Press ESC to close

Kudus, Kota yang Hidup Bersama Kretek

Selain dikenal sebagai kota santri, Kudus tentunya juga dikenal sebagai kota Kretek. Meski begitu, jangan pernah ke kudus untuk melihat ladang tembakau. Kudus dikenal karena industri kreteknya yang menghidupi warganya selama puluhan tahun.

Sejarah kretek bermula disini. Bukan karena tembakau pertama kali ditanam di sini, tapi karena penemuan Haji Djamhari terhadap tembakau dan cengkeh yang dilinting bersama sebagai obat sesak napasnya. Kemudian penemuannya ini dikenal masyarakat sebagai Kretek karena bunyinya yang ‘keretek-keretek’ saat dibakar.

Bukan cuma cerita soal Haji Djamhari, sejarah juga mencatat Nitisemito bersama istrinya Nasilah memulai bisnis industri kretek di kota ini. Awalnya, mereka hanya berdagang warung rumahan. Namun karena besarnya permintaan, akhirnya bisnisnya berkembang menjadi industri dengan jumlah pekerja yang besar.

Menurut sejarah, sedari muda Nitisemito seringkali membuka usaha, namun seringkali juga gagal. Hingga kemudian, Ia memutuskan menjual tembakau bersama istrinya di rumah.

Warung Nasilah menjual kretek yang banyak disukai pelanggannya. Campuran irisan tembakau dan cengkeh kemudian di bungkus dalam kulit jagung kering yang dikeringkan, lalu diikat dengan tali dari benang buatan Nasilah. Kini, kretek dengan pembungkus daun jagung itu dikenal dengan Klobot.

Baca Juga:  Selain Sarri, Beberapa Pelatih Kenamaan Dunia Ini Juga Perokok

Seperti sudah dijelaskan diatas, kretek yang dijual Nasilah ini banyak disukai, dan permintaannya terus bertambah. Karena itu, menjualnya dengan nama produk dan mendirikan pabrik untuk memproduksinya. 10 tahun berjalan, pabriknya sudah dapat memproduksi sebanyak 10 juta batang dalam sehari dan mempekerjakan sekitar 15 ribu orang.

Cerita Nitisemito dan Nasilah tadi terjadi di paruh awal abad 20. Dan karena bisnisnya lah, Nitisemito telah membuka pintu zaman industri kretek. Dan kerajaan binisnya dimulai dari kota kretek, Kudus.

Karena banyaknya cerita tentang kretek di Kudus, pada tanggal 3 Oktober 1986, Guberbur Jawa Tengah kala itu Soepardjo Roestam mendirikan Museum Kretek sebagai monumen pengingat zaman bahwa sejarah Kretek dimulai di Kudus. Semua ini terjadi menyaksikan potensi kontribusi usaha kretek dalam menggerakkan perekonomian daerah dan penghidupan masyarakat.

Museum ini adalah saksi bisu bagaimana Kudus kemudian terus berkembang bersama industri kretek hingga hari ini. Meski begitu, Kudus juga menjadi saksi besarnya pengaruh kampanye dan kebijakan anti rokok yang membuat ribuan industri kretek rumahan yang gulung tikar. Kini, tinggal tiga perusahaan besar yang masih beroperasi di Kudus, yakni Sukun, Norojono, dan Djarum.

Baca Juga:  Masa Emas Petani Tembakau

Pemerintah Kabupaten Kudus sendiri banyak bekerja sama dengan perusahaan dalam pembangunan Kudus. Pada bidang olahraga misalnya, dibangun Perkumpulan Bulutangkis Djarum yang membina bibit muda pebulutangkis lokal. Begitu juga pembangunan Gerbang Kudus Kota Kretek di kawasan Taman Tanggul Angin.

Begitulah, Kudus dan Kretek memang tak terpisahkan. Sedari abad 20-an hingga sekarang, kretek terus hidup bersama masyarakat dan Kota Kudus. Bukan hanya membangun perekonomian Kudus, tapi juga menghidupi masyarakatnya. Kota yang hidup dan tumbuh bersama kretek.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit