Press ESC to close

RPP Kesehatan Datang, Pedagang Rokok Meradang

Entah kapan RPP Kesehatan akan disahkan, yang pasti, saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) tengah berada dalam ambang kehancuran. RPP Kesehatan ini merupakan turunan dari UU No. 17 Th 2023 yang nantinya akan mengatur mengenai peredaran produk tembakau dan rokok elektrik. 

Para stakeholder pertembakauan baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung telah menyatakan keberatan dan sejumlah protes mengenai regulasi baru ini. 

Pihak produsen dan pedagang kecil salah satunya, mereka sudah mulai mengeluhkan adanya peraturan ini. Dalam RPP ini terdapat pasal yang melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektrik secara eceran satuan per batang. 

Peraturan tersebut tentu dapat menurunkan pendapatan para pedagang kecil. Sebab, penjualan rokok eceran merupakan salah satu penjualan dengan hasil pendapatan yang tinggi. Bahkan, penjualan snack dan minuman tidak sebagus penjualan rokok eceran.

Oleh sebab itu, jika regulasi ini disahkan, bisa saja pedagang mengalami gulung tikar. Selain itu, masih menjadi pertanyaan bagaimana nantinya pemerintah akan melaksanakan peraturan ini. 

Regulasi Rokok Eceran di RPP Kesehatan

Selain pelarangan penjualan rokok secara eceran, regulasi ini juga memuat aturan mengenai larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektrik dengan memajang produk tembakau di tempat penjualan, dan larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektrik melalui jasa situs dan aplikasi elektronik komersial dan media sosial. 

Baca Juga:  Mengasah Logika Dishub Jakarta

Sebagai produk legal, rasanya tak pantas pemerintah memberikan aturan semacam ini. Bagaimana bisa barang legal tidak boleh diperjualbelikan dengan cara memajang produknya di tempat jual beli? Apakah pantas barang legal tidak mendapat ruangnya di situs jual beli komersil?

Padahal, kan, barang legal, kenapa tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti barang legal lainnya. Lagian produk tembakau bukanlah narkoba.

Produsen terutama pabrikan juga sangat dirugikan dengan regulasi ini, pasalnya akan ada larangan sponsorship di berbagai kegiatan, baik sponsor kegiatan komunitas, organisasi, maupun acara kepemudaan. Juga terdapat pengetatan aturan tayang iklan rokok.

Sebagai produsen dari barang legal, pabrikan juga berhak untuk memerlukan branding dalam bentuk apa pun untuk memasarkan produknya. Bagaimanapun, walau rokok merupakan barang legal yang memiliki aturan tersendiri, namun barang ini juga butuh dipasarkan dan diperkenalkan kepada konsumen. Tidak bisa barang dilarang begitu saja. 

Pabrikan bisa mengalami kerugian besar yang juga dapat berimbas kepada karyawan,  petani tembakau selaku pemasok bahan baku, dan pihak di sektor lain yang berkaitan dengan produksi rokok.

Aturan Rokok Harus Isi 20 Batang

Aturan lain yang menyebabkan pedagang dan produsen merintih adalah aturan pengemasan rokok dengan isi 20 batang. Sebelumnya, rokok dengan isi 12 atau 16 batang ditujukan untuk menyesuaikan kantong konsumen, dan sebagai bentuk keringanan terkait modal dari masing-masing pabrikan.

Baca Juga:  Indonesia Millenial Summit 2020, Disponsori Perusahaan Rokok Bukan Berarti Kampanye Merokok

Jika regulasi ini disahkan, perusahaan rokok nasional akan dirugikan karena skala modalnya dengan perusahaan rokok multinasional berbeda. 

Aturan ini juga dapat berimbas terhadap kenaikan harga rokok akibat rokok wajib berisi 20 batang. Setelahnya, peredaran rokok ilegal akan semakin tinggi. Sebab, akan ada banyak perokok yang beralih ke rokok ini akibat dari sulitnya mengakses rokok murah.

Melihat berbagai dampak yang akan dialami oleh industri tembakau, sebaiknya pasal terkait tembakau dihapuskan. Nampaknya, perusahaan kesehatan lah yang paling beruntung di sini. Bagaimana bisa susunan aturan RPP Kesehatan malah mematikan industri padat karya ini. Lagian tembakau secara keseluruhan sudah diatur dalam PP 109 Th 2012.

Apakah itu tidak cukup untuk menyiksa para stakeholder tembakau?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *