Press ESC to close

Mengenal Jenis-jenis Rokok

Rokok dari masa ke masa memberi banyak arti penting ke dalam kehidupan masyarakat konsumennya. Begitu pula dengan perkembangan industrinya. Terutama di Indonesia. Yang industrinya bermula dari industri skala rumahan. Jenis rokok yang awal sekali diproduksi secara masal dan diberi merek adalah jenis kretek klobot, dari semula bermerek cap Kodok Mangan Ulo beralih nama menjadi Tjap Bulatan Tiga, yang kemudian lebih populer dengan sebutan Bal Tiga.

Hal ini dilatari oleh sejarah-budaya masyarakat yang melingkupi kehadiran produk khas Indonesia tersebut. Haji Djamhari yang mengenalkan rokok racikannya sendiri itu awalnya dikenal sebagai rokok obat. Kemudian menjadi lebih dikenal dengan sebutan kretek dan dikenal juga sebagai rokok beraroma, lantaran ada unsur rempah-rempah di dalamnya.

Secara general produk industri rokok di Indonesia terbagi ke dalam tiga golongan. Ada golongan SKT (Sigaret Kretek Tangan), SKM (Sigaret Kretek Mesin), dan SPM (Sigaret Putih Mesin). Untuk golongan SPM dikenal juga sebagai rokok putih, yakni rokok yang tanpa unsur tambahan rempah.

Dulu, iya dulu sekali, sebelum jenis produk SKM muncul di pasaran. Produk kretek tangan (SKT) yang dibalut dengan “klobot” yang berasal dari daun jagung kering. Bentuknya pun dikenal dengan istilah konus atau kerucut, kretek klobot ataupula kretek klembak menyan cukuplah populer di masyarakat Nusantara. Penggunaan jenis pembungkus yang berasal dari daun keluarga Palma (Nipah dan Aren) ini juga dikenal di beberapa daerah di Indonesia. Untuk sebutannya tentu berbeda-beda, ada yang menyebutnya rokok kawung karena dibungkus dengan daun aren, dan rokok nipah karena dibungkus dengan daun nipah, juga rokok klobot yang dibungkus menggunakan daun jagung.

Baca Juga:  Menikmati Hidup, Musik, dan Kretek Seperti Danilla Riyadi

Seturut perkembangannya, rokok kretek berfilter serta rokok putih juga turut memaraki pasar rokok di Indonesia. Presiden pertama Indonesia lebih sering terlihat menghisap rokok merek Triple Five (555)–Ekspress State. Berbeda dengan Haji Agus Salim yag lebih sering terlihat menghisap kretek. Begitupun Panglima Besar Soedirman pada masa itu.

Memasuki tahun 80-an, tepatnya pada kurun 1987, ada satu tokoh ilmuwan Indonesia yang memunculkan satu racikan khusus yang dikenal dengan istilah kretek LTLN (Low Tar Low Nicotine). Dia adalah Ir. Muhammad Warsianto. Pada usianya yang relatif masih muda Ia mampu meracik kretek hingga mendapatkan kandungan Tar 14 mg dan Nikotin 1,0 mg. Sebetulnya titik baca pertarungan ideologi dari perang dagang nikotin ini bisa ditengarai dari sini. Yaitu adanya upaya standarisasi pada kandungan Tar dan Nikotin. Tar hasil racikan Warsianto itu hampir menyamai Marlboro.

Pasca temuan inilah kemudian bermunculan kategori rokok kretek Mild dengan beragam penamaan, dan cukup diminati pasar. Perlu diketahui lagi, kategori kretek Mild ini dipelopori oleh perusahaan HM Sampoerna. Yang kemudian disusul oleh berbagai perusahaan rokok lainnya. Kesuksesan kretek Mild ini tidak hanya berhasil merebut pasar, lebih jauh lagi telah menancapkan sugesti LTLN berterima dengan cara pandang yang normatif. Seturut itu kemudian varian kretek mild bercita rasa menthol juga mewarnai pasar rokok di Indonesia, dan medapatkan kelas konsumennya sendiri.

Perlu dicatat juga, kretek berfilter seperti Djarum Super, Gudang Garam, dan lainya yang di luar kategori kretek mild. Di kalangan industri dikenal dengan sebutan rokok reguler. Diameter gabus atau filternya lebih besar dari jenis Mild. Dan kandungannya lebih tinggi dari yang terdapat pada kretek Mild.

Baca Juga:  Mewaspadai Oligopoli Pasar Kretek Akibat Penggabungan Batas Produksi dan Simplifikasi Cukai

Nah, di masa kini ada satu hal yang saya tengarai, berdasar hasil obrol punya obrol dengan beberapa sumber juga. Pasar kretek Mild kini tengah dimasuki oleh satu kategori baru, yakni kategori kretek Bold, kandungannya termasuk LTLN, namun citarasanya tak menghilangkan kesan yang didapat dari kretek filter reguler. Kategori Bold ini belakangan cukup banyak diminati kalangan di bawah generasi saya, dan tidak sedikit yang segenerasi dengan saya memilih mengisap kategori Bold.

Tak dipungkiri, banyak yang segenerasi dengan saya yang masih menyukai jenis rokok reguler, namun di sisi lain mengamini juga konsep LTLN—yang konon karena kadar kadungannya yang rendah itu cukup memenuhi skema sehat ala kekinian—kategori Bold ini terbilang baru dan relatif mendapatkan posisi pasar yang bagus, bersesuai dengan minat golongan perokok yang saya sebutkan tadi. Generasi di bawah saya pun agaknya serupa demikian, ingin mendapatkan citarasa rokok reguler yang tebal namun dengan kandungan Tar-Nikotin yang rendah. Saya sendiri tak punya data pasti berapa besar angka penjualannya dibanding dengan kategori Mild. Namun setidaknya di lingkungan terdekat saya, kerap saya dapati dua-tiga teman menaruh rokok kretek kategori Bold di meja kongkow—lazim terlihat kemasannya berwarna hitam.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah