyak dalam mengatur rokok. Kementerian Kesehatan dalam RPP ini justru terkesan over authority dengan ikut campur sampai ke urusan penjualan rokok. Padahal, tembakau itu secara masif sudah diatur dalam PP 109/2012, isi dari PP 109 juga sudah rigid untuk mengatur tembakau. 

1. Pengaturan Penjualan dan Produksi

Melarang rokok eceran dapat mengakibatkan kerugian pada sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL). Banyak dari PKL yang mengaku bahwa rokok eceran menghasilkan pendapatan tertinggi daripada penjualan minuman dan snack. 

Di sisi konsumen, tentu pengaturan larangan jual eceran dalam pasal 449 ayat 1 RPP Kesehatan menjadi hal berat yang akan dirasakan oleh perokok kedepannya. Setelah rokok menjadi mahal akibat kenaikan tarif cukai rokok yang sangat tinggi, perokok kini dibebankan dengan tidak bisa lagi membeli rokok secara eceran. 

Sebagai perokok, membeli rokok eceran adalah alternatif ketika kantong sedang tipis. 

Baca Juga:  Apa Lacur Nikita Mirzani yang Istiqomah dalam Merokok?

Di sisi lain, menyikapi maraknya rokok ilegal yang beredar akibat kenaikan cukai. Tak pantas jika kini rokok tidak boleh dijual secara eceran. Seharusnya pemerintah tahu efek domino yang akan terjadi jika pengaturan ini disahkan.

Melarang menjual rokok eceran dapat mengakibatkan peredaran rokok ilegal semakin marak di pasaran. Ketika perokok tak bisa lagi membeli rokok kesukaannya secara eceran, sangat mungkin terjadi perokok akan beralih ke rokok ilegal. Itu disebabkan dari sulitnya akses perokok untuk membeli rokok kesukaannya secara eceran, jadi sangat mungkin terjadi perokok memilih rokok ilegal.

Kebijakan 20 Batang yang Aneh

Hanya boleh memproduksi rokok dengan isi 20 batang mengakibatkan kerugian besar. Kebijakan ini jelas hanya menguntungkan industri rokok putih multinasional. Selama ini rokok putih memang dijual dalam kemasan isi 20 batang, sementara rokok kretek biasa dijual dalam kemasan isi 12, 16, dan 20 batang.

RPP Kesehatan

Jika semua dipaksakan harus berisi 20 batang, maka industri kretek nasional akan dirugikan karena harus disamakan dengan perusahaan rokok multinasional yang skala modalnya berbeda.

Sebagai konsumen, tentu pengaturan ini juga sangat memberatkan, karena harga jualnya akan semakin mahal. Terciptanya rokok dengan varian isi 12/16 ditujukan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. 

Baca Juga:  Sudahkah Kawasan Tanpa Rokok Berjalan Efektif?

Jika ini disahkan, efeknya akan sama dengan melarang rokok eceran: Perokok akan banyak yang beralih ke rokok murah bahkan rokok ilegal. Yang pasti pemerintah juga tahu, rokok ilegal ini merugikan negara hingga ratusan miliar.

2. Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Larangan menjual produk rokok di KTR dalam pasal 454, tanpa pengecualian, menyebabkan kegiatan usaha penjualan tak bisa berjalan secara maksimal karena seluruh tempat, baik tempat penjualan maupun pabrik tidak boleh ada aktivitas.

Selain itu, jika perokok tidak disediakan tempat merokok, sekalipun itu di ruang terbuka Kawasan Tanpa Rokok, akan menyebabkan perokok kesulitan mencari ruang untuk merokok. Inilah yang menyebabkan banyak perokok masih sembarangan melakukan aktivitas merokok. Sebab, perokok tak diberi ruang merokok. 

Padahal, jika pemerintah mau menyediakan ruang merokok dengan fasilitas yang memadai, yang tidak merokok dan yang merokok akan mendapatkan haknya masing-masing tanpa selisih perkara lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *