Search
3 Gaya Bebas Yang Biasa Dilakukan Perokok

Kelas Pekerja dan Guru yang Memaknai Rokok Sebagai Penghilang Penat

Pada umumnya masyarakat sosial hidup saling berdampingan yang dipandang sebagai suatu kebutuhan. Bukan lagi jadi kecenderungan yang dibiasakan oleh kultur-kultur luar yang beredar, untuk masuk ke negeri ini. Sebagaimana dipahami bahwa ada situasi yang terbentuk akan adanya budaya saling membutuhkan. Beda hal dengan ketergantungan. Orang merokok terbilang karena ada yang dibutuhkan, sebab rokok juga memiliki manfaat yang positif.

Baiklah, saya akan jelaskan langsung saja mengapa masyarakat menjadi seakan terobsesi untuk melihat satu sama lain sebagai suatu kebutuhan. Dulu, negeri kita yang seringkali dilanda berbagai masalah  tentang isu politik, ekonomi kebebasan hak bicara dan masih banyak lagi. Di balik itu semua ada semangat dan arah juang yang terpancar dari setiap pergolakan seluruh lapisan masyarakat untuk meminta kedaulatan secara resmi.

Mereka dulu jenuh menilai bahwa rezim yang diberlakukan Soeharto terlampau sadis. Kekhawatiran itu keluar dari anak-anak muda yang punya visi ke depan untuk Indonesia lebih baik melengserkan kursi jabatan sang presiden kala itu. Agar tidak semakin membengkaknya hutang negara Indonesia dan kacaunya kondisi masyarakat. Itulah kunci jalan satu-satunya. Yang pada ujungnya rakyat butuh sosok pemimpin dan tatanan negara yang baru.

Gambaran mengenai keadaan dulu sangatlah pedih, tapi apa daya. Kita boleh mengamini bahwa rekam sejarah sangat menarik untuk diulas, terlebih menghargai dari sendi-sendi persatuannya. Namun sekarang reformasi sudah berada di tangan, artinya ada pembenahan baik untuk arah ke depan.

Baca Juga:  Kesantunan Orang Tua Perokok Menjadi Cermin bagi Semua

Kini masyarakat dapat bekerja dengan bebas, tidak ada pembatasan berekspresi. Di setiap pekerjaaan yang ditekuni ditandaskan pada sifat keterbukaan. Artinya, jika sedang terhimpit suatu masalah dalam pekerjaan perlu suatu dorongan untuk dapat mencairkannya, entah lewat obrolan atau barang yang dapat menghilangkan penat.

Sebagian kelas pekerja tak jarang lebih memilih opsi pada barang yang dapat menghilangkan kepenatannya. Saya kerap diceritakan oleh teman-teman pekerja yang hidupnya selalu dikelilingi deadline dan bahkan pekerjaan yang sifatnya genting, mesti dilakukan segera. Mereka memilih rokok sebagai pelepas kepenatannya dulu. Dimulai dari obrolan-orolan ringan dan santai yang menggiring kepada keluh kesah mereka di pekerjaan dan keluar dalam bentuk solusi yang ditawarkan oleh orang-orang disekeliling. Saya pribadi disaat posisi seperti itu, haruslah berlaku responsif dan menjadi pendengar yang baik. Memposisikan diri untuk merasakan seperti mereka.

Ini yang saya pelajari bahwa rokok mengandung fungsi sosial yang baik, menjelma bagai simbol sosialisasi hadir di kelas pekerja. Kemudian rokok dapat mencirikan sebagai suatu rasa kesetiakawanan. Iklim kesantunan juga masuk ke dalam fungsi sosial ini.

Keadaan selanjutnya yang seringkali saya temui bahwa rokok hadir dalam kehidupan guru. Belum lama ini saya melihat seorang guru perempuan yang sedang sibuk menginput pendataan siswanya. Di hadapan laptop, sang guru tersebut terlihat fokus sambil sesekali menghisap rokok yang berada di genggaman tangan kanannya.

Baca Juga:  Mengapa Kabupaten Berau Layak Dijadikan Contoh Penanganan Perda KTR?

Begitu ajaibnya guru itu di hadapan masyarakat yang berlalu lalang. Tidak ada komentar yang keluar dari kebanyakan masyarakat yang melihat, namun saya masih bisa menilai kalau ada beberapa tudingan dibelakang. Ya, itu persoalan lain. Urusi saja kehidupanmu sendiri, jangan suka ikut campur bila belum paham betul tentang rokok.

Bisa dibilang kalau guru adalah sosok yang harus bisa menjadi suri tauladan baik untuk anak muridnya. Namun, salah kaprah kalau ada anggapan bahwa guru tidak boleh merokok. Demikian budaya konservatif ini terus selalu mengakar dan tidak bisa terbenamkan.

Toh ini tidak perlu dikhawatirkan, masih banyak guru-guru yang merokok menjadikannya semakin rileks, tenang dan damai. Konsentrasi yang didapat bahkan membuahkan pada keberhasilan daya produktivitas dan kreativitas yang bagus.

Guru juga harus bisa memposisikan diri untuk merokok pada tempatnya. Mengedukasi peserta didik kalau merokok haruslah berada di standar usia dewasa. Alasannya jelas, kalau rokok merupakan barang yang dapat digunakan oleh orang yang sadar dan bertanggung jawab.

 

Dhani Arief Wicaksono