Press ESC to close

Kekeliruan Pemerintah dalam Pembatasan Iklan Rokok Untuk Mengurangi Jumlah Perokok dan Perokok Anak

Perbincangan terkait pembatasan iklan rokok menguat. Alasannya demi menghindari terjadinya lonjakan perokok anak. Benarkah demikian?

Apakah masing-masing kita pernah bertanya-tanya kenapa tidak ada rokok dalam iklan rokok? Seperti halnya di televisi atau medua-media cetak lainnya tidak ada wujud rokok atau orang sedang merokok dalam iklan tersebut? Alih-alih produk rokok yang ditampilkan, iklan rokok malah menampilakan hal-hal lain yang nggak ada kaitannya dengan rokok.

Nah ternyata hal itu lekat kaitannya dengan Undang-Undang Penyiaran. Bahwa dalam UU No. 32 Tahun 2002 Pasal 46 ayat 3 (c) menyatakan bahwa siaran iklan dilarang melakukan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. Dalihnya adalah untuk mengurangi jumlah prevelensi perokok. Oleh karenanya iklan rokok dibatasi.

Belum lagi iklan rokok juga baru boleh tayang dari mulai malam hari hingga dini hari yakni pukul 21:30-05:00 waktu setempat dengan tidak menanyakan produk rokok juga. Alasannya jam itu adalah waktu anak tidur sehingga alasannya adalah untuk mengurangi perokok anak.

Benarkah Pembatasan Iklan Rokok Mengurangi Jumlah Perokok?

Dari semua itu lantas timbul pertanyaan, apakah dengan pembatasan iklan rokok maka para perokok akan berkurang? Atau mereka tidak tertarik lagi dengan rokok? Saya pikir itu salah besar. Pertama perokok itu merokok tidak sebatas hanya karena melihat iklan di televisi atau baliho. Sama sekali tidak. Coba tanya satu-satu perokok, apakah hanya karena mereka melihat iklan lantas mereka membeli rokok. Kan tidak.

Baca Juga:  Rokok Barang Haram? Lalu Korupsi Cukai Rokok Itu Disebut Apa?

Atau bergeser ke kasus lain seperti dalam film Gadis Kretek yang sempat ramai beberapa waktu lalu, ada asumsi bahwa itu membuat perokok wanita meningkat. Asumsi itu juga salah besar. Mana mungkin hanya karena menonton film orang itu melakukan apa yang dilakukan aktor/aktris film. Pun sama halnya ketika saya melihat film Petaruhan tidak lantas saya langsung hobi berkelahi. Film itu tontonan bukan tuntunan.

Nah sama halnya dengan rokok, sekali lagi tidak mungkin iklan rokok serta merta langsung membuat animo masyarakat meningkat membeli produk yang ditawarkan. Jadi pembatasan iklan rokok itu dirasa tidak tepat dan sama sekali tidak efektif untuk mengurangi jumlah perokok. Mengingat kalau melihat data, jumlah perokok juga masih banyak.

Lalu perihal pemberian jam tayang agar tidak ada perokok anak lagi juga menurut saya kurang efektif. Memang perokok anak itu tidak dibenarkan sama sekali. Tapi anak-anak itu bukan karena iklan terus mereka merokok, melainkan faktor lingkungan. Peran orang tua juga cukup penting dalam mengedukasi anak agar tidak melakukan hal-hal yang belum waktunya.

Baca Juga:  Selalu Ada Waktu untuk (sebatang) Rokok

Dan permasalahan juga kenapa hanya iklan rokok saja yang dijadikan tumbal untuk mengurangi agar anak-anak tidak melakukan hal-hal yang belum semestinya. Kenapa iklan mobil nggak dibatasi? Padahal belakang saya melihat di X ada orang tua yang mengajari anak di bawah umur untuk nyetir mobil. Ngapain orang tua mendidik anak untuk melakukan hal-hal yang belum semestinya.

Bahaya Pemblokiran Iklan Rokok

Kembali lagi soal iklan rokok, bahkan berita buruk lagi, ketika RPP Kesehatan disahkan, RPP ini juga akan mengintervensi Undang-undang Penyiaran. Di mana produsen rokok dilarang untuk beriklan di berbagai platform.

Oleh karenanya, dari semua itu, rasa-rasanya pemerintah memang ingin perlahan membunuh kreativitas anak bangsa, kenapa saya bilang begitu? Lantaran dengan adanya iklan rokok sebenarnya itu melatih kreativitas masyarakat, dalam hal ini desainer/ pengkonsep misalnya untuk menorehkan karya ke dalam medium iklan rokok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *