Press ESC to close

Mengenal Divine Kretek

Rokok berlabel Divine Kretek bukanlah nama yang asing bagi saya. Lantaran sejak 6 tahun lalu saya sudah diperkenalkan dengan rokok itu, disertai dengan segala penjelasan yang cukup amazing dan bikin saya makin percaya, bahwa tak ada yang sia-sia dari yang dianugerahkan sang Maha Kuasa atas kekayaan alam Indonesia. Yang berkat local genuine masyarakat Nusantara seperti yang diwariskan Haji Djamhari melalui rokok yang dicampur dengan cengkeh kepada kita.

Begitupun Profesor Gretha Zahar yang di abad modern ini, dimana stigma terhadap rokok kerap menuai kontroversi. Dituding sebagai produk yang merusak kesehatan. Bu Gretha—demikian Ia biasa disebut dalam pergunjingan kami 6 tahun yang lalu—justru menawarkan satu temuan berbasis teori biradikal yang mencengangkan, dan itu cukup diakui banyak kalangan. Lantaran metode balur serta metode mengasapi tubuh pasiennya dengan produk Divene-nya itu mampu meluruhkan beberapa gangguan penyakit, tidak jarang para pasien berlangganan untuk melakoni terapi di klinik balur Gretha Zahar yang sudah dimulai sejak tahun 1998.

Tak heran lagi memang, wanita cemerlang yang pernah bekerja pada laboratorium CSIRO Lucas Height (1984) di New South Wales, Australia, serta yang pada tahun 1986 pernah bekerja di laboratorium Strahlencheime, Giessen, Jerman dapat menemukan formulasi yang dilabelinya sebagai Divine Kretek. Namun temuan itu sebetulnya semakin mendapatkan pecapaian lebihnya ketika Ia bersama profesor Sutiman Bambang Sumitro, seorang Guru Besar Ilmu Biologi Sel di Universitas Brawijaya melakukan penelitian serta eksperimen lebih lanjut.

Sebagai hasil inovasi dari keduanya ini, melalui riset berbasis nanosains, nanoteknologi, dan nano-biologi, dua ilmuwan yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas (LPPRB) di Malang ini telah berhasil memformulasikan suatu materi yang disebut scavenger, suatu formula yang dapat memperkecil partikel asap menjadi partikel berskala nano, yang mampu menangkap, mengendalikan, dan meluruhkan radikal bebas.

Scavenger yang dilapiskan pada filter atau dicampurkan dalam cengkeh mempunyai efek positif terhadap sistem kesehatan biologis. Berkat temuan itu pula dibuktikan bahwa Divine kretek dapat menyembuhkan penyakit kanker, kardiovaskuler, autis, stroke, paru-paru, serta mampu menjaga kesehatan tubuh.

Menurut seorang Guru Besar Fakultas Kedokteran Undip, Divene kretek dan scavenger ini diakui sebagai temuan yang luar biasa. Kabarnya pula temuan bu Gretha ini tengah dipromosikan untuk mendapatkan hadiah Nobel.

Baca Juga:  Sejarah Rokok Tahlilan, Rokok Berkah Rakyat Jelata

Satu hal istimewa lainnya yang bikin rokok itu cukup populer di beberapa kalangan teman, adalah perlakuan unik yang dilakoni bu Gretha terhadap tanaman tembakau yang dirawatnya. Yakni dengan berbicara kepada tanaman tembakau di lahan tanamnya. Tentang ini saya ketahui dari seorang teman yang cukup dekat dengan bu Gretha. Menarik memang. Perlakuan terhadap tembakau bukan lagi sebatas pada laku tanam saja, namun pula membangun hubungan batin dengan hakikat tanaman tersebut. Iya, boleh jadi bagi sebagian orang hal itu dianggap sesuatu yang irasional. Namun sekelas ilmuwan seperti bu Gretha tentu tak bisa diremehkan, hal-hal yang dilakoninya itu bukan tanpa kajian ilmiah.

Fenomena rokok yang melabelkan kata “sehat” terhadap produknya sejak kemunculan Divine kretek itu menjadi semakin meluas agaknya, sependek pengamatan saya. Ada beberapa merek lain yang juga menggunakan kata “sehat” untuk menyebut produk rokok yang mendapat perlakuan dan resep berbeda dari rokok konvensional. Gejala ini saya tengarai sejak gencarnya tudingan terhadap rokok sebagai biang penyakit merembes ke berbagai lini masyarakat. Mulai dari rokok Sin juga rokok Sehat Tentrem. Sama-sama mendaku sebagai rokok sehat, tak jarang pula menyebutnya dengan istilah rokok herbal.

Kadang saya suka geli sendiri, lantaran label “sehat” dan istilah “herbal” itulah, jadi seakan-akan memposisikan rokok lainnya, sebut saja kretek pabrikan lainnya, adalah golongan yang dianggap tidak sehat. Atau dengan kata lain tidak memberi efek menyehatkan. Kok bisa gitu? Iya, karena hampir sebagian besar konsumen di negeri kita dalam membeli sebuah produk kerap kali aspek iming-imingnya yang lebih menjadi perhatian. Kalau pakai istilah kerennya cenderung mudah terhasut oleh narasi produk. Tentu hal itu tidak bisa disalahkan, iya sah-sah saja di sebuah realitas pasar.

Baca Juga:  Sejak Kapan Ada Spesialisasi Pencuri Rokok?

Kembali ke Divine kretek, pada prinnsipnya apa yang menjadi keseriusan bu Gretha baik dalam memformulasi temuannya bahkan sampai mensugesti tanamannya dengan berkata-kata hal-hal yang baik kepada tanamannya, adalah bagian dari lelaku yang memposisikan tanaman juga punya kebutuhan seperti kebutuhan manusia, juga ingin disayang dan mendapatkan penghiburan. Pada waktu masih berlangganan Divine kretek di klinik balur bu Gretha yang di jalan Polonia, Jakarta Timur, saya memang merasakan beberapa dampak istimewa dari rokok Divine itu. Sama halnya ketika saya mengisap rokok konvensional pada saat sedang membutuhkan nilai yang dikandungnya. Nikotin.

Rokok Divine ini sendiri mempunyai beberapa golongan, yang ditandai dengan nomer-nomer tertentu. Pada waktu itu, ketika saya menyampaikan keluhan pusing ataupun problem sulit tidur. Saya disarankan menghisap satu atau dua nomer yang diklasifikasikan dapat mentralkan keluhan saya itu. Dan memang bukan omong kosong. Meski sebetulnya tanpa embel-embel kata “sehat” pun rokok tetap saja dihitung sebagai produk yang memiliki risiko.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah