Search
Bung Karno merokok

Penuturan Bung Karno Soal Cengkeh dalam Pusaran Kolonialisme

Jangan sekali-sekali melupakan sejarah (Jas Merah), sebuah kalimat yang sering didengung-dengungkan oleh Bung Karno sang Founding Father. Sebab bangsa Indonesia hari ini dan esok terbentuk dari sejarah panjang di masa lalu. Dalam sejarah bangsa kita, tercatat bahwa Indonesia pada era Nusantara adalah bangsa yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang luar biasa hebatnya. Hal tersebut yang memantik kolonialisme menjajaki tanah Nusantara karena sumber daya rempah-rempahnya.

Salah satu tanaman rempah-rempah endemik asli Nusantara adalah cengkeh (Syzygium aromaticum) yang berasal dari ‘Empat Pulau Gunung Maluku’: Ternate, Tidore, Moti dan Makian. Nah, cengkeh dalam pusaran sejarah kolonialisme di Indonesia, dengan sangat gamblang diceritakan Bung Karno di dalam ‘Indonesia Menggugat’ yang disampaikan dalam kursus filsafat dasar Pancasila di Istana Negara. Mari kita simak penuturan Bung Karno soal cengkeh dan kolonialisme.

“Mula-mula orang Belanda itu datang di sini sekadar untuk membeli barang-barang seperi tjenkeh, pala, beli ini beli itu, hasil-hasil pertanian di sini. Kalau ditindjau sedjarah jang lebih tua begini: dulu, di abad XV, XVI, orang Eropah sudah mengenal tjenkeh, pala, dan sutera bikinan Tiongkok. Tetapi barang-barang ini, didatangkan ke Eropah tidak seperti sekarang. Djalannja dulu ialah barang-barang tjengkeh, pala dari Indonesia, barang-barang dari India, barang-barang dari Tiongkok dan sebagainja, semuanja boleh dikatakan dikumpulkan di Tiongkok lebih dulu.

Dari Tiongkok lalu melalui djalan-djalan caravan, kafilah-kafilah, melalui Sentral Asia, padang pasir Gobi, muntjul di Midden Oosten, Middle East, jaitu di Libanon. Dari situ dibawa ke kota di sebelah laut Adriatic, Venesia.

Dari kota Venesia diambil oleh perahu-perahu, kapal-kapal pedagang dari Inggris, Belanda, dari negeri-negeri lain, dus, pada waktu itu, Venesia adalah satu kota transito. Barang-barang dari Tiongkok melalui Sentral Asia, pergi ke Libanon ke Venesia, dari Venesia disebarkan ke Eropah Barat. Pada waktu itulah Venesia naik dia punja kedudukan.

Pada waktu itu istana-istana di Venesia jang indah, jang sampai sekarang mendjadi kekaguman orang, dibuat. Kalau saudara datang ke Venesia sekarang, saudara melihat istana dari marmer, itu buatan djaman itu. Geredja San Marco buatan dari djaman itu. Istana Togen, buatan dari djaman itu.

Pada abad XIV, XV, XVI, dan belakangan ini tukang mengambil tjenkeh, pala, dan lain-lainnja itu, mempunjai hasrat untuk mentjari sendiri djalan pengambilan barang-barang ini. Lantas dikirimlah orang-orang untuk menjtari djalan. Saudara tahu sedjarah Vasco de Gama, Bartolomeus Diaz, sedjarahnja Cornelis de Houtman dan lain-lain itu, mereka itu mentjari djalan ke tempat tjengkeh, pala, meritja, sutera ini.

Mentjarinja djalan ada jang ke barat terus dan dia terdampar di Amerika jaitu Colombus, dan dia bertepuk dada, merasa menemukan Amerika. Padahal tidak. Lebih dulu daripada Colombus adalah Amerigo Vesvucci. Sebagian ke barat, sebagian dari negeri negeri Belanda dan Spanjol, mengelilingi Tanjung Harapan, udjung paling selatan dari Afrika masuk Lautan Hindia, ketemulah tempat-tempat tjengkeh dan meritja itu.

Nah, dus, bisa ketemu djalan ini, saudara-saudara, belum ada terusan Suez, datanglah apa jang di dalam kitab saja, saja namakan imperialism Belanda kuno. Dus, sekedar mengambil bahan-bahan ini tadi, mengambil tjengkeh, meritja, pala, dan lain-lain sebagainja, dibawa ke Eropah melewati Tandjung Harapan, dibawa ke Eropah, didjual di Eropah dengan banjak laba.

Disitu negeri Belanda mulai naik, sehingga pada abad ke-XVII negeri Belanda mengalami abad keemasan. Orang Belanda sendiri menamakan abad ke-XVII itu degouden eeuw,”. (Bung Karno dalam Kursus pertama Pancasila di Istana Negara, 20 Mei 1958).

Dengan membaca sejarah tersebut, kita akan memahami bahwa betapa pentingnya sumber daya alam di tanah Indonesia, sehingga membuat jejak kolonialisme di dunia bisa muncul. Terutama cengkeh sebagai tanaman endemik Indonesia yang memiliki berbagai manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia. Hari ini cengkeh 93 persennya diserap di dalam industri kretek nasional, menunjukkan bahwa cengkeh dapat berdaulat di tanahnya sendiri.

Baca Juga:  Sering Tampil Merokok, Apa Rokok Deddy Corbuzier?