Mungkin pernah terpikir oleh Anda, kenapa merek-merek kretek kebanyakan nama dan logo dari produk khas Indonesia ini tidak memiliki kaitan dengan anasir rokok. Seperti aroma dan citarasa, bahan baku, alat bantu penikmatan, dan sebagainya. Berbeda dengan produk susu formula, seperti Indomilk atau Ultramilk yang menggunakan frasa tambahan ‘milk’ sehingga calon konsumen akan langsung ngeh “itu pasti merek susu.” Contoh produk lainnya berlaku juga pada merek mie instan, misalnya Indomie, Supermie, Popmie, dan seterusnya. Orang langsung tahu kalau itu merek makanan berupa mie, karena penyebutannya menggunakan kata mie.
Andaikata suatu hari ada seorang teman Anda yang ujug-ujug karena didorong hasrat ingin pamer, lalu ia berkata begini, “aku tadi habis ngisep Gentong dong.” Kebetulan Anda yang diajak bicara tahunya Gentong itu sebatas wadah air, terus Anda berusaha membalasnya sambil berkelakar, “aku juga barusan habis ngisep gayung.”
Oh iya, perlu juga diketahui, bahwa cap Gentong adalah salah satu merek kretek yang diproduksi di Semarang dan Kudus. Merek ini terbilang sudah eksis sejak lama, persisnya sejak 1927, di Boja awalnya. Masuknya Jepang ke Indonesia pada 1942, usaha itu dipindahkan ke Semarang. Mendengar merek kretek ini, tentu tak semua orang akan langsung ngeh kalau itu merek rokok.
Sesaat mungkin ada juga yang merasa “lucu” mendengarnya. Ada juga yang lantas membanding-bandingkannya dengan merek produk-produk kretek (baik kretek filter maupun non) genre kekinian. Tentu saja bicara soal merek, baik masa lalu maupun masa sekarang, sama-sama mewakili semangat filosofis zamannya.
Merek Kodok Mangan Ulo, yang pada mulanya digunakan oleh Nitisemito, maupun merek-merek terkenal lainnya, seperti Bentoel, Dji Sam Soe, Wismilak, Djarum, Gudang Garam, Gentong, Nojorono, dan Sukun, sama sekali tidak memilik kaitan dengan anasir rokok. Tak hanya nama-nama rokok terkenal itu saja. Ada ratusan merek kretek lainnya yang akan membuat Anda mungkin sesaat tergelitik dan ingin tahu lebih jauh. Misalnya saja merek kretek Klembak Kemenyan, yang dikenal dengan Tjap Siluman. Ada juga merek kretek Tjap Kerbau, Beruang, Tjap Kutjing.
Hanya sedikit merek-merek rokok yang dengan jelas memiliki pertautan dengan rokok, seperti Tjap Teboe & Tjengkeh, Tjap Korek Api, Tjap Oepet, dan Tjap Katjip. Boleh dibilang penentuan dan penggunaaan merek rokok bukan semata karena pertautannya dengan unsur rokok. Melainkan juga karena ada pertimbangan lain yang berkaitan dengan aspek keyakinan dan filosofi.
Tulisan ini memang tidak sepenuhnya akan mengulas tuntas soal merek kretek maupun sejarah di baliknya. Sekadar ingin berbagi sedikit hal yang unik dari keragaman nama pada produk kretek. Yang pada intinya, sebuah merek ataupun cap dagang—khususnya produk kretek—memiliki makna filosofi yang khas, setidaknya bagi saya.
Di antara yang saya maksudkan adalah merek kretek pertama milik Nitisemito, namanya terkesan seperti judul sebuah fabel: Kodok Mangan Ulo (Kodok Makan Ular). Walau nama dagang ini terbilang tidak bertahan lama dibanding dengan nama penggantinya yakni Tjap Bal Tiga. Padahal, nama merek itu cukup antik dan terkesan puitik, sekali lagi bagi saya.
Pemilihan merek rokok bisa juga didasari oleh aspek memori, baik memori yang melekat pada diri pemberi merek maupun pada diri perokok. Unsur nama pada merek rokok kretek kerap dihubungkan dengan tempat rokok itu diproduksi. Dengan cara demikian, walaupun tanpa menyebutkan tempat produksinya, perokok dapat mengasosiasikannya dengan tempat tertentu.
Tjap Menara dengan logo menara Kudus, misalnya, diasosiasikan dengan Kudus, dan memang kota inilah tempat produksi rokok tersebut—begitu pula rokok Tjap Kali, Gelis, Muria, dan Rumah Kapal. Sementara itu, rokok Tjap Gambang Semarang dan Tjap Geredja Bleduk dengan terang menunjukkan asosiasi dengan Semarang.
Rokok Tjap Retjo Pentoeng produksi Tulungagung sekilas tak terlihat memiliki hubungan dengan Tulungagung. Namun, perlu diingat, bahwa di empat penjuru titik akses untuk memasuki pusat kota ini ditempatkan sepasang patung Dwarapala. Patung tersebut oleh awam dikenal sebagai “reco pentung”.
Nama-nama itu menjadi medium pengingat akan tempat tertentu, khususnya tempat suatu rokok diproduksi. Kadangkala, selain menggunakan nama tempat, nama orang yang memproduksi rokok, atau akronim namanya, juga dijadikan merek. Misalnya rokok Tjap Tjwa Giok Po, Tjap Eng Djoen, Tjap Sukini, Tjap Siti Zoebaedah, Tjap Amir, Tjap Soepian, Tjap Andri, AW (Abdul Wahab), HH (Hap Hien), dan masih banyak lagi.
- Rokok Lucky Strike, Cigarettes That Always Strike You! - 7 November 2021
- Apa Rokok Paling Enak Versi Perempuan? - 16 October 2021
- Rekomendasi Rokok Enak Untuk Pemula (Bagian 2) - 9 October 2021