Press ESC to close

Kenapa Ada Rokok Shaming dan Kasta Rokok Tertentu?

Hari ini mungkin ada istilah baru yang mesti disematkan kepada orang-orang yang suka nyiyirin rokok tertentu. Mereka adalah golongan orang-orang yang melakukan Rokok Shaming. Iya benar, bukan hanya body shaming atau shamingshaming lainnya, rokok pun juga ada yang demikian. 

Saya punya pengalaman bagaimana ada salah seorang teman yang nyiyir ketika saya bawa “rokok murah”. Rokok murah yang saya maksud adalah rokok-rokok yang berasal dari Golongan 3. Nada nyiyir langsung dilontarkan, seperti “rokok kayak gini dihisap?”, atau “mending beli rokok X daripada rokok yang kamu hisap”

Pun memang behubung saat ini banyak sekali rokok-rokok dengan nama yang terkesan “aneh”, maka dari situ tidak luput dari orang-orang yang melakukan Rokok Shaming. Seperti rokok Tolak Miskin, Konco, dan lain sebagainya itu akan terkena rokok shaming

Sebenarnya bukan hanya itu saja, ketika ditarik ke belakangan bahkan mungkin hingga saat dengan konteks sedikti berbeda, rokok shaming pernah dan masih ada. Seperti halnya rokok Djarum Super yang identik dengan rokok kuli, atau rokok Esse dicap sebagai rokok l*nte, rokok Dji Sam Soe adalah rokok dukun, Tingwe adalah anak senja atau anak gunung, dan sederet rokok shaming lainnya. 

Baca Juga:  Tembakau Soppeng dari Sulawesi, Produk Khas yang Terlestari

Anggapan rokok shaming

Anggapan-anggapan seperti tentu tidak semuanya terjadi, ya. Masing-masing daerah kemungkinan sedikit-banyak berbeda-beda. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa  anggapan-anggapan itu tentunya memiliki konotasi ke arah yang bukan positif dan sudah pasti tidak benar adanya. 

Ya masak pihak produsen rokok membuat rokok hanya untuk beberapa segmen saja, sedangkan orang yang merokok berasal dari masyarakat umum. Sehingga harusnya kan bebas-bebas saja mau memilih rokok seperti apa. 

Tapi kira-kira apa yang membuat ada anggapan seperti itu terjadi? Tidak lain dan tidak bukan karena adanya streotype. Hanya melihat beberapa kasus saja lantas mengeneralisasi semuanya. Sekadar melihat beberapa kuli bangunan menghisap Djarum Super, terus berasumsi bahwa Djarum Super adalah rokok kuli. Dan sederet kasus yang ada. 

Bahkan harusnya anggapan semacam itu sudah tidak ada lagi. Sebab sekarang banyak ditemui orang-orang yang gonta-ganti rokok. Misalnya kuli, mereka sudah jarang menghisap Djarum Super karena dinilai mahal sebab cukai rokok yang terus dinaikan. Akhirnya mereka bergeser ke Djarum 76 misalnya atau rokok-rokok SKT lainnya. 

Adanya kasta rokok tertentu

Rokok shaming bukan hanya berhenti di anggapan-anggapan seperti di atas. Melainkan juga sudah ke tahap adanya kasta rokok. Seperti misal ketika ada orang merokok Sampoerna Mild dianggap sebagai orang yang memiliki ekonomi mapan. Atau ketika dalam konteks di tongkrongan bagi anak-anak kabupaten, Gudang Garam Surya 16 masih menjadi rokok idaman, lalu ada kasta dibawah lagi, dan seterusnya dan seterusnya. 

Baca Juga:  Menghubung-hubungkan Rokok dengan Kemiskinan

Asumsi perihal kasta itu memang kemungkinan dan bisa jadi benar adanya. Sebab ada pernyataan yang bisa benar bisa salah bahwa kalau ingin melihat ekonomi laki-laki maka lihatlah rokoknya. Tapi sekali lagi hal itu tidak serta merta benar adanya. Bisa salah bisa benar. Relatif. Sebab banyak orang yang merokok bukan karena ingin terlihat mapan atau mengikuti selera dan kasta yang publik sematkan, melainkan dirinya sudah nyaman dan sesuai sama rasanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *