Sudah lihat video Cak Nun yang lagi ramai belakangan di medsos dan disebar oleh fanpage Komunitas Kretek beberapa hari lalu?
Cak Nun memerankan adegan paling epik saat menjawab pertanyaan seorang bapak tentang bahaya rokok. Tapi, belum sampai menjawab, Cak Nun malah menyalakan rokok lalu menghisapnya. Sontak, jemaah Maiyah yang melihat itu langsung tertawa.
Melihat video itu, sodara boleh saja tertawa dengan pertanyaan polos si bapak. Tapi percayalah, bapak itu hanya satu dari sekian kita yang tidak tahu, kalau peringatan bahaya rokok adalah ulah para antirokok dan pemerintah. Di antara mereka itu, boleh jadi di antaranya juga adalah bapak kita, kakek kita, atau keluarga dekat kita yang lain yang masih merokok, juga tidak tahu kalau persoalan rokok adalah persoalan bagaimana tubuh seseorang menerima reaksi dari barang yang dikonsumsi.
Situ boleh enggak setuju dengan perkataan Cak Nun. Siapa sih yang enggak ngeri lihat bibir korengan, jantung menghitam, hingga ancaman kematian. Duh, orang sebandel apapun ngeri-ngeri lah ya ngeliat gituan. Sodara boleh jadi bergidik merinding melihat semua itu lewat kampanye negatif tentang rokok yang banyak tersebar di televisi atau media sosial.
Tapi benarkah demikian?
Lewat video itu, Cak Nun mengajarkan, tak ada sesuatu yang absolut. Semuanya penuh kerelatifan. “Pak, aku iki ngerti uripku. Wong ki macem-macem, Pak. Ono wong mangan krikil ra masalah. Ono wong mangan beling yo ra masalah. Dadi, ora koyo jenengan kabeh wong sedunyo. Ono wong kih macem-macem. Ono wong ngemut botol tok, ya wareg, yo ono. Kok gelem diapusi karo gambar iki loh.”
Duh, Cak, apa ya enggak berlebihan kita mendapat jawaban makrifat begitu.
Apa yang dikatakan Cak Nun boleh jadi berkebalikan dengan apa yang kita dengar lewat teori-teori ilmu kesehatan modern, yang diajarkan di sekolah-sekolah atau televisi, bahwa sekian ratus orang meninggal setiap harinya karena rokok. Tapi rasanya kita lebih banyak melihat perkataan Cak Nun adalah sebuah kebenaran: orang-orang tua di kampung kita, para kyai kita, Mbah Gotho adalah sedikit fakta bahwa tak selamanya teori itu absolut.
Mendengar jawaban Cak Nun, saya malah lebih percaya kalau kampanye-kampanye negatif tentang rokok hanya perang dagang internasional antara perusahaan nikotin dan farmasi. Kalau bukan, kenapa mereka, para penolak rokok, tidak mengampanyekan bahaya dari asap-asap lain selain rokok. Kenapa mereka tidak mendukung penyediaan ruang-ruang merokok.
Ruang merokok bagi saya adalah jalan tengah dari persoalan rokok agar tidak merugikan masyarakat dan pelaku industri rokok, mulai dari petani hingga para pedagang asongan. Itu lebih fair daripada harus bicara muter-muter tentang bahaya asap rokok, tapi tidak berani menutup pabriknya.
Michael Bloomberg, pemilik raksasa perusahaan Bloomberg Initiative, pada 2008 dikabarkan menggelontorkan aliran dana ke beberapa perusahaan, baik pemerintah dan swasta untuk memerangi rokok yang nilainya mencapai lebih dari Rp 7 miliar.
Mendengar pertanyaan bapak dalam video itu, kita tahu, bahwa ada begitu banyak di antara kita yang tidak tahu akar dari persoalan kampanye negatif rokok. Tapi saya mau berbaik hati dan memberi sedikit penjelasan kepada mereka, para pelaku kampanye itu.
Jadi gini. Ehem. Sesuatu yang dikatakan terus menerus tanpa ada bukti nyatanya, akan menjadi hal sia-sia dan tak bermakna. Situ boleh ngomongin saya apapun soal bahaya rokok. Tapi kalau enggak ada buktinya, saya akan semakin meyakini, bahwa situ adalah pembohong kelas ulung.
Terakhir, saya mau kasih pesan dari Cak Nun lagi, “Arep ngerokok, ngerokok. Arep ora, yo ora. Kowe kudu ngerti kesehatanmu dewek.” Jadi gitu, Jon.
- Agar Negara Senantiasa Makmur Belilah Rokok Bercukai - 25 January 2018
- Tiga Momen Paling Asyik Untuk Mengisap Rokok - 9 December 2017
- Benar Bu, Rokok Lebih Bahaya dari Narkoba - 5 August 2017