Tahun 2023 masih menyisakan bulan Desember, namun kabar tidak enak untuk tahun depan sudah santer beredar. Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah memastikan bahwa tahun depan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok 2024 naik sebesar 10%. Hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 191 Tahun 2022.
Saat Konferensi Pers APBN kita yang digelar pada hari Jumat tanggal 24 November kemarin, Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengatakan, “Kami menyampaikan bahwa tarif cukai rokok tahun 2024 tidak ada revisi. Kita masih berbasis kepada PMK 191/2022 yang sudah ditetapkan”.
Mengetahui bahwa tarif cukai tidak mengalami revisi ini akan membuat semua stakeholder yang bergantung dalam Industri Hasil Tembakau (IHT) mengalami goncangan. Mulai dari pabrik rokok, petani tembakau, buruh pabrik hingga petani cengkeh.
Kementerian Keuangan dan Bea Cukai seakan tidak pernah belajar dari sejarah. Kenaikan rokok terus-menerus akan mengakibatkan inflasi dan penurunan produksi rokok. Jika sudah begitu, dampaknya akan mengarah ke pemasukan negara yang menurun. Mengingat, negara bisa meraup keuntungan dari cukai rokok sebesar 240 Triliun atau sekitar 10% dari penerimaan negara secara keseluruhan.
Cukai Rokok 2024 untuk Anggaran Kesehatan?
Jika dalih dalam menaikan cukai agar anggaran kesehatan menurun itu merupakan kebohongan. Justru Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) selalu diandalkan ketika anggaran kesehatan mengalami defisit. Dengan tarif cukai rokok yang selalu naik terus-menerus akan menimbulkan permasalahan baru.
Selain negara akan mengalami inflasi, peredaran rokok ilegal akan lebih masif. Kemudian pemerintah akan memberantas dan menekan peredaran rokok ilegal dengan dana yang diambil dari DBHCHT juga. Hal ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang tanpa ada jalan keluarnya.
Jika memang rokok dianggap sebagai barang berbahaya dan sebagai beban anggaran kesehatan, mengapa rokok tidak dilegalkan saja sekalian? Daripada dilegalkan namun terus-menerus ditekan seperti ini.
Dengan tidak ada revisi dalam kenaikan cukai rokok tahun 2024, pabrik rokok akan mengalami PHK besar-besaran. Banyak buruh pabrik yang kemudian tidak mempunyai pekerjaan. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, buruh sangat bergantung dari pabrik untuk menghidupi keluarganya., menyekolahkan anak, menikahkan anak dan memenuhi kebutuhan primer dan sekunder.
Petani tembakau dan cengkeh pun pasti akan merugi. Bagaimana tidak, tembakau yang diserap oleh pabrik pasti akan menurun. Tembakau petani tidak akan terbeli lagi. Walau tahun 2023 ini cuacanya sangat bagus untuk petani tembakau yang membuat kualitas tembakaunya itu bagus, namun sayangnya regulasi yang membawahi tidak dapat diandalkan. Hal ini sangat membebani petani tembakau.
Belum lagi, cengkeh yang hampir 90% serapannya ke pabrik rokok juga pasti akan mengalami penurunan. Cengkeh dari petani tidak akan terbeli oleh pabrikan lagi karena pabrikan akan menurunkan produksi rokoknya. Lalu bagaimana petani cengkeh akan menjual cengkehnya?
Jika terus-terusan seperti ini akan menimbulkan efek domino. Industri Hasil Tembakau akan mati. Petani tembakau dan cengkeh akan beralih ke komoditas lain yang hasilnya tidak mungkin sebagus tembakau dan cengkeh. Buruh pabrik akan kehilangan pekerjaannya. Lalu dimana peran pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya?
Leave a Reply