Press ESC to close

Semua Pasal terkait Tembakau di Draf RPP Kesehatan Berbahaya, Ini Faktanya!

Seluruh pasal terkait tembakau dalam draf RPP Kesehatan berbahaya. Ada sejumlah fakta menarik terkait draf tersebut.

Industri rokok tak henti-hentinya menjadi sasaran empuk oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan. Berbagai regulasi dengan sejuta alasan kesehatan dijadikan tameng untuk terus menekan industri padat karya ini. 

RPP Kesehatan kini menjadi regulasi terbaru untuk mematikan industri rokok. Sejumlah draf pasal terkait tembakau diatur secara rigid dalam RPP Kesehatan. Untuk yang kesekian kalinya, produk hasil tembakau menjadi barang yang paling diancam dalam draf RPP tersebut.

Oleh sebab itu, demi kelangsungan hidup jutaan pihak yang berkecimpung mencari rezeki lewat industri ini, semua pasal terkait tembakau dalam draf RPP Kesehatan ini harus kita tolak.

1. Sudah ada PP 109/2012

Sebelumnya, pengendalian tembakau sudah diatur secara masif dalam PP 109 tahun 2012. PP 109 ini merupakan turunan dari UU Kesehatan no 36 tahun 2009. Dalam PP 109 ini pun sudah sangat rigid. Mulai dari rokok elektrik, iklan rokok, sponsor rokok, promosi, pengaturan kemasan, label, penjualan, serta KTR atau Kawasan Tanpa Rokok semua sudah ada di PP 109. 

Maka dari itu, untuk apa tembakau masih dimasukkan di RPP Kesehatan? Aturan yang sebelumnya saja sudah ada. Sudah dilaksanakan juga secara tertib oleh para stakeholder pertembakauan, kok masih belum puas dengan menambahkannya di RPP Kesehatan.

2. Sikap Over Authority Kemenkes

Melihat begitu banyak dan detailnya Kementerian Kesehatan dalam mengatur tembakau dalam RPP ini, justru Kemenkes malah memperlihatkan sikap sak penake dewe saat diberi kewenangan ini. Bagaimana tidak? Bahkan peraturan penjualan serta isi kemasan dalam rokok juga diatur oleh Kemenkes.

Seharusnya, Kemenkes fokus pada masalah kesehatan saja, tidak usah sampai urusan penjualan. Sudah ada Kementerian sendiri yang berwenang mengatur hal tersebut.

3. Pasal-pasal Berbahaya

Semua pasal terkait tembakau dalam draf RPP kesehatan berbahaya, tanpa pengecualian. Adapun pasal-pasal tersebut antara lain

Pertama, Jumlah Batang

Tembakau harus dikemas dengan isi 20 batang, aturan ini terdapat dalam pasal 447 ayat 1. 

Aturan pengemasan dalam jumlah 20 batang tentu akan merugikan perusahaan rokok nasional, dan jelas ini hanya akan menguntungkan perusahaan rokok multinasional saja. Ini karena skala modal antar perusahaan berbeda-beda. 

Baca Juga:  Simplifikasi Cukai dan Keyakinan Semu Kementerian Keuangan

Selain itu, dengan adanya aturan pengemasan dalam jumlah 20 batang, harga rokok menjadi kian mahal, akhirnya banyak perokok yang semakin susah untuk mengakses rokok. Jika tujuan regulasi ini untuk menurunkan jumlah perokok, mungkin bisa. Namun, ada dampak yang serius yang harus diperhatikan oleh pemerintah akibat hal ini.

Jika perokok tak bisa lagi membeli rokok legal kesukaannya, rokok ilegal jawabannya. Kenaikan cukai saja sudah membuat rokok ilegal subur di pasaran, apalagi ditambah peraturan ini. Padahal sudah jelas kerugian negara akibat rokok ilegal. 

Kedua, Dilarang Menjual Eceran

dilarang menjual produk tembakau secara eceran, aturan ini terdapat dalam pasal 449 ayat (1) huruf c.

Aturan ini banyak menimbulkan kontroversi di kalangan pedagang maupun perokok sendiri. Di kalangan perokok, sudah jelas konsekuensi yang akan dihadapi pemerintah, yaitu maraknya rokok ilegal. 

Jika rokok eceran dilarang, perokok semakin sulit mengakses rokok dengan tarif murah, akhirnya banyak perokok beralih ke rokok ilegal. 

Selain itu, para Pedagang Kaki Lima (PKL) serta pedagang-pedagang kecil mengeluhkan adanya aturan ini. Padahal, 90% pendapatan PKL didapat dari penjualan rokok eceran, baru diikuti oleh penjualan dari minuman, dan snack. Jika peraturan ini disahkan, tentu pendapatan mereka akan turun, dan sangat mungkin berimbas pada gulung tikar.

Aturan ini juga tak masuk akal. Bagaimana pemerintah akan melakukan peraturan ini? Bagaimana pengawasannya?

Ketiga, Pembatasan Iklan yang Diperketat

Tidak boleh mengiklankan produk tembakau di media apa pun, termasuk media luar ruang dan tempat penjualan. Aturan tersebut diatur dalam pasal 457.

Pemblokiran iklan ini melanggar UU Penyiaran No. 32 tahun 2002. Rokok termasuk barang legal, yang karena kelegalannya ia dilindungi oleh UU. Namun, bagaimana bisa barang yang dijual tidak boleh dipromosikan atau diiklankan di tempat penjualan? 

Keempat, Logika KTR Tak Masuk Akal

Tidak boleh melaksanakan aktivitas apapun yang berkaitan dengan rokok di Kawasan Tanpa Rokok, tanpa pengecualian. Aturan tersebut diatur dalam pasal 454.

Pernah nggak nemu perokok yang merokok sembarangan di tempat umum? kalau nemu, jangan buru-buru marah ya. Pernah berpikir kenapa mereka merokok sembarangan?

Baca Juga:  Soal Ruang Merokok Di Mandalika Yang Diprotes Susi

Saya tidak membela siapapun yang merokok tidak dengan adab yang santun atau merokok sembarangan. Tetapi, barangkali memang tempat tersebut tidak disediakan ruang merokok sama sekali, sehingga perokok kesusahan mencari ruang untuk merokok. Kalau sudah begitu, salah siapa?

Pembuatan KTR seharusnya dibarengi dengan asas keadilan, yang tidak merokok dan yang merokok mendapatkan haknya masing-masing. Masa iya disediakan KTR tapi tidak disediakan ruang merokok? Harusnya kan win-win solution.

Kelima, Tak Boleh Promosi di Mana Pun

Dilarang melakukan promosi dan sponsorship dalam bentuk apa pun, dan di manapun. Aturan ini tertuang dalam pasal 460.

Larangan ini jelas akan merugikan produsen rokok. Bagaimana bisa produk yang sah dijual secara hukum tidak boleh dipromosikan?. Padahal, promosi produk itu adalah hal yang wajar dilakukan oleh setiap perusahaan.

Tembakau itu produk legal, yang karena kelegalannya, pengaturannya juga seharusnya sama dengan produk legal lainnya. Mengapa sebegitu ketat peraturan ini sampai-sampai sponsor dalam kegiatan apapun tidak boleh dilakukan.

Peraturan-peraturan dalam draf RPP kesehatan malah membuat aktivitas merokok seperti aktivitas kriminal. Padahal kan mengkonsumsi barang legal. Rokok juga bukan barang ilegal seperti narkoba.

Dalam aturan di atas, terlihat juga sang pemangku kebijakan hanya ingin menguntungkan satu pihak saja. Padahal industri tembakau di negeri ini sudah menyokong triliunan untuk pendapatan negara, industri ini juga telah membuka jutaan lapangan kerja di tengah ketidakpastian lapangan kerja di sektor industri yang lain. 

Seharusnya, peraturan terkait tembakau di RPP Kesehatan ini segera dihapuskan saja. Sama seperti Israel kepada Palestina, jika draf RPP Kesehatan disahkan, ini adalah kejahatan genosida terhadap Industri Hasil Tembakau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *