Press ESC to close

Tembakau Gayo, Souvenir dari Tanah Aceh yang Aromatik

Tembakau di Indonesia ada banyak ragamnya. Bukan hanya tembakau yang terserap untuk kebutuhan industri rokok saja. Ada pula tembakau olahan lainnya di luar yang terserap dan beredar di pasaran. Tembakau yang beredar di pasaran ini juga banyak masyarakat yang mengonsumsinya. Mulai dari tembakau mole, tembakau shag, tembakau susur, dan banyak lainnya lagi.

Belakangan beredar di pasaran juga jenis tembakau yang populer dengan sebutan bakong Gayo atau dikenal juga tembakau Gayo. Cita rasanya yang khas membuat jenis tembakau ini cukup diminati sejumlah kalangan. Aroma dan rasa hisapannya nyaris seperti ganja. Warnanya hijau gelap serta rajangannya halus.

Bakong Gayo atau tembakau hijau ini dihasilkan dari dataran tinggi Gayo. Tembakau Gayo memiiliki warna hijau dikarenakan daun tembakau yang masih muda yang dimanfaatkan. Sedikit berbeda dari perlakuan kebutuhan tembakau untuk industri rokok konvensional. Tembakau Gayo tidak membutuhkan terik matahari dalam pematangannya, melainkan dengan cara pengasapan, atau dijemur pada cuaca malam. Teknik pengasapan ini sebetulnya bukan pula teknik yang baru dalam pengolahan tembakau di nusantara, tetapi kabarnya bibit tembakaunya dari jenis yang beda. Saya sendiri mengklasifikasikan ini sebagai tembakau aromatik. Layaknya tembakau Ico ataupun tembakau Kasturi yang juga aromatik.

Baca Juga:  Sejarah Djambu Bol, Milik Pribumi yang Gagal Bertahan

Biasanya daun tembakau Gayo yang baru dipanen akan diperam selama enam hari. Kemudian dipisahkan tulang dan daunnya, hal ini dilakukan apabila telah selesai diperam, barulah setelah itu dirajang.

Di Takengon, Aceh Tengah, tembakau Gayo ini cukup menjadi perhatian masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan yang cukup menjanjikan selain komoditas perkebunan lainnya. Di pasar-pasar tradisional di sana, tembakau ini menjadi souvenir tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Cukup memberi nilai tambah bagi masyarakat.

Di Jakarta sejumlah kalangan mulai meminati jenis tembakau hijau ini. Aromanya yang khas dan rasanya yang menyerupai ganja itulah mungkin yang jadi alasannya.

Beberapa waktu lalu tersiar kabar pihak kepolisian mengaku kebingungan setelah melakukan penangkapan terhadap sejumlah penggemar tembakau ini. Mereka yang tertangkap setelah melalui tes urine dinyatakan urinenya tidak mengandung zat psikoterapika. Seturut itu kemudian, pihak kepolisian melaporkan temuan tersebut untuk ditindak-lanjuti pihak Kementrian Kesehatan.

Jika sudah demikian ada potensi tembakau ini bakal disetarakan dengan beberapa nama produk olahan yang memabukkan yang memanfaatkan tembakau sebagai medianya. Saya sendiri menilai hal ini akan memberi dampak lain di luar perkara legal ataupun ilegalnya, di luar soal memabukkan atau tidaknya. Yang bukan mustahil, fenomena tembakau Gayo ini akan memperkuat preseden negatif terhadap tembakau, di tengah kontroversi masyarakat dalam memposisikan rokok.

Baca Juga:  Pengalaman Saya Mendapatkan Parsel Dari Warung Rokok Langganan

 

 

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah