Press ESC to close

Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak

Bukan antirokok namanya kalau tidak pandai memelintir tafsir tentang rokok. Termasuk halnya dalam menilai praktik promosi produk tembakau. Bagi mereka, iklan rokok telah berlaku intervensif ke banyak lapisan masyarakat.

Kocaknya, kelompok antirokok ini menuding industri rokok makin menyasar anak-anak sebagai pasarnya. Seolah-olah, mereka mau bilang kalau korporat rokok itu bejat tak bermoral. Begitulah hal implisit yang antirokok tidak katakan langsung.

Jika kita tilik lagi, apakah selama ini iklan rokok di televisi misalnya, telah melanggar jam tayangnya? Penentuan jam tayang iklan didasarkan pada logika waktu ketika anak-anak sudah tidur, yakni dari jam 21.30-05.00 WIB, sesuai regulasi PP 109/2012. Sejauh ini sudah cukup efektif bagi penilaian stakeholder rokok. Namun sebaliknya bagi haters.

Penerapan jam tayang iklan yang berlaku pada regulasi itu dianggap tidak ampuh menekan angka perokok Hal itu dikaitkan dengan prevalensi perokok di bawah umur. Mereka menganggap iklan rokok sangat berpengaruh terhadap ketertarikan anak untuk merokok. Di sini jelas keliru logikanya.

Sejatinya, dasar logika iklan rokok tidak dalam upaya mengajak semua orang merokok. Itu sebagai media promosi saja, prinsipnya untuk menginformasikan produk sekaligus mengenalkan brand ya itu prinsipnya. Lalu lewat apa sarananya kalau bukan lewat media periklanan? 

Sementara, banyak produk konsumsi lain yang juga memiliki faktor risiko kesehatan tidak sebegitunya diperlakukan. Di sini diskriminisinya antirokok yang katanya mengedepankan semangat hidup sehat, tetapi tidak berlaku adil dalam mengoreksi regulasi.

Baca Juga:  Larangan Total Iklan Rokok Tidak Disetujui Kemenkumham

Antirokok Tidak Adil dalam Menilai Sebuah Iklan

Pihak antirokok menilai secara eksplisit, bahwa iklan rokok merupakan penyebab tingginya ketertarikan orang untuk merokok. Padahal, selama ini pada promosi produk tembakau tak selalu menunjukkan barang dagangannya.  Tidak ada unsur rokok atau aktivitas merokok yang ditampakkan.

Ini yang bikin banyak pihak geleng-geleng kepala menanggapi sesat pikir antirokok. Bahkan asosiasi periklanan Indonesia sangat menyesalkan langkah yang ditempuh pemerintah. Terkait jam tayang yang diubah menjadi jam 23.00 sampai jam 03.00 WIB, ini adalah waktu-waktu yang dianggap jam hantu. Artinya, siapa sih anak-anak yang masih melek di depan televisi di jam segitu.

Di banyak penelitian telah diukur jam wajar untuk anak-anak beristirahat, ya di bawah jam sembilan malam. Sangat aneh jika harus dinaikkan batas waktunya seperti yang diisyaratkan pada RPP Kesehatan. Selain mengatur media periklanan, melarang menjual rokok ketengan, dilarang menjadi sponsor event apapun. 

KTR yang Ikut Digunjingkan

Termasuk pula soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang ditekankan untuk tidak boleh ada aktivitas ekonomi. Intinya, menjual rokok di wilayah KTR adalah tindakan pelanggaran hukum. Ini juga sangat tidak masuk akal. Dari poin-poin RPP Kesehatan yang akan disahkan itu, terlihat betul bahwa ada nuansa politis apalagi ini menyasar pada hajat hidup orang banyak.

Baca Juga:  Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram?

Berdasar asasnya, Kawasan Tanpa Rokok dihadirkan sebagai upaya membatasi aktivitas merokok di area KTR, agar tak ada pihak lain yang terpapar asap rokok. Kenapa kok jadi melarang aktivitas ekonomi masyarakat. Jelas ini bertabrakan dengan amanat UUD 1945 tentang hak ekonomi masyarakat dalam mengakses kesejahteraan. Baik soal iklan dan KTR, antirokok semakin menunjukkan kesalahan dan arogansinya menekan industri.

Ajaib memang mindset haters rokok ini yang (seolah-olah) mulia melindungi anak. Dari menafsir iklan produk tembakau itu saja jelas logical fallacy-nya, bahkan diskriminatif. Telah disimpulkan pula oleh banyak pihak, bahwa gerakan antitembakau selama ini ya tidak bertujuan serius melindungi anak ataupun sejurus dalil mereka menekan prevalensi. Isu anak hanya menjadi tameng politik dagang mereka.

Intinya, gerakan mereka lebih menyasar pada upaya mendeligitimasi industri tembakau di Indonesia. Dan itu artinya, secara langsung memberangus nasib sektor kretek yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. 

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *